Cerita
Sry Yuliana, dari Posyandu Memperjuangkan Alokasi Dana Desa untuk Perempuan
8 April 2016Penulis: admin
Siapakah yang pertama kali didatangi perempuan hamil di desa? Dia adalah kader posyandu (pos pelayanan terpadu). Tidak hanya perempuan hamil, kader posyandu juga membantu mengurus kesehatan bayi dan balita. Mereka membantu ibu-ibu hamil memeriksakan kesehatannya, memastikan bayi ditimbang dan mendapatkan imunisasi, mendata Pasangan Usia Subur dan sasaran KB, membantu menguruskan surat keterangan miskin sebagai syarat perempuan miskin mendapatkan layanan kesehatan gratis, dan lain sebagainya.
Berdasarkan data yang ada, saat ini terdapat 7.510 orang kader posyandu di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat yang tersebar di 1.502 posyandu. Tiap posyandu dikelola lima orang kader. Mereka membantu warga mengatasi persoalan kesehatan masyarakat sekitar secara intensif.
Salah satu dari kader posyandu itu adalah Sry, sapaan akrab dari Sry Yuliana. Selain sebagai kader posyandu, Sry juga menjadi pengurus di Kelompok Konstituen (KK) Labuhan Haji.
Dalam menjalankan tugasnya, Sry mengalami berbagai peristiwa penting dalam hidupnya. Suatu malam, ia mendapat telepon. Biasanya, telepon di malam hari selalu terkait dengan permintaan pertolongan persalinan. Namun berbeda saat itu, Sry mendapat telepon dari Marsiah (bukan nama sebenarnya) yang menyampaikan perihal kondisinya yang mengalami KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Kepalanya terluka berat dan sekujur tubuhnya biru lebam.
Saat itu juga, Sry mengajak Marsiah untuk datang ke Puskesmas dan mendapatkan perawatan, namun Ia menolak. Keesokannya, Sry kembali meminta Marsiah untuk datang ke Puskesmas dan akhirnya bersedia. Petugas segera melakukan penanganan. Dengan luka kepala yang cukup dalam, Marsiah mendapat 6 jahitan.
Kejadian ini bukanlah yang pertama. Marsiah menjadi tulang punggung keluarga. Dengan 3 orang anak dan suami yang tidak memiliki pekerjaan, ia bekerja serabutan sebagai tukang cuci keliling dan pemecah batu.
Namun Marsiah sering mendapatkan perlakuan kekerasan dari suaminya. Ia pernah dicekik, bahkan dikejar menggunakan parang. Suami Marsiah sebelumnya pernah mendekam di penjara karena kasus KDRT. Tapi akhirnya bebas bersyarat. Tak berselang lama, kekerasan itu kembali terulang.
Setelah mendapatkan perawatan, Sry menemani Marsiah menuju Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polres Lombok Timur untuk melaporkan kejadian itu. Sry mendampingi Marsiah dalam proses peradilan yang panjang, dan pada akhirnya suami Marsiah dijerat 4 tahun penjara.
Pengaduan warga semakin banyak dan beragam tiap harinya, mulai dari kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap perempuan, hingga traficking.
Pemahaman masyarakat yang minim, membuat Sry memikirkan cara membumikan informasi perlindungan perempuan dan anak. Sry teringat sosialisasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dilakukan oleh Yayasan BaKTI yang didukung oleh Program MAMPU.
Program pemberdayaan perempuan dapat diperjuangkan melalui anggaran dana desa. Dari informasi yang sering didengarnya, besaran anggaran untuk satu desa dari pemerintah pusat mencapai 700 juta rupiah. Kemudian, Sry berkoordinasi dengan aparat desa dan PKK.
Bersama KK Labuhan Haji, mereka mulai mengikuti Musrenbang (Musyawarah perencanaan pembangunan) secara rutin. Usulan perlunya sosialisasi KDRT, traficking, dan kekerasan terhadap anak melalui pendidikan anak dan remajapun disampaikan. Selain itu, peningkatan insentif untuk kader juga diusulkan.
Untuk memastikan usulan tertuang dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa, Sry mendatangi aparat desa untuk melihat dokumen Peraturan Desa (Perdes) Labuhan Haji Nomor 2 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2016.
Melalui bidang pembinaan kemasyarakatan, bagian kegiatan sosialisasi Penghapusan KDRT, traficking, dan PAR mendapat anggaran sebesar 30 juta rupiah. Sedangkan bidang pelaksanaan pembangunan desa dengan kegiatan pelayanan kesehatan desa dianggarkan sebesar 37 juta rupiah, dan jenis belanja untuk pemberian insentif kader sebesar 27 juta rupiah.
“Dana Desa harus dimaksimalkan untuk menjawab persoalan kemiskinan masyarakat, khususnya perempuan” , ujar Sry.
Dokumen anggaran desa ini didiskusikan bersama KK dan kader lainnya. Sebagai Sekretaris KK Labuhan Haji, Sry mengajak lebih banyak aktor untuk peduli anggaran agar memudahkan langkah advokasi untuk perempuan ke depannya.
***
Sry adalah contoh perempuan yang peduli terhadap anggaran desa untuk kepentingan hak-hak perempuan. Selama ini pembicaraan mengenai anggaran selalu didominasi oleh laki-laki. Padahal banyak kebutuhan perempuan yang tidak dipahami dan tidak dipikirkan oleh laki-laki.
Posyandu, kekerasan terhadap perempuan dan anak, angka kematian ibu, serta angka kematian anak adalah beberapa hal yang belum terpikirkan oleh banyak pihak di desa.
Sebagai Kader Posyandu dan Sekretaris KK Labuhan Haji, Sry menjadi contoh bahwa perempuan mampu melihat berbagai hal penting dan strategis untuk direncanakan dan dibiayai. Pengalaman tersebut membuat Sry percaya bahwa peduli terhadap sesama membuat segalanya menjadi mungkin untuk diperjuangkan.
Dilaporkan dan ditulis oleh: Nur Janah dan Lusia Palulungan