Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Siap Memilih!

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), KAPAL Perempuan dan Migrant CARE Mitra MAMPU lainnya, menyelenggarakan “Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memilih”, Minggu (6/4). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan perempuan tentang teknis penyelenggaraan Pemilu 2019 serta mendorong perempuan menggunakan hak pilihnya secara kritis. Selain itu, simulasi pemilu juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi kesenjangan akses yang dialami kelompok perempuan disabilitas, lansia, dan pemilih pemula.

 

Penyandang disabilitas ikut serta dalam acara Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memilih.

 

Bertempat di Gelanggang Olah Raga (GOR) Bulungan, Jakarta Selatan, acara ini diikuti lebih dari 500 perempuan dari berbagai komunitas, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), calon anggota legislatif, akademisi dan pengamat politik. Acara dimulai dengan sosialisasi teknis Pemilu 2019 dari Ketua KPUD DKI dan anggota KPPS, Betty Epsilon Idroos. Simulasi melibatkan 30 perempuan dan kelompok rentan (perempuan penyandang disabilitas, lansia, ibu rumah tangga, perempuan miskin kota, perempuan muda, dan buta aksara). Acara diakhiri dengan diskusi yang menghadirkan berbagai narasumber dari unsur akademisi, pengamat politik dan perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS).

 

Arief Budiman, Ketua KPU RI, menekankan pentingnya Pemilu 2019 bagi Indonesia dalam acara Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memilih di GOR Bulungan, 6 April 2019.

 

Ketua KPU Arief Budiman yang hadir pada acara simulasi, mengakui bahwa tidak mudah melaksanakan Pemilu 2019 karena luasnya cakupan. Arief menambahkan Pemilu 2019 sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena semua tingkatan pemimpin bangsa dipilih pada Pemilu kali ini. Sutriyatmi, Deputi Sekretaris Jenderal Bidang Program KPI menyoroti Pemilu 2019, terutama kurangnya akses informasi bagi perempuan dan kelompok rentan yang berpotensi menimbulkan kerawanan tidak sahnya suara mereka. Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo menambahkan pentingnya masyarakat untuk melihat calon wakil di DPR-RI, DPRD dan DPD untuk memastikan keterwakilan isu perempuan dalam legislatif melalui Pemilu ini.

Simulasi mengidentifikasi tantangan yang dihadapi kelompok perempuan disabilitas, lansia, dan pemilih pemula, di antaranya ketersediaan waktu yang minim bagi pemilih lansia dan buta aksara.

 

Seorang lansia asal Jakarta mencoba proses pencoblosan. Lansia dan kelompok difabel memerlukan 8-15 menit untuk mencoblos.

 

“Simulasi ini sangat membantu kami supaya familiar dengan Pemilu 2019. Harapan kami, penyandang disabilitas mendapat akses prioritas, waktu ditambah, dan meja kotak suara lebih rendah agar mudah dijangkau,” ujar Yurlina dari Halim, Jakarta Timur, perwakilan kelompok perempuan penyandang disabilitas.

Rekomendasi dari hasil simulasi telah disampaikan kepada KPU dan Bawaslu, sebagai bagian dari pengawalan Pemilu 2019 yang dilakukan kelompok masyarakat sipil dan pemantau independen.