Kegiatan

 

Migrant CARE, Pemerintah dan Universitas Sepakat Perluas Program DESBUMI

12 September 2016
Penulis: admin

Pada 9 September 2016, Migrant CARE dengan dukungan program MAMPU, mengadakan acara penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) untuk perluasan Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI). Bertempat di Cawang, Jakarta Selatan, penandatanganan MoU dilakukan Migrant CARE dengan beberapa universitas, antara lain: LPPM Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Parahyangan, Bandung dan Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo, Madura. Selain itu, MoU juga dilakukan dengan lima pemerintah desa: Desa Wonoasri, Desa Sabrang dan Desa Dukuh Dempok dari Kabupaten Jember, Desa Junti Nyuat di Kabupaten Indramayu dan Desa Tegal Sawah di Kabupaten Karawang.

Tujuan penandatangan MoU ini adalah memperluas inisiatif pembentukan DESBUMI di desa‐desa yang merupakan basis buruh migran, memperkuat upaya pencegahan praktek tindak pidana perdagangan orang secara lebih sistematik dalam modus penempatan buruh migran, mendorong terwujudnya pemerintahan desa yang tidak hanya aktif dalam membangun infrastruktur tetapi juga pelayanan warga yang konkrit, dalam hal ini terhadap buruh migran.

Inisiatif DESBUMI dimulai sejak akhir 2013 yang melibatkan desa, sebagai  representasi negara terdepan di akar rumput, untuk terlibat secara aktif dalam mengupayakan perlindungan dan pelayanan buruh migran Indonesia. Inisiatif ini menjadi langkah proaktif untuk menyambut penguatan peran desa melalui UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan amanat Nawacita tentang “menghadirkan negara” dan “membangun dari pinggiran”. Sebelumnya, DESBUMI sudah terbentuk di 36 desa di empat provinsi basis buruh migran, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam sambutannya, Direktur Eksekutif Migrant CARE, Anis Hidayah menyampaikan adanya dukungan Menteri Ketenagakerjaan RI yang disampaikan saat peresmian Desbumi di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Menaker RI menginstruksikan perlunya perluasan Desbumi di 50 kabupaten di seluruh Indonesia yang menjadi basis buruh migran. Anis juga menyampaikan harapannya agar penandatanganan MoU ini dapat ditindaklanjuti secara aktif.

Adapun Chrisma Albandjar, perwakilan dari Kantor Staf Presiden, memaparkan dalam sambutannya terkait rencana Pemerintah Indonesia tentang Buruh Migran. Sudah saatnya buruh migran menjadi subyek, bukan lagi obyek dan bekerja di luar negeri merupakan pilihan dari masyarakat, bukan keterpaksaan karena kemiskinan atau faktor lainnya.  Selain itu, diharapkan para pekerja Indonesia yang ke luar negeri adalah pekerja yang memiliki keterampilan, bukan bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Hal lain yang sudah dilakukan pemerintah saat ini adalah melakukan kajian peraturan dan penelitian terkait biaya yang wajar untuk keberangkatan buruh migran. Pemerintah juga melakukan koordinasi dan kerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk:

  1. Melakukan pemberdayaan keluarga dan anak dari buruh migran agar terdidik,
  2. Peningkatan perlindungan dan respon dari perwakilan Indonesia di luar negeri,
  3. Hal-hal yang bisa mempermudah dan meringankan buruh migran untuk mengirimkan uangnya ke tanah air,
  4. Pelatihan pengelolaan keuangan untuk financial literacy buruh migran (kerjasama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan)
  5. Pemberdayaan dan penjualan produk hasil kerajinan/ produksi mantan buruh migran (kerjasama dengan asosiasi peretail Indonesia).
  6. Sinergi kebijakan terkait infrastruktur, SDM dan deregulasi.

Untuk mencapai upaya koordinasi kebijakan program pemerintah tersebut, diperlukan masukan dari lapangan untuk sinergi demi kesejahteraan.

Dr. Tyas Retno Wulan, Ketua LPPM Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, menyampaikan bagaimana kontribusi dari akademisi dan universitas terkait isu Buruh Migran. Dr. Tyas dan Pusat Kajian Gender dan Anak Unsoed telah melakukan kajian sejak 2008. Unsoed juga telah melakukan pelatihan kepada desa untuk menjadikan desa sebagai basis migrasi aman. Untuk itu, Dr. Tyas menyambut baik upaya Migrant CARE untuk saling menguatkan dan memberdayakan buruh migran melalui MoU ini. “Rencananya, Unsoed akan mengadakan program KKN Tematik yang melibatkan mahasiswa dalam pendataan dan pemetaan potensi buruh migran di desa-desa kantung buruh migran,” ujar Dr. Tyas.

Sedangkan Sylvia Yazid, PhD, Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Parahyangan (HI Unpar), menyampaikan bahwa kajian terkait buruh migran sebenarnya sudah cukup banyak, namun belum terintegrasi dan mengarah pada perbaikan kebijakan. Oleh karena itu, HI Unpar berencana untuk melakukan integrasi kajian tersebut, dan juga mengadakan program magang bagi para mahasiswa HI Unpar di kantor-kantor pemerintah desa, serta melakukan penelitian dan pelatihan seputar peningkatan produksi dan pemasaran kegiatan ekonomi buruh migran agar dapat bersaing.

Bapak Sugeng Priadi, Kepala Desa Wonoasri, Kabupaten Jember mewakili pemerintah desa yang hadir dalam penandatanganan MoU, menyampaikan perlunya dukungan dari pusat dalam pembuatan peraturan daerah yang mendukung peningkatan kesejahteraan desa dan pembangunan SDM serta infrastruktur desa.

Sebagai penutup, Migrant CARE beserta perwakilan desa, universitas dan kantor staf presiden mengadakan konferensi pers. Rangkaian acara penandatanganan MoU perluasan DESBUMI dilanjutkan dengan pelatihan dua hari bagi perwakilan masing-masing desa sebagai enumerator DESBUMI.