Kegiatan
Meningkatkan Kesadaran Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Kemampuan Ekonomi Lewat Komunitas Balai Sakinah
6 Mei 2018Penulis: admin
Pemberdayaan Perempuan
“Agar Perempuan Sehat Fisik, Sosial, dan Ekonomi”
Sebelum tergabung dalam tim MAMPU, perempuan yang akrab disapa sebagai Bidan Riris ini, sehari-hari melayani keluhan seputar kesehatan di rumah yang sekaligus menjadi tempat prakteknya. Selain itu, Riris juga menjalankan perannya sebagai anggota Majelis Kesehatan di Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah Kranji, Lamongan. Tahun 2012 menjadi langkah awal bagi Riris untuk ikut serta melakukan edukasi kesehatan reproduksi pada semua perempuan di lingkungannya.
“Awalnya tidak ada motivasi khusus di benak saya dalam mengikuti kegiatan ini, tetapi seiring dengan perkembangan kegiatan ini, saya merasa terpanggil untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi” ujar Riris.
Dari penelitian yang dilakukannya dengan tim pada 2012, Riris menemukan perempuan di lingkungannya yang berlatar belakang ekonomi rendah rata-rata memiliki tingkat pengetahuan dan kepedulian tentang kesehatan reproduksi yang juga rendah.
“masyarakat di kelompok ini kurang bisa berinteraksi dengan orang lain, masih agak tertutup dan kurang membaur dalam komunitas yang ada di masyarakat seperti pertemuan PKK, pengajian dan lain- lainnya. Sehingga berpengaruh pada rendahnya informasi yang didapat, dan menyebabkan rendahnya pengetahuan ibu khususnya tentang kesehatan reproduksi, yang berimbas pada kurangnya kepedulian perempuan miskin terhadap masalah kesehatan reproduksi yang dihadapinya,” kata Riris.
Dari situlah Riris mulai melakukan pendekatan personal. Awalnya, sosialisasi Riris mengenai kesehatan reproduksi terbatas pada perempuan yang sering datang memeriksakan diri padanya dan mereka yang paling dekat di lingkungannya. Melalui program MAMPU, Riris bersama dengan tim kemudian mulai membentuk komunitas yang dinamai BSA-QT (Balai Sakinah ‘Aisyiyah-Qoryah Thayyibah). Sebuah wadah agar Perempuan Usia Subur (PUS) bisa berinteraksi dan melakukan kegiatan yang mendorong pada penyadaran hak kesehatan reproduksi. Di sini, kegiatan sosialisasi dilakukan lebih terorganisir melalui perencanaan matang dengan target diikuti sebanyak 90 PUS.
Mengenalkan komunitas sebagai forum untuk penyadaran kesehatan reproduksi pada 90 PUS bukan perkara mudah. Riris mengalami berbagai kendala selama proses sosialisasi. Warga yang terbiasa dengan program yang mengimingipemberian uang terlanjur membawa persepsi itu saat menghadiri pertemuan perdana April, 2014 lalu. Begitu Riris menyampaikan bahwa komunitas ini dibentuk untuk meningkatkan derajat kesehatan perempuan, angka kehadiran PUS pada pertemuan berikutnya turun drastis. Keadaan itu tidak menyurutkan tekad Riris. Bersama tim, Riris membidik kelompok PUS lainnya dan terus menerus mempromosikan isu-isu kesehatan reproduksi pada berbagai kelompok dan pentingnya sebuah wadah. Riris melibatkan banyak pihak dalam usahanya seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat, Kepala dan Aparat Desa, Tim Penggerak PKK Desa dan Pemberi Layanan Kesehatan.
Usaha itu berbuah manis dan penuh harapan. Seiring dengan berjalannya sosialisasi, PUS diluar target berdatangan dan meminta diikutsertakan dalam komunitas agar bisa mengikuti kegiatan. Menurut Riris, antusiasme itu hadir karna PUS yang sudah masuk dalam komunitas menyampaikan informasi positif mengenai kegiatan yang mereka lakukan di komunitas. Riris mengaku tidak kuasa menolak permintaan tersebut. Sampai saat ini, mereka dilibatkan di komunitas dalam berbagai forum sosialisasi dan pelatihan. Jumlah PUS yang terlibatpun jauh melebihi taget awal.
Di komunitas, Riris menggunakan berbagai metode sosialisasi untuk membangun kesadaran. Bertukar pengalaman menurut Riris adalah metode paling efektif dalam sosialisasi ini. Melalui proses ini, PUS diajak untuk membiasakan diri berbicara di depan orang lain. Dengan metode ini pula Riris berhasil memancing PUS untuk menceritakan keluhan kesehatan reproduksi yang dialaminya. PUS cenderung lebih terbuka dan percaya diri untuk berbagi ketika bertemu dengan rekan yang memiliki masalah yang sama. Efek yang paling terlihat dari metode ini adalah kepercayaan diri PUS yang semakin bertambah. PUS lebih berani mengutarakan permasalahan dan menaruh kepercayaan padanya untuk konsultasi. Selain itu, minat PUS untuk melakukan pemeriksaan dini kanker servikspun meningkat setelah kegiatan di komunitas ini berlangsung.
Riris berharap kegiatan ini tidak hanya bisa membangun kesadaran kesehatan reproduksi. Mengingat rendahnya tingkat ekonomi PUS, Riris berharap komunitas bisa menjadi forum untuk pemberdayaan ekonomi. Untuk mewujudkannya, Riris melobi Dinas Perikanan setempat agar memberikan pelatihan pengolahan ikan sesuai potensi lokal Lamongan sebagai masyarakat pesisir.
“Sudah terealisasi pembinaan dari Klinik Iptek Mina Bisnis Lamongan yang memberikan cara pengolahan ikan sehingga dapat meningkatkan nilai jualnya. Kami juga mengirim PUS sasaran untuk mengikuti pelatihan pengolahan ikan di Lamongan yang diadakan oleh Deperindag. Ke depan akan terus saya kembangkan jejaring yang lebih luas untuk lebih meningkatkan ekonomi komunitas.” Ujar Riris.
Upaya itu mulai memperlihatkan hasilnya. Kini, beberapa PUS di komunitas yang mengikuti pelatihan berhasil membantu ekonomi keluarga dengan berjualan produk dan jasa berupa Jamu, kue donat, bros, abon ikan, pengemasan makanan, dan pembuatan mahar pengantin. Riris berharap, usaha yang saat ini ditempuhnya bersama tim tetap berlanjut meskipun program MAMPU selesai. Harapan terbesarnya dari program ini adalah perempuan Kranji sehat fisik, sehat sosial dan sehat ekonomi. Menjadi wanita hebat yang berdiri sejajar dengan laki – laki hebat.