Berhasil Akses Dana Desa, BUEKA BSA Matoangin Bangun Rumah Produksi Baru

Kabar baik datang dari BSA (Balai Sakinah ‘Aisyiyah) Matoangin dampingan MAMPU ‘Aisyiyah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Advokasi yang dilakukan oleh para anggota BSA Matoangin ini mendorong alokasi dana desa dalam rangka pengadaan rumah produksi sebagai pusat kegiatan kelompok Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah (BUEKA) Desa Bontomanai, Pangkep.

Disampaikan oleh Sahriah selaku Koordinator MAMPU ‘Aisyiyah Kabupaten Pangkep, rumah produksi ini merupakan hasil advokasi Dana Desa anggaran tahun 2018 melalui Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa) yang diikuti oleh anggota BSA. “Kami mendorong para perempuan untuk berani menyuarakan pendapat dan kebutuhan kelompoknya, salah satunya agar kelompok perempuan dapat mengakses dana desa dengan terlibat menyampaikan usulan di Musrenbangdes,” papar Sahriah.

BUEKA-BSA Matoangin sendiri merupakan kelompok ekonomi perempuan Desa Bontomanai yang memproduksi panganan Bandeng Tanpa Duri dan beberapa produk lainnya. Melihat usaha yang kian berkembang menurut Sahriah anggota BSA membutuhkan ruang tersendiri untuk melakukan produksi. “Melihat adanya kebutuhan untuk ruang produksi yang lebih luas maka kami dorong ibu-ibu untuk maju mengusulkan kebutuhan mereka melalui Musrenbangdes dan Alhamdulillah usulan mereka diterima.” Rumah produksi seluas 2×3 meter persegi ini dibangun dengan anggaran sebesar Rp.55.685.200 dan selesai dibangun pada awal tahun 2019.

Saenab selaku ketua kelompok BSA Matoangin menyampaikan bahwa setelah mendapat binaan MAMPU ‘Aisyiyah pada tahun 2017 usaha pengolahan Bandeng Tanpa Duri ini semakin berkembang. “Setelah dibina MAMPU ‘Aisyiyah produk kami semakin berkembang juga bertambah seperti adanya produk doi-doi juga nugget ikan dan udang, kami juga dibantu untuk menerbitkan PIRT,” ungkap Saenab. Bagi kelompok ini, terbitnya Izin Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) juga menjadi penting demi menjamin keberlanjutan kegiatan ekonomi kelompok secara keseluruhan.

“Kami berharap dengan adanya rumah produksi ini akan semakin memudahkan proses produksi sehingga mampu meningkatkan jumlah produksi,” ujar Saenab. Dengan jumlah anggota saat ini mencapai 22 orang perempuan ia juga berharap kegiatan BUEKA BSA Matoangin bisa terus membantu meningkatkan perekonomian para perempuan di Desa Bontomanai. (dilaporkan oleh Suri)

Berbekal Pengetahuan, Kader ‘Aisyiyah Melawan Mitos Tanak Lada di Kalimantan Barat

Informasi dapat mengubah perilaku manusia. Hal ini terbukti ketika program dari MAMPU ‘Aisyiyah datang. MAMPU ‘Aisyiyah hadir dengan segudang informasi dan memberikan dampak yang positif bagi kehidupan Ibu‐Ibu di Desa Lumbang, Sambas, Kalimantan Barat, salah satunya adalah Marlina (28 tahun).

Marlina yang merupakan ibu rumah tangga, adalah salah satu dari kader BSA Desa Lumbang yang merasakan dampak positif dari kegiatan MAMPU ‘Aisyiyah. Perempuan yang biasa dipanggil Ana ini, memiliki 2 orang anak yang masih duduk di bangku SD.

Mulanya, Ana tidak pernah bergabung dengan sebuah komunitas dikarenakan tidak ada izin dari sang suami. Namun, kini ia sudah bisa merasakan duduk berdampingan dengan para ibu lainnya, serta berbagi informasi tentang berbagai hal yang bermanfaat. Sejak bulan Maret 2016, Ana mulai bergabung dengan MAMPU ‘Aisyiyah melalui binaan tim kader Desa di Desa Lumbang.

