Project Brief: MAMPU di Aceh

Program MAMPU bekerja di 27 provinsi, 147 kota/kabupaten, mencapai lebih dari 1.100 desa di Indonesia. Di Provinsi Aceh, MAMPU bermitra dengan 5 organisasi masyarakat sipil (OMS) di 52 desa di 8 kabupaten/kota.

Kenali lebih lanjut kerja-kerja Program MAMPU di Aceh lewat publikasi berikut.

Mitra MAMPU di Aceh Sambut Kunjungan Perwakilan Kedubes Australia

Mitra-mitra Program MAMPU (Kemitraan Australia-Indonesia untuk Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender) menyambut kunjungan Kirsten Bishop, Minister Counsellor Tatakelola dan Pembangunan Manusia Kedutaan Besar Australia, ke Kota Banda Aceh, Rabu (10/4).

Sambil bersantap siang, perwakilan para mitra memaparkan kerja-kerja mereka.

“Kami bekerja dalam pendampingan dan layanan bagi perempuan, termasuk bermitra dengan perempuan akar rumput dalam membantu kemajuan berbagai pergerakan perempuan di Aceh,” ujar Direktur Flower Aceh Riswati. Flower Aceh adalah salah satu organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam Konsorsium PERMAMPU (Perempuan Sumatera MAMPU), mitra MAMPU untuk tema peningkatan status kesehatan dan gizi perempuan.

Dengan bekerja bersama OMS, MAMPU mendorong perempuan agar mereka dapat bersuara dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.

“Berkat dukungan MAMPU, kami bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan mengadopsi program peningkatan kapasitas perempuan dengan membentuk komunitas di tiga desa di Kota Lhokseumawe, dua di Kabupaten Aceh Utara, dan dua di Kabupaten Bener Meriah,” ungkap Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Aceh Roslina Rasyid. LBH APIK Aceh adalah salah satu OMS dalam Forum Pengada Layanan (FPL), mitra MAMPU untuk tema pengurangan kekerasan terhadap perempuan.

Peningkatan kapasitas perempuan turut mempengaruhi kemampuan mereka mengakses layanan penting dari pemerintah, seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

“Kami berfokus pada pengembangan JKN khusus perempuan. Bersama MAMPU, kami mendorong agar perempuan mendapatkan hak-hak mereka lewat PKH,” jelas Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Aceh Evani Clara Yanti. KPI adalah salah satu mitra MAMPU untuk tema peningkatan akses perlindungan sosial.

Sementara itu, meski tidak bermitra langsung, sejumlah OMS turut mendukung kerja-kerja MAMPU, misalnya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang bekerja sama dengan Yayasan Kesehatan Perempuan.

“Sejak 2015, kami terlibat penelitian tentang layanan kesehatan yang terkait dengan Program MAMPU, baik di Provinsi Aceh maupun tingkat nasional,” tutur Agus Agandi, staf PKBI Aceh.

 

Dukung Perempuan Bersuara

Jelang pemilihan umum serentak 17 April mendatang, mitra-mitra MAMPU turut bekerja memberdayakan perempuan agar dapat menggunakan hak politiknya untuk memilih maupun dipilih.

“Kami melakukan pendampingan bagi perempuan terkait hak berpolitik mereka, dan mendukung perempuan caleg agar dapat memperbanyak perempuan di parlemen,” papar Erna Wati dari Flower Aceh.

Hal ini diamini Rasyidah, Sekretaris Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) Provinsi Aceh. Bersama Flower Aceh, FKPAR Provinsi Aceh bekerja dekat dengan masyarakat tentang permasalahan layanan kesehatan dan kasus KDRT yang seringkali sulit dilaporkan korban. Kini, Rasyidah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh.

“Tantangan pasti ada, tetapi motivasi juga harus ada. Kekuatan itu ada untuk menguatkan para perempuan,” tegas Rasyidah, yang pascatsunami 2004 di Aceh membentuk Balai Inong (balai perempuan) untuk peningkatan kualitas perempuan di bidang ekonomi, kesehatan, dan politik.

“Dalam rangka meningkatkan dukungan pada perempuan caleg, mitra MAMPU menggandeng media untuk bersama-sama memantau pelaksanaan Pemilu,” tambah Clara.

Di luar itu, mitra MAMPU juga mendorong partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan, seperti musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).

“Musrena (musrenbang khusus perempuan) sudah diadakan di Desa Blang Oi. Di sana juga diadakan pelatihan seperti pembuatan nugget dan bakso, yang 20 persen hasil penjualannya disumbangkan ke kas desa untuk pemberdayaan perempuan,”kata Khairat dari FKPAR Kota Banda Aceh.

