Cerita

Kelompok Konstituen Naekasa, NTT Dorong Partisipasi Perempuan dalam Pemerintahan Desa

23 Januari 2017
Penulis: admin

Undang-Undang Desa membuka peluang bagi perempuan desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Namun partisipasi perempuan desa tidak serta-merta dapat diakomodasi di dalam kelembagaan yang ada. Sedikit sekali perempuan terlibat di dalam lembaga pemerintahan desa dan lembaga atau organisasi di luar pemerintahan.

Di dalam kelompok petani, peternak, usaha bersama, dan lainnya yang ada di desa, hanya sedikit sekali melibatkan perempuan. Karena itu, aspirasi perempuan tidak mudah diakomodasi dalam dokumen perencanaan dan kebijakan di desa.

Upaya para pihak untuk mendorong penguatan perempuan, termasuk dalam bentuk kelompok adalah salah satu jalan keluar untuk memfasilitasi perempuan dalam berpartisipasi melalui kegiatan desa terkait dengan kebijakan dan perencanaan.

Langkah strategis yang dilakukan program MAMPU adalah membentuk Kelompok Konstituen (KK). Kelompok yang dibentuk ini adalah sebagai wadah untuk menghimpun perempuan desa agar dapat menyuarakan hak-haknya, serta mengadvokasi kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan perempuan desa menuju kesejahteraan hidup.

Perjuangan yang dilakukan Kelompok Konstituen (KK) Lalian Tolu Desa Naekasa, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur berhasil mempengaruhi kebijakan Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk mengumpulkan perwakilan perempuan dari setiap dusun di Desa Naekasa, guna membicarakan persoalan kaum perempuan di sana.

Dalam pertemuan bersama ini, perempuan miskin dan perempuan desa lainnya menyampaikan aspirasi tentang kemampuan dan potensi yang dimiliki saat ini. Namun sejauh ini belum ada dukungan dari para pihak.

Setiap kegiatan Musyawarah Dusun dan Musyawarah Desa hampir tidak melibatkan perempuan untuk hadir dalam pertemuan. Musyawarah lebih didominasi oleh kaum laki-laki.

Pada tempat terpisah, Koordinator Program MAMPU PPSE Keuskupan Atambua, menjelaskan bahwa Kelompok Konstituen di desa sesungguhnya merupakah wadah untuk mengorganisir kaum perempuan untuk bisa bersuara dan menyampaikan hak-haknya. Kaum perempuan perlu terlibat, mulai dari musyawarah dusun hingga ada keterwakilan sampai pada tingkat desa.

Perempuan harus mampu untuk memberikan argumentasi terkait usulan kegiatan untuk kepentingan kelompok perempuan, sehingga pemberdayaan kaum perempuan benar-benar menjadi salah satu perhatian serius dari pemerintah Desa.

Menyimak hasil pembicaraan dan diskusi yang begitu alot, Ketua BPD Desa Nakeasa menegaskan bahwa perhatian pemerintah saat ini tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga penguatan kapasitas manusia. Isu Gender juga menjadi salah satu isu prioritas yang membutuhkan perhatian dari pemerintah desa.

Romanus M. Kali selaku ketua BPD menegaskan, “Sekembalinya dari pertemuan ini, diharapkan agar segera dibentuk kelompok perempuan tingkat dusun, dan mempersiapkan usulan kegiatan yang cocok dengan konteks dusun. Sehingga bisa diusulkan pada musyawarah dusun, dan dikawal hingga Musyawarah Rencana Pengembangan Desa. Usulan kegiatan yang tidak lolos ke Kabupaten, akan menjadi perhatian pemerintah desa melalui Anggaran Pendapatan, dan Belanja Desa (APBDes) dan Alokasi Dana Desa (ADD)”.

Ibu Herikulana Taek menambahkan,“Oleh karenanya, kelompok tenun perempuan maupun kelompok usaha sayur-mayur dapat didukung dengan dana dari APBDes atau ADD tersebut.”

Pada akhirnya keterwakilan perempuan yang hadir merasa bahwa hasil pertemuan ini benar-benar memberikan satu dukungan untuk kaum perempuan agar bisa berjuang menuju kesejahteraan hidup ke depan.

DItulis oleh: Mikhael Leuape