Sebagai kader di komunitas BSA, Ana selalu menyempatkan waktu disela‐sela kesibukannya sebagai ibu rumah tangga untuk mengikuti kegiatan dari program MAMPU ‘Aisyiyah. Program yang berjalan merupakan wadah bagi perempuan usia subur (PUS), khususnya dhuafa Mustadhafin, untuk bersilaturahmi, berbagai informasi tentang kesehatan reproduksi.

Beberapa informasi kesehatan reproduksi diantaranya adalah sosialisasi masalah ASI, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Keluarga Berencana (KB), dan pemeriksaan IVA, Pap Smear, Sadari serta Sadarnis. Tidak hanya sampai di situ, program MAMPU ‘Aisyiyah juga mengangkat isu pemberdayaan ekonomi melalui berkebun sayuran, dan pembinaan keterampilan (life skill) serta pendidikan.

Tak ketinggalan, pendidikan keagamaan juga dilaksanakan di BSA Desa Lumbang, khususnya di komunitas Ibu Ana, yang mengadakan pembinaan belajar baca Al‐Quran. Adapun tujuan dari program ini adalah peningkatan kualitas kesehatan reproduksi, menciptakan komunitas Ta’awun (tolong menolong) dan mewujudkan ekonomi produktif, serta meningkatkan iman dan takwa.

“Semula suami saya tidak memberi izin saya ikut kegiatan ini. Akan tetapi sikapnya mulai berubah setelah melihat dampak positif kegiatan ini bagi saya”, ujar Ana.

Bahkan disampaikan oleh Ana, suaminya sebelumnya sering bersikap agak kasar. Namun, dengan pelan‐pelan Ana memberikan penjelasan terhadap suaminya tentang pengetahuan yang didapatnya dari komunitas tentang kesetaraan gender. Akhirnya suami Ana mulai menyadari dan mendukung Ana, bahkan suaminya kini siap mengantar jika ada kegiatan yang jaraknya jauh dari rumah mereka. Atas dukungan dari sang suami, maka Ana semakin semangat dalam mengikut kegiatan di komunitasnya.

Dampak lain yang dirasakan oleh Ana dari program ini adalah bertambahnya wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Ana yang dulunya percaya dengan mitos‐mitos yang berkembang pada masyarakat setempat mengenai ASI dan IMD, kini bisa menjelaskan kepada keluarga dan tetangga terdekat tentang pentingnya ASI dan IMD, serta pentingnya asupan gizi bagi Ibu menyusui.

Dengan pengetahuan yang diperolehnya, Ana mematahkan mitos tanak lada yang dipercaya masyarakat. Tanak Lada artinya sambal dengan bahan lada. Tanak Lada berkembang di masyarakat sebagai makanan yang hanya diperbolehkan diberikan kepada ibu setelah melahirkan. Namun kemudian, Ana berbagi informasi dan juga fakta kepada masyarakat tentang pentingnya kesehatan bagi ibu menyusui. Ia berusaha meyakinkan masyarakat agar tidak mempercayai mitos tersebut.

Harapan Ana pada program ini tidak akan berhenti sampai di sini saja. Ana berharap program bisa berlanjut dengan program-program lain yang lebih mendidik, menambahkan wawasan dan pengetahuan, serta memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Ditulis oleh: Rosaleni diambil dari Most Significant Changes Stories

I am a Village Midwife, and this is My Struggle

My name is Elik Kurniawati, I am a village midwife who for more than 12 years has been assigned in Sambigede Village, Blitar, East Java. As a midwife, I have a wish to improve the potential and independence of women, mainly mothers of childbearing age in our village.

‘Aisyiyah MAMPU somehow answered my wish through its activities since October 2014. I never joined any of ‘Aisyiyah activities until I was invited by Jariyah, a fellow midwife. At that time, Jariyah was assigned for Binangun Village, she was looking for a motivator for MAMPU ‘Aisyiyah program which actually is congenial with the work I am doing right now.

