Kegiatan
Menggali Permasalahan Kerja Layak bagi Perempuan di Sektor Informal di IDF 2019
7 Oktober 2019Penulis: Amron Hamdi
Empat mitra MAMPU yaitu BITRA, Migrant CARE, PEKKA, dan TURC berbagi informasi tentang ragam kerentanan yang dihadapi perempuan dalam mengakses pekerjaan dan bekerja di sektor informal pada sesi khusus MAMPU di Indonesia Development Forum 2019 (IDF2019) yang berjudul “Kerja Layak bagi Perempuan di Sektor Informal”. Sesi yang berlangsung pada 23 Juli lalu ini juga menawarkan ragam solusi alternatif untuk mendukung kerja layak bagi perempuan di sektor informal.
Dimoderasi oleh Andriko Otang dari TURC, sesi dibuka oleh Erika Rosmawati (BITRA) yang bercerita tentang Kebakaran Pabrik Korek Api di Binjai dan Pabrik Kembang Api di Asemka yang menelan korban jiwa, untuk menggambarkan mirisnya kondisi pekerja rumahan di Indonesia. Rosmawati juga memaparkan hasil survei tentang kondisi pekerja rumahan yang dilakukan oleh BITRA, Yasanti, TURC dan MWPRI di 29 kabupaten, di 7 provinsi, yang melibatkan 5.300 pekerja rumahan. Hasil survey memperlihatkan kenyataan bahwa pekerja rumahan bekerja 58 jam/ minggu dan berpenghasilan rata-rata Rp.100.000/ bulan, dimana 96% dari mereka tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan dan 95 % tidak memiliki BPJS Kesehatan. Mereka harus menyediakan peralatan kerja sendiri, dan 97% dari peralatan kerja yang dimiliki, tidak aman. Kondisi ini diperburuk dengan kenyataan bahwa 92% dari pekerja rumahan tidak memiliki kontrak kerja tertulis.
Potret kerentanan lain disampaikan oleh Nani Zulminarni dari Yayasan PEKKA, yang berbicara tentang perempuan kepala keluarga berdasar hasil survei PEKKA bersama SMERU. Survei tentang Sistem Pemantauan Kesejahteraan Berbasis Komunitas (SPKBK, 2012) ini dilaksanakan di 111 desa, di 17 propinsi wilayah kerja PEKKA. Hasil survei memperlihatkan bahwa 1 dari 4 keluarga dikepalai oleh perempuan, dan 71% keluarga kesejahteraan terendah adalah keluarga yang dikepalai perempuan, dengan pendapatan dari kerja informal rata-rata mencapai Rp 10,000/ hari. 57 % perempuan kepala keluarga buta huruf. Hanya 41% perempuan mencatatkan pernikahannya dan ketika bercerai dan menyandang status janda, perempuan kepala keluarga umumnya mengalami diskriminasi. Sebanyak 78% perempuan yang bercerai pernah mengalami KDRT.
Wahyu Susilo dari Migrant CARE memotret kerentanan perempuan di sektor informal dari sudut pekerja migran. Dari 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri, 62% adalah perempuan (World Bank, 2017). Mereka rentan terhadap praktik perekrutan illegal, dan bahkan perekrutan yang dilakukan oleh kelompok teroris. Mereka juga rentan terhadap praktik perdagangan manusia, pemerasan, pelecehan seksual dan kekerasan selama bekerja. Mereka bekerja dengan jam kerja panjang dan pendapatan rendah.
Sesi MAMPU di IDF 2019 ini berlanjut dengan diskusi tentang solusi inovatif berdasarkan kerja-kerja yang telah dilakukan BITRA, PEKKA maupun Migrant CARE, seperti pembentukan kelompok pekerja rumahan, penguatan kepemimpinan perempuan kepala keluarga melalui pemberdayaan ekonomi, serta pendekatan berbasis desa (DESBUMI) untuk meningkatkan perlindungan buruh migran.