Cerita

Ruslita, Tak Goyah Diterpa Ancaman

25 November 2018
Penulis: admin

Ruslita Makauntung, pendamping korban kasus kekerasan terhadap perempuan dari Posko Lestari di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.

 

Ketika menjadi korban kekerasan, ke mana perempuan bisa mengadu? Di Desa Arakan, Kecamatan Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan, pos komando (Posko) Lestari adalah tempat yang dituju. Di sana pulalah Ruslita Makauntung giat berperan menciptakan ruang aman untuk melawan kekerasan terhadap perempuan.

Posko Lestari hadir di Desa Arakan sejak Desember 2014, tetapi kiprah Ruslita dalam mendampingi korban kekerasan terhadap perempuan sudah dimulai jauh sebelumnya. Pengalaman Ruslita berhadapan dengan kasus kekerasan seksual yang menimpa dua keponakannya pada 2005 membuatnya bertekad mendalami bidang hukum, terutama terkait isu perempuan.

Ruslita bergabung dengan Swara Parangpuan, bagian dari Forum Pengada Layanan, mitra program MAMPU untuk tema pengurangan kekerasan terhadap perempuan, pada 2011. Setelah mengikuti sejumlah pelatihan di Swara Parangpuan, Ruslita mampu menangani kasus-kasus. Semangatnya membesar sejak Posko Lestari berdiri atas inisiatif Swara Parangpuan, dan kemudian mengantungi Surat Keputusan Kepala Desa.

Menurut ibu dua anak ini, sejak berdirinya Posko Lestari, kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) jauh berkurang. Selain menyediakan pendampingan bagi korban, para aktivis di posko rajin melakukan sosialisasi peraturan-peraturan tentang perlindungan perempuan dan anak. Para lelaki di desa kini menyadari, ada risiko hukum yang mengintai ketika mereka melakukan kekerasan pada anggota keluarga perempuan, seperti anak dan istri.

Meski begitu, kata perempuan berusia 49 tahun ini, bukan tak ada kaum laki-laki yang menentang kegiatan posko. Beberapa kali para aktivis dihadang orang-orang yang merasa terganggu.

“Jika mereka mabuk, kami lari saja. Tapi kalau tidak mabuk, kami hadapi. Meskipun datang dengan bawa parang, biasanya mereka curhat,” cerita Ruslita.

 

Melampaui Tentangan dan Tantangan

Masih segar dalam ingatan Ruslita, bagaimana mulanya ia aktif mendampingi korban kekerasan terhadap perempuan.

“‘Ma Ade, bantu saya, Ma Ade, saya sudah malu,’” kenang Ruslita dengan getir, mengingat kata-kata keponakannya, yang saat itu berusia 13 tahun. Tak hanya gadis itu yang mengalami kekerasan seksual  pada 2005, namun juga sang adik, yang masih berusia lima tahun.

Ruslita dan suami pun turun tangan, membawa pulang kedua keponakan mereka dan melaporkan kejadian itu ke polisi. Pelaku pun segera ditahan dan diproses ke jalur hukum. Namun, perkara belum selesai di sana. Ternyata, keluarga pelaku memberi uang berjumlah Rp2,5 juta kepada orang tua korban.

“Saya menangis karena ibu dan bapak mereka malah tak bantu. Mereka marah karena saya tetap bersikeras untuk maju sidang,” tutur Ruslita.

Meski saat itu ia merasa buta hukum, permohonan sang keponakan meneguhkan perempuan yang sehari-harinya berjualan sembako dan memproduksi olahan ikan ini. Ia tak gentar menghadapi tekanan sepanjang proses hukum berlangsung, termasuk saat keluarga pelaku menawarinya uang Rp5 juta agar ia mundur. Akhirnya, pelaku dihukum 10 tahun penjara.

Kini, dengan adanya Posko Lestari, Ruslita dan rekan-rekannya memiliki ruang untuk memberikan pendampingan yang lebih luas dan beragam. Ketika terjadi kasus pemerkosaan, para aktivis posko akan langsung mendatangi korban tanpa diminta. Sementara itu, untuk kasus KDRT, mereka menunggu laporan korban.

Saat KDRT terjadi dan sang istri melapor, ada beberapa solusi yang mereka tawarkan. Jika sudah tidak mau rukun, lebih baik berpisah. Tetapi kalau masih bisa dipertahankan, mereka harus berubah.

“Setelah itu, mereka bikin surat pernyataan. Kalau tidak mau, kami akan serahkan pelaku ke Polres,” kata Ruslita.

Bagaimanapun, Ruslita mengakui, pendampingan yang dilakukannya lewat posko tak selalu mulus. Kerap kali keluarga awalnya menggebu-gebu melaporkan pelaku, tapi begitu proses hukum berjalan, mereka malah mengendur dengan berbagai alasan, termasuk kekhawatiran soal uang untuk membayar pendamping kasus dari posko.

Ia juga pernah mengalami dilema, ketika yang menjadi pelaku kekerasan adalah keponakannya sendiri. Meski dicecar karena dianggap tidak berpihak pada keluarga sendiri, Ruslita tetap teguh menempuh jalur hukum, yang berujung pada vonis kurungan bagi pelaku.

“Saya tetap pada prinsip saya, yaitu harus berpihak pada korban,” pungkas Ruslita, tegas.