Kegiatan

 

Yayasan PUPA Bengkulu: Bincang Anak tentang Mencegah Perkawinan Anak di Tengah Pandemi

26 Agustus 2020
Penulis: Amron Hamdi

Senin, 22 Juni 2020 lalu Yayasan PUPA Bengkulu—tergabung dalam jaringan Forum Pengada Layanan, Mitra MAMPU—mengadakan bincang-bincang virtual melalui platform Zoom. Acara bertajuk “Anak Bicara Perkawinan Anak” ini membahas peran generasi muda dalam mencegah perkawinan anak yang masih terjadi dalam masa pandemi COVID-19. Acara diisi oleh para pembicara muda yang mewakili Forum Anak Indonesia di Provinsi Bengkulu, Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) SMAN dan SMPN di Bengkulu, serta diramaikan oleh para panelis dari berbagai latar belakang.

Dalam diskusi yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam tersebut, para pembicara menekankan pentingnya remaja untuk fokus pada upaya pencegahan dengan mengedukasi teman sebaya sedini mungkin. “Perkawinan anak melanggar hak anak,” tutur Bennedicta Vania Tandiono, Sekretaris Umum Forum Anak Provinsi Bengkulu. Menurutnya, anak remaja harus dapat berjuang untuk mendapatkan haknya menempuh pendidikan penuh dan mencapai cita-cita. “Kita dukung program pemerintah dan berharap untuk memaksimalkan regulasi yang sudah ada. Pada pembelajaran di sekolah, ada kurikulum tentang kesehatan reproduksi”, ujarnya.

“Tak juga kalah penting, memperhatikan fakto-faktor yang mendorong terjadinya perkawinan anak, seperti keluarga yang kurang memberikan dukungan bagi anak, kurangnya muatan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, kehamilan yang tidak diinginkan, adanya budaya menikah di usia muda, dan tekanan sosial ekonomi seperti banyak kasus yang terjadi di Bengkulu Selatan,” Olga Jeni Setiowati, pengurus PIK-R SMAN 02 menjelaskan bagaimana perkawinan anak di Bengkulu merupakan gejala sosial multifaktoral dari permasalahan sosial yang lebih besar seperti kemiskinan dan rendahnya pendidikan masyarakat. Menurut data yag disampaikan oleh Yayasan PUPA dan Cahaya Perempuan Women Crisis Center Bengkulu dalam kesempatan terpisah, prevalensi perkawinan anak di Provinsi Bengkulu tahun 2018 mencapai 16,17% dari total penduduk Bengkulu. Sementara, perkara dispensasi usia menikah di Bengkulu Selatan menunjukkan angka paling tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Bengkulu tahun 2018, yaitu sebanyak 94 perkawinan anak.

Riva Suwandari, pengurus PIK-R SMPN 13 Kota Bengkulu turut menambahkan bahwa perkawinan anak harus dicegah karena memiliki dampak berkepanjangan bagi anak. “Dari awal terjadinya, perkawinan anak sudah pasti akan memutus hak anak bersekolah dan bermain. Selanjutnya akan sangat mungkin terjadi kekerasan dalam rumah tangga karena kondisi anak belum siap bertanggung jawab mengurus rumah tangga, apalagi dengan latar belakang ekonomi rendah,” jelasnya.

Lantas apa yang anak muda dapat lakukan sebagai subjek utama permasalahan ini? Bennedicta menjabarkan beberapa hal yang dapat dilakukan anak untuk ikut berperan mencegah masalah ini menjadi persoalan turun temurun, diantaranya:

  1. Membangun komunikasi yang baik dengan orang tua dengan memanfaatkan masa PSBB dimana lebih banyak waktu dihabiskan bersama keluarga
  2. Berdiskusi dengan teman sebaya yang memiliki pemahaman lebih baik terhadap isu remaja, seperti PIK-R dan Forum Anak Provinsi Bengkulu
  3. Mengikuti kegiatan-kegiatan positif yang mendukung pengembangan diri generasi muda yang berkemajuan dan produktif

Pencegahan dilakukan dengan dukungan dari pemerintah setempat, maupun sekolah sebagai institusi yang memiliki hubungan erat dengan anak, seperti:

  • Tersedianya ruang aman sebagai forum belajar dan sumber informasi yang valid;
  • Tersedianya bahan pembelajaran kesehatan seksual dan reproduksi yang menyeluruh di sekolah;
  • Kebijakan yang memberikan sanksi tegas bagi pelaku perkawinan anak;
  • Penguatan fungsi keluarga, yaitu fungsi perlindungan dan mendukung tumbuh kembang anak secara maksimal

Perjuangan sejalan dengan Peraturan Gubernur Provinsi Bengkulu (Pergub) No. 33/2018 tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Terbitnya peraturan tersebut pada Juli 2018 merupakan hasil dari upaya advokasi bersama mitra MAMPU yaitu Cahaya Perempuan WCC, KPI Bengkulu dan PUPA Bengkulu bersama dengan PKBI Bengkulu, serta Pemda Bengkulu (DP3A PPKB Provinsi) di mana isu perkawinan anak dilihat sebagai isu strategis yang berkaitan erat dengan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) perempuan yang berkontribusi terhadap Angka Kematian Ibu (AKI), stunting, angka kekerasan seksual dan KDRT.

“Saya mengajak teman-teman agar tak ragu untuk berani mengampanyekan pencegahan perkawinan anak. Tidak ada yang sia-sia, ketika kita menjadi agen pelopor kebaikan untuk masa depan kita semua,” tutup Bennedicta Vania Tandiono.