Kegiatan

 

KPI Gelar Catatan Awal Tahun Sebagai Tolak Ukur Perjuangan Kesetaraan Gender

27 Januari 2017
Penulis: admin

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dengan dukungan Program MAMPU menggelar diskusi dengan tajuk Refleksi 2016 dan Catatan Awal Tahun 2017: Menjaga Kebhinekaan, Demokrasi dan Perdamaian, Tantangan Serius Bagi Indonesia 2017 di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat pada Selasa (24/01). Acara ini bertujuan sebagai tolak ukur perjuangan kesetaraan gender di tahun 2017.

Sekretaris Jendral KPI Dian Kartika Sari, Ketua Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Musdah Mulia dan akademisi Dirga Ardiansah hadir sebagai pembicara utama. Dalam acara in, KPI mengutarakan bahwa banyak ketimpangan yang dihadapi oleh kaum perempuan. Beberapa sektor yang disoroti adalah di bidang politik, ekonomi dan sosial.

Di bidang politik, isu-isu terhadap hak perempuan banyak diabaikan. Lebih banyak isu-isu mengenai suku, agama dan ras (SARA) yang disorot. Sangat diperlukan undang-undang pemilihan umum baru yang menjamin hak-hak wanita.

Di bidang ekonomi, banyak kritik yang muncul dikarenakan alokasi dana desa yang meningkat tahun ini. Namun, hal ini dipandang justru dapat dimanfaatkan oleh kaum perempuan. Asalkan penggunaanya tepat sasaran, akan sangat dimungkinkan hak-hak masyarakat terutama perempuan dapat terjamin. Diharapkan melalui peningkatan infrastruktur desa kebutuhan warga dapat terpenuhi.

Terkait dengan hal ini, Dian Kartika Sari sangat mengapresiasi usaha pemerintah dalam mengesahkan undang-undang yang berpihak pada hak-hak perempuan.

“Tahun ini ada dua undang-undang yang berpihak pada perempuan yaitu UU disabilitas dan UU perlindungan petani, nelayan dan petambak garam. Hal ini mencakupi perempuan nelayan, perlindungan dan pemberdayaan serta rumah tangga mereka,” jelas Dian.

Selain itu, KPI juga membahas ketimpangan perlindungan sosial yang menyulitkan posisi perempuan.

“Masih terjadi inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan perlindungan sosial,” ujar Dian.

Pada prakteknya, pemerintah dihadapkan pada beberapa tantangan dalam menerapkan kebijakan perlindungan sosial yang komprehensif. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi salah satu contohnya. Pendataan JKN yang belum tertata dengan baik menyebabkan program ini belum tepat sasaran.

Program-program perlindungan sosial ini juga dirasakan kurang memperhatikan keterlibatan perempuan. Perempuan dan masyarakat miskin tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai kebijakan program perlindungan sosial yang selama ini telah dicanangkan. Hal ini mengakibatkan perempuan dan masyrakat miskin belum dapat berpartisipasi secara aktif dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi program.

Diharapkan catatan-catatan penting dalam perjuangan kesetaraan gender ini juga dapat digunakan sebagai bahan perbaikan di masa mendatang.