Cerita
Anggota Termuda HomeNet Surabaya Berbagi Pengalaman Berorganisasi
30 Desember 2016Penulis: admin
“Mbak Ita” begitu biasanya para tetangga memanggilnya. Tubuhnya kecil, murah senyum dan selalu menyapa siapa saja yang ditemuinya. Wanita bernama lengkap Ita Handayani ini sehari-harinya bekerja melipat kertas di percetakan yang memproduksi buku yasin, kamus dan lain-lain, serta berjualan sosis, nugget dan sejenisnya. Selain itu, istri dari Abdul Khafid ini terkadang juga ikut mengambil garapan memipihkan ceker untuk keripik ceker. Di sela-sela kesibukannya, Mbak Ita acap kali menerima pesanan membuat hantaran nikahan. Tidak cukup hanya empat pekerjaan tersebut, Mbak Ita juga sering “momong” anak tetangga ataupun saudaranya.
“Sudah lebih dari 3 tahun saya menikah, namun hingga kini belum diberi amanah oleh Allah seorang anak. Kata orang Jawa dulu, supaya bisa cepat punya anak, harus momong anak orang lain sebagai pancingan”, tutur Mbak Ita.
Dibandingkan dengan anggota HomeNet Surabaya lainnya, Mbak Ita tergolong paling muda usianya. Namun bukan berarti perempuan yang lahir pada tanggal 23 Juli 1988 ini menjadi “anak bawang” di organisasi. Sejak bergabung dalam kelompok Persatuan Perempuan Mandiri 2 kelurahan Lontar yang diketuai Ibu Yanus Dwi S, Mbak Ita selalu rajin menghadiri setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi. Mbak Ita juga mendapat kepercayaan menjadi salah satu pengurus di kelompoknya. Pada kegiatan Temu Pimpinan tingkat Surabaya dan sekaligus deklarasi pembentukan HomeNet Surabaya, Mbak Ita yang hadir menjadi delegasi dari kelompoknya, mendapat kepercayaan sebagai koordinator kecamatan Sambikerep dalam kepengurusan HomeNet Surabaya.
Sejak saat itu, perempuan lulusan SMK ini semakin aktif di organisasi yang digelutinya. Bersama Ibu Yanus Ketua HomeNet Surabaya, Mbak Ita mempelopori pembangunan usaha produksi organisasi di kelurahan Lontar. Tidak hanya menjadi pencetus dalam ide dan konsep, Mbak Ita ambil bagian aktif dalam rencana tersebut sebagai petugas yang memproduksi produk kelompok. Dengan kemampuannya merajut, Mbak Ita menawarkan diri mengajari beberapa ibu yang berminat dan memiliki bakat merajut.
“Jika hanya saya saja yang merajut, hasil yang diperoleh hanya sedikit. Tapi jika banyak yang bisa merajut kan enak, hasilnya bisa banyak”, paparnya.
Selain itu, Mbak Ita juga mempelopori kerapian administrasi keuangan organisasi di Lontar. Setelah mendapatkan materi tentang pentingnya tertib administrasi dan keuangan organisasi, Mbak Ita mulai membeli buku untuk mencatat setiap keluar-masuknya uang kas organisasi.
Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) yang diselenggarakan oleh MWPRI (Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia) di Lontar memberikan banyak manfaat dan perubahan pada diri Mbak Ita.
“Tidak hanya memperoleh banyak teman baru dan pengetahuan baru yang saya peroleh, saya juga mendapatkan pengalaman baru. Sebelum ada kelompok Persatuan Perempuan Mandiri di Lontar, saya tidak pernah ikut dalam organisasi apapun. Buat apa pikir saya? Namun, setelah bergabung dalam kelompok Persatuan Perempuan Mandiri 2, saya menjadi semangat berorganisasi. Bahkan aktif sebagai pengurus”, kata Mbak Ita.
Perubahan dan keaktifan Mbak Ita ini, diamati pula oleh Ibu Yanus. Ia menilai Mbak Ita sebagai orang yang rajin bekerja.
“Sejak dipercaya menjadi koordinator kecamatan, sregep (rajin) diajak keliling ke rumah ibu-ibu satu per satu untuk mengajak mereka hadir dalam pertemuan kelompok. Mbak Ita juga gak eman, menyempatkan waktunya 1-2 jam hampir setiap hari kumpuldi rumah saya untuk merajut sambil ngalor-ngidul membicarakan perkembangan organisasi jika ada masalah, juga mencatat setiap pengeluaran dan pemasukan kas”, testimoni Ibu Yanus.
Ia juga menambahkan bahwa Mbak Ita rajin mempromosikan produk kelompok ke tetangga sekitar rumahnya dan saudara-saudaranya, sehingga banyak yang membeli produk tersebut lewat Mbak Ita.
Ditulis oleh: Ulfatur Rosyidah (Fasilitator Lapangan MWPRI)