I accepted Jariyah’s offer after I learned about the goals and objectives of the program. I agreed to become a motivator for the Balai Sakinah ‘Aisyiyah/ ‘Aisyiyah Women’s Group (BSA) activities can be done hand in hand with the government’s program, such as Posyandu (integrated health post). MAMPU ‘Aisyiyah program through BSA also creates an opportunity to bringing up many more potential cadres in advancing their village forward. Adding to that, most of the cadres and members of BSA are mothers of childbearing age who are prone to various health risks, particularly reproductive health disorder, thus they need assistance from a midwife, just as I’ve been doing in Sambigede Village until now.

I gained a lot of knowledge which strengthens me as a midwife and a motivator. Through this, I have learned to effectively communicate information on health to women. Not only that, now I ould actively contribute in encouraging this village’s creative economic and innovation.

One memorable moment was when we managed to arrange the Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) test at Puskesmas (public health center). What I cherished the most was the participation rate of women to check themselves was very high. “Alhamdulillah, at that time each BSA managed to encourage their members to take the VIA test.” However, it wasn’t easy to accomplish. We gave our best effort to convince the women, who at that time, were too shy to follow the procedure of VIA test.

We’ve been trying various approaches to gain participants and to convince them to take the VIA test, we also worked together with PKK (family welfare organisation) to spread the word the importance of the VIA test. Despite all of our efforts, there is one significant approach that worked, which is storytelling. We asked one of the BSA members who has taken the test to tell their experience to the other members who hasn’t. The experienced member also told the other members that they don’t need to be embarrassed or shy because the ones who will do the examination are female midwives. Alhamdulillah, they slowly gained the courage to take the test. This achievement is a proof of the great work that our motivators’ and cadres’ are doing.

Not only I gained knowledge on reproductive health, I also gained new skills, ability, and courage through this. I saw highly dedicated women who experienced changes within them and influenced changes in the society.

I thanked God for the good return of all our work all along. Since the creation of BSA through MAMPU ‘Aisyiyah, most women in this neighborhood who previously had different religious perspective, now feel sympathetic towards ‘Aisyiyah program, a similar situation happened to the government of Sambigede. The local government gave us their trust and appreciation to MAMPU ‘Aisyiyah program by managing a fund allocation for Pap smear test implementation for up to 70 women. Thanks to MAMPU ‘Aisyiyah in our village, not only me but also the other motivators, cadres, and the people in Sambigede felt positive changes.

Thank you MAMPU and Aisyiyah!

 

Written by: Elik Kurniawati taken from Most Significant Change stories

Nirwana, Ustazah yang Lantang Bicara Kesehatan Reproduksi

Namanya Nirwana. Ia berasal dari Desa Lumbang, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Perempuan yang lahir pada 1981 ini bekerja di perusahaan sawit di Subah, Kabupaten Sambas.

Ketika Nirwana hendak menjadi pembawa acara (MC) di kegiatan sosialisasi kesehatan reproduksi (kespro) di Desa Lumbang, beliau kelihatan sangat gugup. Hal ini terjadi karena ia baru pertama menjadi MC dalam sebuah acara yang dihadiri banyak undangan. Apalagi hari itu kepala Desa Lumbang juga hadir. Keberanian Nirwana diapresiasi oleh kepala Desa Lumbang, Bapak Mahmud.

Ia berkata, ”Ini merupakan hal yang positif karena sebelumnya, setiap kegiatan hanya orang itu-itu saja yang menjadi MC. Ini merupakan hal yang bagus.”

Setelah itu, Bapak Kepala Desa memberi saran agar dalam kegiatan berikutnya, tugas sebagai MC dilakukan secara bergantian, masing-masing tiga kali agar semua pernah merasakan sebagai MC. Hal ini juga bisa membantu mengurangi rasa kurang percaya diri.

Selama mengikuti program MAMPU ‘Aisyiyah, Nirwana merasa mengalami banyak perubahan positif, salah satunya adalah bertambahnya pengetahuan agama juga pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Dari pertambahan pengetahuan itu, Nirwana merasakan memiliki rasa percaya diri untuk bisa berbagi informasi kepada orang di sekitarnya, khususnya teman-teman pekerja sawit.

Nirwana bercerita, “Berawal dari ngumpul bersama teman-teman pekerja sawit, saya mulai menceritakan tentang kesehatan reproduksi yang saya dapat dari ‘Aisyiyah.”

