Cerita

Sri Bulan, Cahaya dari Wringinanom

12 November 2018
Penulis: admin

Seperti namanya, Sri Bulan ibarat cahaya bagi orang-orang di sekitarnya. Pengalamannya sebagai penyintas kanker telah menguatkannya untuk mendukung banyak orang dalam mengakses layanan kesehatan dasar.

Perempuan asal Wringinanom, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, ini setia mendampingi warga dalam menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional Penerima Bantuan Iuran (JKN-PBI). Tak hanya membantu mengurus pendaftaran dan memastikan kartu peserta sampai di tangan mereka, Bulan juga sering menemani pasien hingga mendapatkan kamar rawat inap. Sosoknya yang periang pun tak lagi asing bagi banyak perawat dan dokter di RS Ibnu Sina, Gresik, dan RS Dr. Soetomo, Surabaya.

Semangat Bulan yang seolah tak pernah padam itu mulai terbit kala ia bergabung dengan Sekolah Perempuan pada April 2014. Di lembaga pendidikan nonformal yang digagas Institut KAPAL Perempuan, mitra MAMPU untuk tema akses kepada perlindungan sosial, itulah Bulan belajar banyak hal baru.

“Saya jadi mengerti apa itu partisipasi gender, kemerdekaan, bergaul dengan banyak orang,” kata perempuan berusia 29 tahun ini. Kepercayaan diri Bulan pun kembali berpendar, setelah melalui masa-masa pemulihan kanker yang menantang.

Perjuangan Bulan melawan kanker dimulai pada 2009. Kala itu ia masih tinggal bersama sang suami yang seorang perokok. Kamar yang selalu dipenuhi asap rokok akhirnya membuat Bulan kesulitan bernapas dan sering mimisan.

Suatu hari ketika sedang mandi, ia menemukan benjolan di lehernya. Hasil pemeriksaan di klinik menyatakan bahwa benjolan itu adalah kelenjar yang membengkak.

“Benjolannya memang tidak sakit. Tapi ketika pilek, hidung saya mengeluarkan darah. Saya minum obat, bengkaknya malah makin besar,” kenangnya.

Bulan kemudian memeriksakan diri ke RS Reksowaluyo, Mojokerto, di mana ia kemudian menjalani biopsi. Hasilnya, ibu satu anak itu didiagnosis positif kanker nasofaring stadium empat, dan dirujuk ke RS Dr. Soetomo Surabaya.

Di tengah keadaan tersebut, Bulan juga mengalami penelantaran dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya, yang dinikahinya saat berusia 17 tahun. Selain tak menafkahi keluarga, sang suami juga tidak sepeser pun membiayai pengobatan Bulan. Demi bisa berobat, Bulan harus mengurus pembuatan Surat Pernyataan Miskin, karena kartu Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) miliknya hilang.

“Biaya pengobatan memang gratis, tapi tetap butuh uang untuk transportasi bolak-balik ke rumah sakit dan untuk makan. Semua biaya itu bapak saya yang mengeluarkan. Bapak sampai menjual sapi dan kambing,” tutur Bulan, yang kini tinggal bersama orang tuanya.

Sementara itu, pengobatan radioterapi dan kemoterapi sempat membuat kondisi tubuh Bulan melemah. Selain bobot tubuh, kemampuan bicara, mendengar, dan berpikirnya pun menurun. Rasa rendah diri yang menyelimutinya membuat Bulan enggan meninggalkan rumah.

 

Mulai Kembali Bersinar

Berkegiatan di Sekolah Perempuan membawa Bulan keluar dari sarangnya. Bermula dari rajin menuliskan data anggota sekolah, keterampilannya meningkat hingga mampu mendokumentasikan data feminisasi kemiskinan di dusunnya. Ia juga ikut mementaskan Tari Javen dalam rangka perayaan HUT RI ke-70 atas undangan Pemerintah Kecamatan Wringinanom.

Secara khusus, Bulan tertarik dengan materi perlindungan sosial, terutama terkait jaminan kesehatan. Menurutnya, banyak orang sakit yang berputus asa, tidak mau berobat karena biayanya mahal sampai akhirnya berpulang.

Berbekal pengetahuan baru dari Sekolah Perempuan, Bulan mulai menyebarkan informasi seputar perlindungan sosial untuk kesehatan di lingkungan sekitarnya. Meski awalnya ia tak dipercaya, karena warga menilai kartu Jamkesmas hanyalah kartu biasa, lambat laun mereka mulai menggunakan kartu tersebut untuk berobat. Kegigihan Bulan kemudian membuatnya ditunjuk sebagai pendamping bagi anggota Sekolah Perempuan untuk melakukan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) di RS Ibnu Sina, Gresik.

Proses panjang yang pernah dilaluinya untuk mendapatkan kartu JKN-PBI menjadi bekal keteguhan langkah Bulan, agar perempuan-perempuan lain di sekitarnya juga dapat mengakses layanan kesehatan dasar.

“Perempuan penting memiliki JKN agar terjamin kesehatannya. Perempuan Indonesia harus sadar kalau ini adalah pemenuhan hak dasar bernegara agar warga Indonesia sehat,” tegas perempuan yang dinyatakan terbebas dari kanker pada Agustus 2017 ini.

Pendar semangat itu terus mewarnai hari-hari Bulan hingga akhir hayatnya. Bulan berpulang pada Jumat, 24 Agustus 2018, saat senja menjelang.

Selamat jalan, Sri Bulan. Perjuanganmu mendampingi sesama akan senantiasa dikenang.