Cerita

Tidak Ada Demokrasi Tanpa Perempuan

6 Mei 2018
Penulis: admin

Aktivis Perempuan Sulsel mengusung 10 Agenda Politik Perempuan dalam memperingati IWD

Ratio keterwakilan perempuan dalam parlemen masih rendah, ketentuan 30%  keterwakilan perempuan di parlemen belum terakomodasi sepenuhnya. Hasil Pemilu 2004 Anggota Parlemen Perempuan tercatat 12 % dan Pemilu 2009  hanya 18 %. Hal ini berarti bahwa perempuan belum sepenuhnya terwakili baik dalam menentukan kebijakan politik ataupun kehadirannya dalam dunia politik.

MAKASSAR — Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia (International Women Day) bertema Indonesia Beragam, sejumlah tokoh perempuan Sulawesi Selatan melakukan aksi bersama dengan membawa spanduk bertuliskan “Tidak ada Demokrasi Tanpa Perempuan”.

Aksi dirangkaikan dengan gerak jalan santai, yang dilepas oleh Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, didampingi Walikota Terpilih, Mohammad Ramdhan Pomanto, mendapat perhatian dari masyarakat yang melewati Pantai Losari. Selanjutnya  joged bersama, di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sabtu (8/3/2014).

Hadir dalam aksi tersebut Ketua PKK Kota Makassar, Aliyah Mustika, Majelis Ta’lim seKota Makassar. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Makassar Norma Bakir, caleg Nasdem Rahmatika Dewi, Anggota Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Sulsel, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, jaringan perempuan FIK Ornonp Sulsel, YKM, ICJ, KIPAS, BaKTI, JASS, dan forum wartawan perempuan (Forwap) Sulsel.

Zohra Andi Baso yang juga pimpinan Forum Pemerhati Masalah Perempuan Sulsel (FPMP) mengatakan bahwa perempuan menginginkan teman-teman caleg lebih memperjuangkan ideologi gerakan perempuan, agar perempuan bisa memahami haknya, seperti perlindungan sosial, hak politik perempuan dan lain-lain.

Perempuan harus berupaya dan melakukan gerakan untuk memajukan  keterlibatan perempuan dalam politik. Para caleg yang nantinya terpilih diharapkan dapat betul-betul bersuara tentang keadilan dan kepekaan  menanggapi isu-isu seputar perempuan, ungkap Sohra.

Di kesempatan yang sama, aksi perempuan Indonesia Beragam mendeklarasikan 10 agenda politik, antara lain; 1) pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan seksualitas, 2) pemenuhan hak atas pendidikan terutama pendidikan perempuan, 3) penghentian kekerasan terhadap perempuan, 4) penghentian pemiskinan perempuan dan kelompok marginal melalui perlindungan sosial, 5) perlindungan perempuan dalam situasi konflik, bencana, serta pengelolaan sumber daya alam, 6) pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak bagi perempuan, 7) perlindungan atas kebebasan berkeyakinan dan beragama, 8) hak politik perempuan, 9) penghapusan produk hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas, dan 10) penghentian korupsi.

Koordinator Aksi Indonesia Beragam Sulawesi Selatan Marcelina May mengungkapkan bahwa 10 agenda politik yang diusung oleh kelompok perempuan untuk mengawal caleg perempuan memperjuangkan hak-hak perempuan di parlemen nantinya. Selain itu juga aksi ini akan didesiminasikan ke beberapa universitas di Makassar untuk mengajak semua elemen masyarakat termasuk didalamnya caleg, kelompok komunitas, mahasiswa dan tokoh masyarakat,  harapannya bukan menjadi gerakan kita saja, tapi menjadi gerakan bersama dengan masyarakat.

Lusia Palulungan dari Yayasan BaKTI mengatakan bahwa secara khusus BaKTI akan mendukung bersama-sama memantau kegiatan tersebut, setelah pemilu bisa menjadi kebijakan responsif yang di usung untuk mewujudkan 10 agenda politik ini (al).