Cerita

Juliana: Hijrah ke ‘Aisyiyah

27 Mei 2018
Penulis: admin

Juliana (30 tahun) adalah seorang ibu dengan 3 orang anak yang tinggal di Desa Sejegi, Mempawah Timur, Pontianak, Kalimantan Barat. Ia memiliki potensi terkena kanker karena faktor keturunan. Hal tersebut dikarenakan dua orang saudara sepupunya meninggal karena menderita kanker payudara stadium 3 dan 4. Akan tetapi faktor ekonomi serta minimnya informasi, membuat matanya tertutup akan potensi penyakit tersebut.

Saya pikir yang penting kalau sudah sakit, diobati, kalau sudah waktunya biarpun diobati pasti tetap meninggal,” demikian pikir Juliana.

Akan tetapi pola pikirnya itu kemudian berubah setelah Juliana masuk menjadi anggota BSA Sejegi. Juliana bergabung dengan BSA Sejegi setelah sebelumnya mendapatkan ajakan dari ibu Lia dan Ibu Ipit yang merupakan kader BSA Sejegi.

“Saat itu saya tidak tahu tentang BSA,” ujar Juliana. “Kemudian setelah mendengar penjelasan Bu Lia dan Bu Ipit, yang saya pahami Balai Sakinah ‘Aisyiyah merupakan program dari ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah yang menyampaikan program yang berkaitan dengan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi perempuan seperti KB dan juga tentang ASI,” papar Juliana.

Juliana juga menambahkan bahwa di BSA ia bisa menyampaikan uneg‐unegdi tempat yang semestinya dan juga bisa bersilaturahmi dengan banyak orang.

Setelah mengikuti program dan sosialisasi yang diberikan di BSA, Juliana mengetahui bahwa penting untuk mengetahui tentang kesehatan pada dirinya sedini mungkin.

“Saya rasa sangat penting karena sebelum ada program dari BSA ini saya merasa tidak perlu untuk melakukan tes‐tes seperti tes IVA atau melakukan pencegahan terhadap penyakit yang berhubungan dengan reproduksi perempuan”,  ujarnya.

“Hal itu menyedihkan tetapi juga membuat saya takut untuk mengetahui tentang penyakit tersebut, karena saya beranggapan sama seperti masyarakat di desa Sejegi umumnya, yaitu lebih baik untuk tidak tahu tentang penyakit kita daripada tahu dan kepikiran, sementara untuk pengobatannya tidak punya uang,” kenang Juliana.

Kemudian pada saat kegiatan rutin di BSA, Juliana mendengar penjelasan bahwa salah satu faktor pemicu kanker adalah faktor keturunan. Hal tersebut membuat Juliana was‐was sehingga ia membicarakan kondisi kesehatan keluarganya kepada ibu Lia. Ibu Lia kemudian menyarankan agar Juliana mengikuti tes IVA dan Sadarnis yang memang akan diadakan oleh ‘Aisyiyah.

“Saya ingat betul bagaimana hati saya berdebar saat mengikuti tes Sadarnis dan IVA tersebut,” ungkap Juliana. Terlebih sang suami tidak setuju jika Juliana melakukan pemeriksaan kesehatan

“Buat ape tes IVA tu? Udahlah, kau kan ndak saket sekarang jadi untuk ape nak ikot itu*,” ujar sang suami. Akan tetapi dengan mengucap basmallah Juliana memantapkan diri untuk tetap mengikuti tes tersebut seraya berkata dalam hati

“Semoge abang tak marah dengan saye karene yang tau dengan diri saye ye diri saye sendiri, maafkan saye bang**.”

Rasa ketakutan juga sempat membayangi Juliana dikarenakan ia membayangkan betapa sakitnya tes IVA yang menggunakan alat yang ibu Lia sebut sebagai cocor bebek atau speculum.

“Tetapi setelah tes IVA dan SADARNIS sama sekali tidak terasa sakit dan Alhamdulillah hasil tes saya negatif”, ungkap Juliana dengan sumringah.

Puji syukur juga ia panjatkan karena setelah mengikuti tes IVA sang suami kemudian mendukungnya untuk tetap berkegiatan di ‘Aisyiyah. “Suami saya tersenyum setelah saya menceritakan hasil tes saya negative. Karena saya tidak bisa berbohong kepada suami saya, maka saya tetap bercerita,” papar Juliana.

Kegiatan BSA diakui Juliana membawa perubahan yang berarti bagi dirinya, dimulai dari kesadarannya akan kesehatan juga tentang keinginannya untuk mulai berjilbab. “Saya mulai tertarik dengan jilbab yang dipakai oleh ibu-ibu ‘Aisyiyah dengan penuh rasa santun kepada masyarakat.”

Walaupun dirinya mengaku baru mulai mengenakan jilbab sesekali, tetapi ke depannya ia berharap akan semakin terbiasa mengenakan pakaian untuk menutup auratnya tersebut.

Perubahan positif yang dirasakan Juliana, juga membuat dirinya termotivasi untuk menyampaikan informasi tes IVA dan SADARNIS kepada ibu‐ibu lain dimana pun saya berada karena saya sudah mengalami tes tersebut.

“Mulai saat itu saya menyampaikan dan mengajak ibu‐ibu untuk ikut kegiatan penyuluhan ‘Aisyiyah dan berani untuk tes IVA karena manfaatnya sangat luar biasa.”

Ditulis oleh: Sri Eliyati

*Buat apa tes IVA itu? Sudahlah, kamu kan tidak sakit sekarang, jadi untuk apa ikut tes itu.

**Semoga abang tidak marah dengan saya, karena yang tahu dengan diri saya, ya diri saya sendiri.