Cerita
Menanam Sayur di Pekarangan, Memenuhi Kebutuhan Gizi Sekaligus Menanggulangi Kemiskinan
15 Januari 2016Penulis: admin
Syamsiah adalah salah satu pendamping Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) di Desa Bonto Maccini, Kecamatan Sinoa, Sulawesi Selatan. Bersama penduduk Desa Bonto Maccini, kelompok tani, anggota dan kader BSA, Syamsiah mengikuti Sosialisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan Rumah, pada tahun 2015, yang diadakan oleh Badan Ketahanan Pangan Daerah Sulawesi Selatan dan didukung Program MAMPU.
Kegiatan tersebut menginspirasi Syamsiah untuk mengajak anggota BSA dampingannya, yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga, untuk menanam bibit sayur di pekarangan rumah mereka. Ia percaya program penanaman bibit sayur ini dapat berkontribusi dalam pemenuhan gizi keluarga yang terjangkau dan menanggulangi kemiskinan di Desa Bonto Maccini.
Upaya ini diawali Syamsiah dengan mengajak para anggota BSA untuk mengumpulkan plastik dan botol bekas yang bisa dimanfaatkan untuk media pembibitan. Setelah itu, ia bersama dengan beberapa anggota BSA meminta Badan Ketahanan Pangan untuk mengajarkan mereka tata cara pembibitan dan pembuatan pupuk kompos dari sampah dan kotoran binatang.
Setelah beberapa bulan, mereka berhasil memanen kangkung beberapa kali. Sayuran yang mereka panen biasanya mereka jual di pasar dan warung di sekitar rumah. Selain kangkung, beberapa jenis sayuran seperti sawi, pare, dan timun juga ditanam.
Bagi Syamsiah, menanam sayuran di pekarangan rumah memiliki potensi ekonomi.
“Kami bersyukur, dengan dukungan MAMPU dan ‘Aisyiyah, kini kami memahami pentingnya memanfaatkan pekarangan rumah. Bahkan sekarang kami dapat menjual sayur untuk menambah penghasilan keluarga,” kata Syamsiah.
Saat ini, lahan yang digunakan untuk menanam sayuran semakin luas. Para tetangga Syamsiah yang juga anggota BSA, turut menanam sayuran di pekarangan mereka.
Syamsiah sangat puas dengan hasilnya. Pekarangan yang semula tidak digunakannya, kini justru memiliki nilai produktif,
“Sebetulnya di sini tanahnya subur. Sayang, dulu belum dimanfaatkan,” ujarnya.
Pemerintah juga mendukung pengembangbiakan bibit sayur di pekarangan rumah anggota BSA karena dinilai sangat bermanfaat bagi penduduk di Desa Bonto Maccini.
“Kebun bibit ini kami namakan Kebun Bibit Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA), karena pembibitan sayur ini dilakukan oleh para anggota BSA dan hasilnya pun kami bagikan kepada para anggota BSA untuk dijual dan dikonsumsi sendiri. Kami harap dengan adanya Kebun Bibit BSA ini, penduduk di Desa Bonto Maccini dapat memperoleh makanan yang bernutrisi,” ucap Syamsiah.
Syamsiah sangat bersyukur mendapat dukungan Program MAMPU dan ‘Aisyiyah dalam mengembangkan Kebun Bibit BSA ini. Sebelumnya, ia tidak menyadari potensi ekonomi yang dimiliki oleh pekarangan rumahnya. Tahun lalu, ia dan para anggota BSA bahkan tidak memiliki penghasilan tambahan untuk membantu keluarga mereka. Sekarang, berkat pengetahuan yang diperolehnya dari Badan Ketahanan Pangan, mereka kini mengerti cara mengembangbiakan bibit sayur dan membuat kompos organik. Bahkan, setelah melihat kegigihan anggota BSA, para suami mereka kini juga tergerak untuk membantu mengembangkan Kebun Bibit BSA ini. Berkat berbagai dukungan ini, anggota BSA kini dapat menjual sayur hasil pembibitan dengan jumlah lebih besar ke pasar.
“Saya harap Kebun Bibit BSA ini akan semakin berkembang dan membawa manfaat bagi para anggota BSA dan penduduk Desa Bonto Maccini,” ujar Syamsiah.
*Berdasarkan cerita Most Significant Changes yang ditulis oleh Kasmawati, dari Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang digunakan sebagai materi komunikasi.
How can I do that pro-academic-writers.com if they can`t read my writing