Cerita
Ketika Perempuan Saling Mendukung lewat Kelompok Pekerja Rumahan
5 Oktober 2015Penulis: admin
Widi adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama dua orang anaknya di sebuah gang sempit di kota Mojekerto. Akibat himpitan ekonomi, suaminya terpaksa bekerja di kota Surabaya dan hanya pulang seminggu sekali. Ia pun menjadi kepala keluarga di rumah. Selain mengurus dan mendidik anak-anaknya, ia juga bekerja sebagai penjahit topi rumahan. Profesinya sebagai pekerja rumahan ini membuatnya dapat bekerja sembari mengurus anak-anaknya di rumah. Mendengar kisahnya, Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI), mitra MAMPU mendampingi Widi agar hak-haknya terpenuhi.
Rutinitas Widi setiap hari diawali dengan mengantar anak-anaknya sekolah dan mengambil bahan jahitan di Mojokerto. Setelahnya, ia pulang dan menjahit pesanan topi hingga maghrib. Dalam sehari, ia dapat menghasilkan 7 kodi (140) topi. Untuk 1 kodinya dihargai Rp. 5.000,-. Ia harus bekerja selama tujuh hari dalam seminggu untuk memenuhi pesanan jahitan.
Di sela – sela kesibukannya menjahit, ia masih harus memasak dan menjemput anak-anaknya dari sekolah. Lamanya waktu kerja ini kerap menghambatnya untuk melakukan berbagai kegiatan lainnya. Terkadang ia merasa sangat lelah, tetapi semua ini ia lakoni untuk masa depan anak-anaknya.
Ketika bercerita mengenai beban hidupnya, salah satu kawannya menyarankan untuk membentuk kelompok Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) agar para pekerja rumahan memiliki wadah untuk membagi cerita dan saling memberikan solusi untuk permasalahan anggotanya. Secara perlahan, Widi dan para penjahit sepatu dan sandal di desanya membentuk kelompok PPR dengan didampingi Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI). Di PPR inilah, berbagai kegiatan mulai dilaksanakan termasuk juga sosialisasi akan hak-hak pekerja rumahan.
Melalui diskusi dengan beberapa anggota PPR, ia menyadari bahwa upah yang didapatnya masih sangatlah minim. Ia mulai berani meminta upah yang pantas untuk pekerjaan yang dilakukannya. Setelah bernegosiasi dengan atasannya, Widi akhirnya mendapatkan upah yang pantas, keluarganya pun dapat hidup dengan lebih layak.
Widi juga sudah lebih memahami bahwa PPR juga memiliki hak yang sama dengan pekerja pada umumnya dalam hal perlindungan dan keselamatan kerja. Ia juga mulai peka untuk melihat aspek kesehatan dalam bekerja. Kini, ia memakai masker saat bekerja agar serbuk jahitan tidak mengganggu saluran pernapasannya.
Selain aktif mengikuti pertemuan PPR, ia juga menjadi pengurus MWPRI di Mojokerto. Melalui kedua organisasi tersebut ia mengajak sesama pekerja rumahan lain dilingkungannya untuk mulai berorganisasi dan memperhatikan kondisi lingkungan kerjanya. Pekerja rumahan di kota Mojokerto kini lebih mengerti hak-haknya dan aktif dalam berorganisasi. Mereka kini juga telah memiliki wadah untuk membagi cerita dan saling memberikan solusi untuk permasalahan anggotanya.
Selalu semangat, Widi!
Ditulis oleh: Hery Poerdjianto (Fasilitator Lapangan MWPRI)