Cerita

‘Bank’ At-Taqwa: Ketika Para Ibu Mengelola Asuransi & Produk Keuangan

29 Desember 2017
Penulis: admin

Mulai dari asuransi kesehatan, asuransi kematian, hingga bermacam simpanan seperti SIMPEDI (Simpanan Pendidikan), SIMPAYA (Simpanan Hari Raya), hingga Simpanan Sukarela—produk keuangan ibu-ibu kelompok At-Taqwa yang dibentuk organisasi PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga) di Sungai Ambangah, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, rasanya tak kalah bersaing dengan produk keuangan dari bank-bank nasional yang kita ketahui.

Para ibu di kelompok At-Taqwa sudah cukup lama mengelola produk keuangan mereka sendiri. Dimulai dari asuransi kematian untuk para ibu anggota kelompok di kampung, sebesar 20ribu rupiah per orang.

“Dulu kalau ada orang meninggal kan susah, kalau di kampung sini kan ekonominya kurang. Jadi kalau ada meninggal begitu kan panik, biayanya. Jadi waktu kita kumpul kelompok ada yang punya ide buat asuransi kematian. Dari teman-teman itu juga idenya,” ujar Kak Endang, salah satu anggota kelompok At-Taqwa.

Para ibu kelompok At-Taqwa ini mengaku tak pernah secara khusus belajar mengenai asuransi—dan hanya belajar pelan-pelan seraya menjalankannya. Mereka dengan rajin dan cermat mencatat semua data pemasukan dan pengeluaran di buku-buku besar yang isinya ditulis tangan.

Dari uang asuransi sebanyak 20ribu rupiah itu—yang bisa disetorkan dengan mencicil di awal tahun, ketika meninggal anggota akan mendapatkan manfaat sebesar 250ribu rupiah. Sejauh ini ada 3 orang anggota kelompok yang sudah meninggal dan mendapatkan manfaat asuransi tersebut. Belakangan, uang asuransi yang terkumpul masih banyak, namun tak ada anggota yang meninggal, karenanya berdasarkan musyawarah kelompok, mereka memutuskan untuk menaikkan manfaat asuransi menjadi 350ribu rupiah.

“Kalau untuk asuransi kesehatan itu 1000 rupiah per bulan. Biasanya dipakai untuk ongkos transport ke Puskesmas, karena kalau untuk biaya berobat kan ada yang sudah punya Jamkesmas atau BPJS. Kalau asuransi kesehatan itu membantu juga, karena saya pernah dapat dan sudah pakai,” ujar Ibu Rukiyah, salah satu anggota kelompok lainnya.

Di samping asuransi kematian dan kesehatan, kelompok At-Taqwa juga mengelola berbagai dana simpanan. SIMPEDI (Simpanan Pendidikan) merupakan dana yang dikumpulkan untuk tabungan pendidikan anak. Besaran dana diserahkan kepada kemampuan masing-masing anggota. Dana diserahkan setiap kali kelompok mengadakan pertemuan atau sekitar dua kali sebulan, dan baru bisa diambil pada awal tahun ajaran berikutnya. Biasanya simpanan ini kemudian digunakan untuk membeli berbagai perlengkapan sekolah seperti buku, seragam, dan tas.

“Seperti menabung saja. Sebenarnya bisa juga simpan sendiri, tapi kalau disimpan sendiri biasanya sih uangnya lalu habis dipakai untuk belanja,” seorang ibu berseloroh, disambut gelak tawa anggota kelompok yang lain.

SIMPAYA (Simpanan Hari Raya) juga diberlakukan dengan sistem yang kurang-lebih sama. Para ibu yang tak memiliki anak usia sekolah pun bisa mengalihkan simpanannya ke sini. Setiap pertemuan kelompok, mereka akan menyetorkan uang seadanya, untuk kemudian diambil pada Hari Lebaran. Biasanya, orang-orang yang tengah mencicil biaya asuransi akan langsung melunasi pembayaran asuransinya di Hari Lebaran—begitu menerima hasil Simpanan Hari Raya mereka.

Satu simpanan lagi yang dikelola kelompok At-Taqwa adalah simpanan sukarela. Yang satu ini berfungsi sebagai ‘jaminan’ ketika anggota kelompok hendak meminjam uang. Batas maksimal peminjaman uang adalah 10 kali dari jumlah simpanan sukarela. Jadi, ketika seorang anggota memilii simpanan sukarela sebesar 100ribu rupiah, ia berhak meminjam uang paling besar sebanyak 1juta rupiah. Selama pinjaman masih berjalan dan belum dilunasi, simpanan sukarela peminjam tak dapat diambil.

Di samping produk keuangan seperti asuransi dan simpanan, para anggota kelompok At-Taqwa pun kerap mengadakan arisan beras dan telur. Setiap pertemuan kelompok, setiap anggota datang dengan membawa 2 butir telur dan ½ kilo gula pasir. Lewat sistem kocok, anggota yang namanya keluar bisa membawa pulang seluruh telur dan gula yang dikumpulkan hari itu.

Pada setiap pertemuan kelompok, mereka pun mengumpulkan ‘jimpitan’. Jumlahnya seribu rupiah per orang. Yang 500rupiah digunakan untuk konsumsi arisan, dan yang 500rupiah lagi untuk serikat. Dana serikat nanti digunakan jika anggota kelompok perlu bepergian menghadiri acara-acara yang terkait kepentingan serikat.

Setiap bulan, uang asuransi kematian dan kesehatan dari kelompok At-Taqwa pun disetorkan ke LKM (Lembaga Keuangan Masyarakat).

“Dulu saya pernah bertugas pegang uang itu, saya tidak bisa tidur setiap malam, takut ada yang ambil itu uang,” tutur Ibu Rukiyah.

Bukan hanya kelompok At-Taqwa, kader-kader PEKKA pun memiliki asuransi mereka sendiri.

“Asuransi kader itu lebih kepada asuransi kecelakaan,” ujar Diana, salah satu kader PEKKA. “Karena ini untuk mereka yang bergerak, asuransi ini kita daftarkan ke Bumiputera. Ada polisnya. Ibu-ibu kader kan banyak yang lintas kabupaten, misalnya harus dari Pontianak ke Bengkayang, kan nggak ada asuransinya. Jadi ini cara biar mereka punya keamanan, lah, ya. Karena dulu juga ada pengalaman anggota kecelakaan, jadi penting asuransi ini.”

Untuk asuransi kader PEKKA, biaya polis yang harus dibayarkan sebesar 50ribu rupiah; namun biaya ini dibagi dua: 25ribu rupiah dari kader itu sendiri, sementara 25ribu rupiah lagi ditutup dari dana LKM (Lembaga Keuangan Masyarakat). (***)