Kegiatan

 

MAMPU Dukung Bappenas dan KPPPA Bersinergi & Berkolaborasi dengan Pemda dan OMS untuk Pencegahan Perkawinan Anak

27 Oktober 2020
Penulis: Amron Hamdi

Peluncuran STRANAS Pencegahan Perkawinan Anak Februari 2020

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, didukung oleh Program MAMPU, mengadakan konferensi nasional bertajuk “Sinergi dan Kolaborasi dalam Pencegahan Perkawinan Anak” pada 2 September 2020. Konferensi yang diselenggarakan secara daring ini bertujuan untuk menyampaikan informasi terkait Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) kepada pemerintah daerah dan jaringan organisasi masyarakat sipil.

Pembukaan konferensi dihadiri Aedan Whyatt – Counsellor (Kemiskinan dan Pembangunan Sosial), Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia dan Subandi Sardjoko – Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Bappenas. Subandi menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor yang melibatkan institusi pemerintah dan non pemerintah dalam menjamin keberhasilan upaya penurunan angka perkawinan anak di Indonesia.

Sesi pertama konferensi dibuka oleh Woro Srihastuti Sulistyaningrum – Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga, BAPPENAS, yang menyampaikan tentang masih tingginya perkawinan anak di Indonesia, yaitu sebesar 10,82% (2019). Angka ini diproyeksikan menurun menjadi 8,74% di tahun 2024 (RPJMN 2020-2024) dan 6,94% di tahun 2030 (SGDs Goal 5). Sebab itu, masih dibutuhkan kerja keras kolektif untuk memastikan dicapainya sasaran tersebut.

Sesi ini juga mendiskusikan temuan penelitian yang dilakukan oleh Program MAMPU bersama University of Melbourne tahun 2020, yang menunjukkan bahwa perkawinan anak berdampak pada pendidikan, kesehatan, dan ekonomi anak perempuan dan laki-laki korban perkawinan anak.

“Salah satu temuan penelitian menunjukkan bahwa anak yang menunda usia perkawinannya, memiliki peluang untuk berpartisipasi 1,6 -1,8 tahun lebih lama dalam pendidikan dan memiliki upah 20-25 persen lebih tinggi dibandingkan jika menikah di usia anak,” jelas Woro. “Perkawinan anak juga meningkatkan risiko bayi meninggal dalam kurun waktu 12 bulan, dan mengalami stunting jika mereka bertahan hidup,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, hadir Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan, KPPPA, Rohika Kurniadi Sari yang menyampaikan bahwa pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan di tingkat nasional dan perlu didukung dengan rencana aksi di daerah masing-masing. Sebagai koordinator teknis pelaksanaan Stranas PPA, Kemen PPPA akan memperkuat sinerginya dengan Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak.  “Kita perlu mendorong keikutsertaan berbagai pihak, terutama dari Forum Anak, Pusat Pembelajaran Keluarga/PUSPAGA, Sekolah Ramah Anak, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam meningkatkan kesadaran akan bahaya perkawinan anak” ujarnya.

Konferensi ini juga mengundang narasumber dari berbagai daerah yakni Dinas PPPA tingkat Provinsi Sulawesi Selatan, Bappeda Jawa Barat, tokoh agama dan masyarakat, serta organisasi masyarakat sipil (CSO) mitra MAMPU yang mewakili masyarakat di tingkat akar rumput, seperti: Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Yayasan Kesehatan Perempuan, Yayasan BaKTI, dan Muhammadiyah. Selama ini, CSO tersebut secara aktif bekerja untuk pencegahan perkawinan anak bersama Program MAMPU di 700 desa yang tersebar di 90 kabupaten/kota dari 27 provinsi di Indonesia.

***