Cerita

Diskusi dengan Tokoh Agama di Merangin Dorong Pemahaman untuk Isu Kesehatan Perempuan

30 Desember 2016
Penulis: admin

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), kehamilan tak diinginkan, kenakalan remaja dan sisi negatif pengaruh teknologi yang semakin tinggi di Merangin, membuat Aliansi Perempuan Merangin (APM) bergerak lebih kuat untuk menyosialisasikan Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Kelompok-kelompok perempuan yang tergabung dalam APM pun bersinergi dengan tokoh agama dalam memberikan pemahaman HKSR kepada masyarakat.

Dukungan Program MAMPU semakin memuluskan kegiatan diskusi rutin APM, yang melibatkan beberapa unsur tokoh agama dan tokoh adat. Dengan demikian, peran perempuan dalam berorganisasi tak dipandang negatif, dan banyak para suami yang akhirnya memahami HKSR untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sis Sumanto, tokoh agama Islam di Merangin sangat mendukung Program APM yang mengangkat permasalahan perempuan untuk dibahas bersama dalam forum diskusi rutin. Menurut Sumanto, pemahaman dasar tentang HKSR ada dalam ajaran agama Islam. Misalnya, masa nifas perempuan dan masa haid perempuan yang harus dihindari suami untuk berhubungan suami-istri, karena akan menimbulkan penyakit baik bagi istri maupun suaminya. Begitu pula dengan berhubungan seks tanpa pengaman, yang bisa memicu banyak penyakit terutama penyakit kelamin.

“Dalam setiap diskusi rutin yang melibatkan masyarakat baik perempuan maupun laki-laki, disinggung pemahaman HKSR kaitannya dengan agama, agar tak ada salah persepsi terhadap aturan agama yang selama ini dipahaminya. Misalnya, ketika seorang suami tidak mengizinkan istrinya melahirkan yang ditangani oleh dokter laki-laki, dengan alasan bukan muhrim. Padahal dalam kondisi yang darurat dan alasan kesehatan hal itu diperbolehkan,” Sumanto menjelaskan.

“Sikap fanatik seseorang yang melakukan sesuatu tanpa dasar ilmu serta menganggap tabu ketika membahas masalah pendidikan seks, bisa merugikan dirinya sendiri. Maka siapapun semestinya bisa bertukar pikiran dan berdiskusi dengan orang yang lebih paham. Diskusi rutin ini adalah wadah yang tepat bagi masyarakat dalam berbagi pemahaman masalah HKSR terkait agama,” tambah Sumanto.

Sumanto dan para tokoh agama yang mendukung Program APM dalam setiap pertemuan tak hanya membahas masalah HKSR semata, akar permasalahan yang memicu terjadinya KDRT pun ikut dibahas. “Masalah peningkatan perekonomian yang wajib dilakukan oleh setiap keluarga, karena jika ekonomi mencukupi, sebuah keluarga akan baik-baik saja dan tak akan timbul gesekan-gesekan yang akan memicu kekerasan dalam rumah tangga. Gizi keluarga pun akan tercukupi,” kata Sumanto.

Sumanto berprofesi sebagai Pengawas Sekolah di TK dan SD di Kecamatan Ranah Pamenang juga menjabat Ketua Muhammadiyah Daerah Merangin sejak 1995, dan tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani serta Majelis Taklim Desa. Banyaknya pengalaman berorganisasi, membuat dirinya sangat memahami HKSR dan hak-hak sosial perempuan. Ia juga mendukung kiprah perempuan dalam beraktualisasi di luar rumah atau bekerja membantu perekonomian keluarga. Bahkan Ia mendukung setiap suami istri untuk berbagi peran dalam menjalankan tugas rumah tangga.

“Perempuan dianjurkan memajukan dirinya sendiri untuk berkarya, tak dilarang berorganisasi. Jika perempuan banyak memahami tentang HKSR dan hal lainnya, pemahaman itu dapat memberi solusi ketika masalah menghampirinya,” ujar Sumanto.

M. Sugianto, Kepala Dusun Tanjung Benuang  yang kerap hadir dalam pertemuan dan diskusi dengan tokoh agama, Ia mengatakan bahwa ketika aturan agama tak tercantum dalam Alquran dan hadis, banyak tokoh agama yang salah persepsi dan tak siap menerima hal baru.

“Misalnya tentang KB, banyak yang menentang karena dianggap menghalangi lahirnya anak. Padahal, KB sebenarnya tak bermaksud membatasi atau menolak kelahiran anak, tetapi menunda hingga orang tua siap untuk mencukupi kebutuhannya. Karena anak lahir juga punya hak untuk dicukupi dari mulai kesehatan, pendidikan, gizi, sandang dan lain-lainnya,” ujar Sugianto.

Sumanto berpesan bahwa sekarang sudah saatnya seluruh elemen masyarakat bergerak untuk memajukan perempuan dan memperoleh hak-hak sosial serta HKSR sehingga dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Ia berharap untuk ke depannya ada banyak tokoh agama perempuan yang ikut bekerja sama dengan tokoh agama laki-laki.