Ia menjelaskan tentang apa itu kespro, apa itu tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat), apa saja penyakit yang rentan dialami perempuan dari Pasangan Usia Subur (PUS), dll. Ia bersyukur, banyak temannya yang mendengarkan. Nirwana berharap apa yang disampaikannya itu bisa bermanfaat.

Teman-teman Nirwana mengatakan, “Nirwana, kamu sangat beruntung karena di desamu ada penyuluhan tentang kespro, dan kamu sering mengikutinya sehingga banyak pengetahuan yang bisa didapat.”

Selain menyampaikan tentang kesehatan reproduksi, sebagai seorang perempuan muslim, Nirwana juga memberanikan diri untuk mengajak teman-temannya salat. Ia berusaha untuk memberikan pengertian tentang kewajiban seorang muslim untuk salat lima waktu. Meski menilai dirinya masih memiliki sedikit ilmu agama, tapi ia bertekad, selama membawa perubahan kepada orang banyak, itu merupakan hal yang baik. Sekarang, ia dipanggil ‘Ustazah’ (ustaz perempuan) oleh teman-temannya.

Nirwana pun berharap program ini selalu berlanjut dan memberikan pengetahuan yang lebih banyak lagi. Ia senang, karena ‘Aisyiyah tidak hanya memberikan pengetahuan tentang ilmu agama, tetapi juga penyuluhan tentang kesehatan reproduksi yang perlu diketahui oleh semua perempuan.

Ditulis oleh: Nurlisa (‘Aisyiyah)

‘Aisyiyah Cilacap Kembali Laksanakan Tes IVA untuk Anggota BSA

Pada 6 Februari 2017, PDA Cilacap kembali mengajak anggota Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) untuk melaksanakan tes dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). Disampaikan oleh Wachidah Sunarti selaku koordinator program MAMPU-‘Aisyiyah Cilacap, Maos Lor merupakan daerah dampingan dari Program MAMPU. Program test IVA ini sudah dilaksanakan di beberapa daerah di Cilacap.

Tes IVA ini dilaksanakan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Maos Lor, di mana para ibu diperiksa secara gratis. Tes IVA ini dibiayai sepenuhnya oleh Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Maos Lor.

“Pada hari ini kami berhasil melaksanakan tes IVA untuk 5 orang ibu anggota BSA dan alhamdulillah hasilnya semua negatif,” ungkap Wachidah.

Namun, diakui oleh Wachidah memang belum semua anggota BSA Maos Lor bersedia mengikuti tes IVA ini dengan beberapa alasan.

“Tetapi kami tidak pantang menyerah, kesehatan reproduksi adalah salah satu isu yang penting diketahui oleh para perempuan karena itu kami akan terus melakukan sosialisasi bagi para ibu yang belum bersedia melakukan tes,” ujar Wachidah.

Disampaikan oleh Wachidah, ‘Aisyiyah Cilacap berharap kedepannya akan semakin banyak perempuan yang sadar akan pentingnya kesehatan reproduksi mereka dan juga peduli untuk menjaga kesehatan reproduksi mereka salah satunya dengan secara rutin melaksanakan tes IVA.

 

Ditulis oleh: Suri Putri Utami (‘Aisyiyah)

Nurul: Tes IVA untuk Merawat Kesehatan Reproduksi

“Saya baru pertama kali tahu ada yang namanya Tes IVA untuk kanker serviks dari pertemuan ‘Aisyiyah. Saya sering keputihan, lalu saya diminta bidan untuk Tes IVA. Saya pun langsung mau ikut tes pas ditawarin ikut oleh bidan.

Setelah periksa tadi, saya dapat hasilnya positif. Sekarang saya menunggu kabar dari ibu-ibu ‘Aisyiyah, selanjutnya harus bagaimana.”

 

– Nurul, salah satu anggota kelompok ‘Aisyiyah di Magelang.

Disampaikan dalam acara Tes IVA di Magelang, didukung oleh Program pada 27 Februari 2016.

Dilaporkan oleh Mida Mardhiyah (‘Aisyiyah)

Ami: Tes IVA untuk Mengetahui Kesehatannya

“Saya pernah dengar tentang Tes IVA tapi bukan dari Puskesmas. Saya dengar dari komunitas ‘Aisyiyah saya. Ini saya habis Tes IVA pertama. Keringetan, istighfar dulu tadi. Alhamdulillah hasilnya negatif. Waktu itu pas ditawarin saya langsung mau. Saya niatin biar tahu saya ada penyakit (kanker serviks) atau tidak, kan saya sudah usia.”

