Cerita
Sri Kaeni: Bidan Teladan Desa Bedingin
11 Mei 2018Penulis: admin
Sri Kaeni, seorang bidan di desa Bedingin, Jawa Timur yang serius mengampanyekan pentingnya melakukan tes Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) untuk deteksi dini kanker. Keseriusannya ini juga ia tuangkan dalam tulisan bertajuk “Desa Siaga Kanker Serviks” yang membawanya meraih predikat Bidan Desa Teladan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan. Di dalam tulisan ini, ia menjelaskan tentang kegiatan Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) yang berhasil mengajak perempuan untuk melakukan tes IVA.
Ia menuturkan bahwa sebelum berlangsung program ‘Aisyiyah‐MAMPU, hanya sekitar 4 sampai 5 orang perempuan yang mau melakukan tes IVA di wilayahnya. Namun, setelah program tersebut hadir di Bedingin, jumlah peserta tes IVA meningkat hingga 122 orang dalam setahun. Dengan dukungan program ‘Aisyiyah-MAMPU, Ia terus memberikan sosialisasi dan mengajak masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker mulut rahim melalui tes IVA maupun Pap Smear.
Tekadnya untuk membantu masyarakat desa khususnya masyarakat miskin, semakin kuat sejak ia aktif berperan dalam kegiatan ‘Aisyiyah‐MAMPU di Bedingin. Ia bahkan memiliki inisiatif untuk mengadakan pembiayaan tes IVA secara gratis bagi perempuan di desanya melalui dana desa siaga atau dana inisiatif pemerintah desa Bedingin.
Dana desa siaga ini merupakan hasil iuran dari setiap kepala keluarga sebesar Rp. 1.000,‐ per bulan bersamaan dengan penarikan rekening listrik. Dana ini dialokasikan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara mandiri. Di antaranya adalah untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita, biaya pembinaan kader posyandu di wilayah bagian barat (Bedingin, Kedungdadi, Sidobogem, Pangkatrejo, dan Lebak Adi), dana konsumsi untuk Posyandu Lansia, subsidi IVA gratis untuk masyarakat miskin dan Tunjangan Hari Raya (THR) Kader Posyandu.
Dana desa siaga ini diadakan karena dana pembiayaan kegiatan posyandu tidak mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat sekitar. Alokasi anggaran PMT dari pemerintah per anak atau balita hanya sebesar Rp. 2.500,-, dan hanya diberikan setahun 2 atau 3 kali saja. Sedangkan alokasi dari Anggaran Dana Desa (ADD) hanya Rp. 500.000,‐ per tahun.
Tak hanya aktif mengadakan berbagai macam program kesehatan untuk masyarakat di Bedingin, Sri juga ulet dan terampil dalam menangani pasien. Keuletannya ini mengundang perhatian dari Dinas Kesehatan. Ia pun terpilih sebagai salah satu bidan desa yang menerima bantuan mobil sehat dari Bupati Lamongan pada Mei 2014. Fasilitas mobil sehat tersebut diberikan sebagai apresiasi terhadap kinerja Sri dan pemerintah desa setempat yang terus berupaya meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
“Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke Bedingin. Apalagi saat itu jalan dari Puskesmas Sugio ke Bedingin kondisinya rusak. Pengguna jalan harus memutar ke arah Sidomlangean. Saya harap mobil sehat ini dapat membantu masyarakat untuk menggunakan akses kesehatan di Bedingin,” ujarnya.
Saat ini, ia juga aktif sebagai pembina Kelompok Pendukung (KP) ASI BSA Khadijah, Desa Bedingin. Ia membagi program KP ASI dalam dua kelas, yakni program kelas hamil dan program kelas menyusui. Pada kelas hamil, ibu hamil diajak untuk melakukan gerakan senam ringan, cara merawat payudara, dan memelihara gizi ibu hamil. Sedangkan pada kelas menyusui, ibu menyusui diajak untuk selalu memberikan ASI eksklusif dan perawatan paska persalinan. Pada program tersebut, ia juga melibatkan keluarga pasien agar mereka ikut mendukung keberhasilan ASI eksklusif pada bayi. Ia selalu mengunjungi rumah pasien yang masih dalam pengawasannya. Dalam kunjungannya itu, ia mengajarkan cara menyusui yang benar dan melakukan pemeriksaan medis seperti mengukur tensi, memeriksa kondisi rahim dan sub-involusio (memastikan kembalinya fungsi organ rahim).
Pada saat mengampanyekan program ASI eksklusif, sebagian warga khususnya ibu yang aktif bekerja, kerap keberatan untuk mengikuti program tersebut. Waktu bekerja yang lama dan waktu istirahat yang minim cukup menyulitkan mereka untuk menyediakan ASI bagi bayi mereka.
Terkadang, ia pun harus beradu pendapat dengan keluarga pasien, contohnya adalah Marpuah, salah satu nenek dari bayi yang dirawat Sri.
“Pada awalnya saya khawatir, cucu saya menangis terus, badannya hangat karena sudah dua hari ibunya kesulitan memberikan ASI”, ungkap Marpuah.
Situasi seperti inilah yang seringkali dihadapi olehnya. Tetapi hal ini tidak menyurutkan niatnya untuk mengampanyekan ASI ekslusif. Ia memberikan pengertian pada Marpuah bahwa sang ibu harus tetap berusaha memberikan ASI ekslusif dan jangan menyerah agar bayinya memperoleh gizi yang cukup.
Demi menumbuhkan kesadaran masyarakat akan kesehatan reproduksi dan pentingnya ASI eksklusif, ia aktif menjalin komunikasi dengan pemerintah desa, Puskesmas dan Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah. Sebagai bentuk dukungan untuk menggalakkaan ASI ekslusif, Puskesmas dan Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah memberikan penghargaan dan bingkisan kepada anggota Balai Sakinah ‘Aisyiyah di Bedingin yang berhasil memberikan ASI ekslusif.
“Sementara ini, kami berikan bingkisan yang sederhana. Harapannya agar ibu‐ibu di sini termotivasi untuk selalu memberikan hanya ASI kepada bayinya. Dengan begitu masyarakat akan semakin sadar bahwa ASI eksklusif sangat penting untuk memenuhi gizi bayi,” paparnya sambil menunjukkan modul‐modul bahan sosialisasi di KP ASI.
Berkat usaha Sri dan Balai Sakinah ‘Aisyiyah, mutu kesehatan masyarakat di wilayahnya semakin baik. Kini, warga desa Bedingin menyadari pentingnya kesehatan reproduksi dan pemeliharaan gizi bayi. Mereka juga dapat menikmati beberapa fasilitas kesehatan seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita, Posyandu Lansia, dan IVA gratis untuk masyarakat miskin. Ke depan, ia berharap agar kegiatan Balai Sakinah ‘Aisyiyah terus berjalan agar dapat membantu pemerintah desa dan bidan dalam meningkatkan kesehatan dan pengetahuan warga di Bedingin.
Ditulis oleh: Niswatin