Kegiatan

 

MAMPU Kupas Tuntas Perkawinan Anak pada Konferensi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Internasional di Yogyakarta

28 November 2019
Penulis: Amron Hamdi

Setiap satu jam, setidaknya 16 anak perempuan di Indonesia dinikahkan sebelum genap berusia 18 tahun. Kejadian ini terus meningkat dari 14,18% (2017) menjadi 15,66% (2018), menjadikan Indonesia Negara ketujuh dengan tingkat perkawinan anak tertinggi di dunia, dan kedua tertinggi di ASEAN (UNICEF, 2016; BPS, 2018).

Program MAMPU menjawab tantangan ini dengan menempatkan perempuan di pusat upaya perubahan transformative melalui serangkaian kerjasama dengan mitra organisasi masyarakat sipil dan pemerintah yang menyasar persoalan perkawinan anak berdasarkan kondisi khusus di masing-masing daerah.

Kekhususan kondisi dan pembelajaran ini dihadirkan organisasi perempuan mitra MAMPU pada International Conference on Indonesia Family Planning Reproductive Health (ICIFPRH) pada 1 Oktober 2019 lalu di Yogyakarta. Dalam sesi berjudul “My Body My Rights”, Mitra MAMPU yang terdiri dari Konsorsium PERMAMPU, ‘Aisyiyah dan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) menyampaikan serangkaian pengalaman, capaian, dan tantangan dalam mencegah perkawinan anak di berbagai daerah di Indonesia.

Di 8 provinsi di Sumatera, Konsorsium PERMAMPU melibatkan tokoh adat, agama dan masyarakat. Dina Lumbantobing, Koordinator Konsorsium PERMAMPU mengatakan, “Di wilayah kerja kami ini, nilai diri perempuan ditentukan oleh masyarakat, adat dan budaya, serta agama. Karena itu pelibatan tokoh-tokoh tersebut sangat strategi. Contohnya, kami bekerja sama dengan Gereja di Pakpak untuk memproduksi buku pendidikan keluarga, HKSR, dan buku pendidikan pranikah yang memuat ragam informasi terkait dengan perkawinan dan pemberdayaan perempuan”

Sementara itu pendekatan yang dilakukan ‘Aisyiyah di Jawa dan Sulawesi berfokus pada kerja sama dengan pemerintah desa. Salah satu capaian berarti adalah disahkannya Perdes Pencegahan Perkawinan Anak di Desa Pati’di, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.

Peluang untuk mengatasi persoalan perkawinan anak yang disasar YKP adalah melalui penyediaan informasi kesehatan seksual dan reproduksi bagi anak dan remaja. “Ranah informasi bagi remaja sangat terbatas dan dianggap tabu. Karena itu kegiatan kami banyak menyasar anak muda, terutama sekali terkait dengan penyediaan informasi dan membuka akses layanan kesehatan seksual dan reproduksi sehingga anak muda paham tentang risiko yang akan mereka hadapi jika mereka melakukan pernikahan terlalu dini,” kata Nanda Dwinta, Direktur YKP.

Selain tiga mitra utama MAMPU di atas, sesi ini juga menghadirkan dua perwakilan organisasi pemuda di Aceh dan Yogyakarta yang berbagi pengalaman mereka dalam melakukan kegiatan terkait bersama anak muda di wilayah mereka.