– Ami Kusumaningrum, salah satu anggota Balai Sakinah ‘Aisyiyah di Magelang.

Disampaikan dalam acara Tes IVA di Magelang, salah satu wilayah kerja program MAMPU-‘Aisyiyah pada 27 Februari 2016.

Dilaporkan oleh Mida Mardhiyah (‘Aisyiyah)

Nur: Balai Sakinah ‘Aisyiyah, Sumber Informasi bagi Perempuan

“Saya tidak pernah menonton televisi karena saya tidak memiliki televisi. Saya juga tidak membaca koran Saya mendapatkan sebagian besar informasi saya dari menghadiri pertemuan ‘Aisyiyah di Balai Sakinah ‘ Aisyiyah. Saya bergabung beberapa bulan yang lalu dan menghadiri pertemuan sekitar dua kali sebulan. Dari pertemuan, ya saya tahu tentang kesehatan reproduksi. Saya juga sudah melakukan *Tes IVA!”

– Nur adalah seorang perempuan usia subur yang merupakan peserta reguler di Balai Sakinah ‘Aisyiyah di Jawa Ngawi – Timur.

*Tes IVA: Tes Inspeksi Visual Asam untuk mendeteksi awal kanker atau kanker.

Bidan Desa Teladan Kampanyekan Tes IVA dan ASI Eksklusif bersama Balai Sakinah ‘Aisyiyah

Sri Kaeni, seorang bidan di desa Bedingin, Jawa Timur yang serius mengampanyekan pentingnya melakukan tes Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) untuk deteksi dini kanker. Keseriusannya ini juga ia tuangkan dalam tulisan bertajuk “Desa Siaga Kanker Serviks” yang membawanya meraih predikat Bidan Desa Teladan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan.

Ia menuturkan bahwa sebelum berlangsung Program MAMPU-‘Aisyiyah, hanya sekitar 4 sampai 5 orang perempuan yang mau melakukan tes IVA di wilayahnya. Namun, setelah program tersebut hadir di Bedingin, jumlah peserta tes IVA meningkat hingga 122 orang dalam setahun. Dengan dukungan Program MAMPU-‘Aisyiyah, ia terus memberikan sosialisasi dan mengajak masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker mulut rahim melalui tes IVA  maupun Pap Smear.

Tekadnya untuk membantu masyarakat desa khususnya masyarakat miskin, semakin kuat sejak ia aktif berperan dalam kegiatan Program MAMPU-‘Aisyiyah di Bedingin. Ia bahkan memiliki inisiatif untuk mengadakan pembiayaan tes IVA secara gratis bagi perempuan di desanya melalui dana desa siaga atau dana inisiatif pemerintah desa Bedingin.

Dana desa siaga ini merupakan hasil iuran dari setiap kepala keluarga sebesar Rp. 1.000,‐ per bulan bersamaan dengan penarikan rekening listrik. Dana ini dialokasikan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara mandiri. Di antaranya adalah untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita, biaya pembinaan kader posyandu di wilayah bagian barat (Bedingin, Kedungdadi, Sidobogem, Pangkatrejo, dan Lebak Adi), dana konsumsi untuk Posyandu Lansia, subsidi IVA gratis untuk masyarakat miskin dan Tunjangan Hari Raya (THR) Kader Posyandu.

Dana desa siaga ini diadakan karena dana pembiayaan kegiatan posyandu tidak mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat sekitar. Alokasi anggaran PMT dari pemerintah per anak atau balita hanya sebesar Rp. 2.500,-, dan hanya diberikan setahun 2 atau 3 kali saja. Sedangkan alokasi dari Anggaran Dana Desa (ADD) hanya Rp. 500.000,‐ per tahun.

Tak hanya aktif mengadakan berbagai macam program kesehatan untuk masyarakat di Bedingin, Sri juga ulet dan terampil dalam menangani pasien. Keuletannya ini mengundang perhatian dari Dinas Kesehatan. Ia pun terpilih sebagai salah satu bidan desa yang menerima bantuan mobil sehat dari Bupati Lamongan pada Mei 2014. Fasilitas mobil sehat tersebut diberikan sebagai apresiasi terhadap kinerja Sri dan pemerintah desa setempat yang terus berupaya meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.

“Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke Bedingin. Apalagi saat itu jalan dari Puskesmas Sugio ke Bedingin kondisinya rusak. Pengguna jalan harus memutar ke arah Sidomlangean. Saya harap mobil sehat ini dapat membantu masyarakat untuk menggunakan akses kesehatan di Bedingin,” ujarnya.

Saat ini, ia juga aktif sebagai pembina Kelompok Pendukung (KP) ASI BSA Khadijah, Desa Bedingin. Ia membagi program KP ASI dalam dua kelas, yakni program kelas hamil dan program kelas menyusui. Pada kelas hamil, ibu hamil diajak untuk melakukan gerakan senam ringan, cara merawat payudara, dan memelihara gizi ibu hamil. Sedangkan pada kelas menyusui, ibu menyusui diajak untuk selalu memberikan ASI eksklusif dan perawatan paska persalinan. Pada program tersebut, ia juga melibatkan keluarga pasien agar mereka ikut mendukung keberhasilan ASI eksklusif pada bayi. Ia selalu mengunjungi rumah pasien yang masih dalam pengawasannya. Dalam kunjungannya itu, ia mengajarkan cara menyusui yang benar dan melakukan pemeriksaan medis seperti mengukur tensi, memeriksa kondisi rahim dan sub-involusio (memastikan kembalinya fungsi organ rahim).

Pada saat mengampanyekan program ASI eksklusif, sebagian warga khususnya ibu yang aktif bekerja, kerap keberatan untuk mengikuti program tersebut. Waktu bekerja yang lama dan waktu istirahat yang minim cukup menyulitkan mereka untuk menyediakan ASI bagi bayi mereka.

Terkadang, ia pun harus beradu pendapat dengan keluarga pasien, contohnya adalah Marpuah, salah satu nenek dari bayi yang dirawat Sri.

“Pada awalnya saya khawatir, cucu saya menangis terus, badannya hangat karena sudah dua hari ibunya kesulitan memberikan ASI,” ungkap Marpuah.

Situasi seperti inilah yang seringkali dihadapi olehnya. Tetapi hal ini tidak menyurutkan niatnya untuk mengampanyekan ASI ekslusif. Ia memberikan pengertian pada Marpuah bahwa sang ibu harus tetap berusaha memberikan ASI ekslusif dan jangan menyerah agar bayinya memperoleh gizi yang cukup.

Demi menumbuhkan kesadaran masyarakat akan kesehatan reproduksi dan pentingnya ASI eksklusif, ia aktif menjalin komunikasi dengan pemerintah desa, Puskesmas dan Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah. Sebagai bentuk dukungan untuk menggalakkaan ASI eksklusif, Puskesmas dan Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah memberikan penghargaan dan bingkisan kepada anggota Balai Sakinah ‘Aisyiyah di Bedingin yang berhasil memberikan ASI ekslusif.

“Sementara ini, kami berikan bingkisan yang sederhana. Harapannya agar ibu‐ibu di sini termotivasi untuk selalu memberikan hanya ASI kepada bayinya. Dengan begitu masyarakat akan semakin sadar bahwa ASI eksklusif sangat penting untuk memenuhi gizi bayi,” paparnya sambil menunjukkan modul‐modul bahan sosialisasi di KP ASI.

Berkat usaha Sri dan Balai Sakinah ‘Aisyiyah, mutu kesehatan masyarakat di wilayahnya semakin baik. Kini, warga desa Bedingin menyadari pentingnya kesehatan reproduksi dan pemeliharaan gizi bayi. Mereka juga dapat menikmati beberapa fasilitas kesehatan seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita, Posyandu Lansia, dan IVA gratis untuk masyarakat miskin. Ke depan, ia berharap agar kegiatan  Balai Sakinah ‘Aisyiyah terus berjalan agar dapat membantu pemerintah desa dan bidan dalam meningkatkan kesehatan dan pengetahuan warga di Bedingin.

Ditulis oleh: Niswatin