Di akhir kunjungan, Kirsten Bishop mengungkapkan harapannya agar kerja sama ini dapat berlanjut.

“Bantuan kerja sama seperti Program MAMPU diharapkan dapat ditingkatkan, dan melanjutkan hubungan baik antara kedua pemerintah. Semua program dievaluasi secara strategis, dan sampai saat ini berjalan optimal,” pungkasnya.

Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Siap Memilih!

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), KAPAL Perempuan dan Migrant CARE Mitra MAMPU lainnya, menyelenggarakan “Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memilih”, Minggu (6/4). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan perempuan tentang teknis penyelenggaraan Pemilu 2019 serta mendorong perempuan menggunakan hak pilihnya secara kritis. Selain itu, simulasi pemilu juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi kesenjangan akses yang dialami kelompok perempuan disabilitas, lansia, dan pemilih pemula.

 

Penyandang disabilitas ikut serta dalam acara Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memilih.

 

Bertempat di Gelanggang Olah Raga (GOR) Bulungan, Jakarta Selatan, acara ini diikuti lebih dari 500 perempuan dari berbagai komunitas, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), calon anggota legislatif, akademisi dan pengamat politik. Acara dimulai dengan sosialisasi teknis Pemilu 2019 dari Ketua KPUD DKI dan anggota KPPS, Betty Epsilon Idroos. Simulasi melibatkan 30 perempuan dan kelompok rentan (perempuan penyandang disabilitas, lansia, ibu rumah tangga, perempuan miskin kota, perempuan muda, dan buta aksara). Acara diakhiri dengan diskusi yang menghadirkan berbagai narasumber dari unsur akademisi, pengamat politik dan perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS).

 

Arief Budiman, Ketua KPU RI, menekankan pentingnya Pemilu 2019 bagi Indonesia dalam acara Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memilih di GOR Bulungan, 6 April 2019.

 

Ketua KPU Arief Budiman yang hadir pada acara simulasi, mengakui bahwa tidak mudah melaksanakan Pemilu 2019 karena luasnya cakupan. Arief menambahkan Pemilu 2019 sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena semua tingkatan pemimpin bangsa dipilih pada Pemilu kali ini. Sutriyatmi, Deputi Sekretaris Jenderal Bidang Program KPI menyoroti Pemilu 2019, terutama kurangnya akses informasi bagi perempuan dan kelompok rentan yang berpotensi menimbulkan kerawanan tidak sahnya suara mereka. Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo menambahkan pentingnya masyarakat untuk melihat calon wakil di DPR-RI, DPRD dan DPD untuk memastikan keterwakilan isu perempuan dalam legislatif melalui Pemilu ini.

Simulasi mengidentifikasi tantangan yang dihadapi kelompok perempuan disabilitas, lansia, dan pemilih pemula, di antaranya ketersediaan waktu yang minim bagi pemilih lansia dan buta aksara.

 

Seorang lansia asal Jakarta mencoba proses pencoblosan. Lansia dan kelompok difabel memerlukan 8-15 menit untuk mencoblos.

 

“Simulasi ini sangat membantu kami supaya familiar dengan Pemilu 2019. Harapan kami, penyandang disabilitas mendapat akses prioritas, waktu ditambah, dan meja kotak suara lebih rendah agar mudah dijangkau,” ujar Yurlina dari Halim, Jakarta Timur, perwakilan kelompok perempuan penyandang disabilitas.

Rekomendasi dari hasil simulasi telah disampaikan kepada KPU dan Bawaslu, sebagai bagian dari pengawalan Pemilu 2019 yang dilakukan kelompok masyarakat sipil dan pemantau independen.

Silma Desi, Tidak Surut karena Keterbatasan

Silma menilai, pemerintah perlu lebih jeli dalam melihat kebutuhan para penyandang disabilitas untuk mengakses JKN.

“Kami bukan meminta perlakuan khusus, tapi meminta perlakuan dan pelayanan sesuai kebutuhan kami,” tegas Silma Desi.

Perempuan asal Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, ini memang lantang menyuarakan ketidakadilan yang kerap dialami penyandang disabilitas saat mengakses layanan kesehatan. Semangat itu terus menyala sejak ia bergabung dengan Balai Perempuan (BP) Kemuning yang digagas Koalisi Perempuan Indonesia, mitra MAMPU untuk tema akses kepada perlindungan sosial.

Menyandang pembengkokan tulang belakang (skoliosis) sejak kecil, Silma tak asing dengan rasa nyeri, juga fisioterapi rutin minimal sebulan sekali untuk mengendalikan kondisinya. Saat kondisi tubuhnya menurun, Silma bahkan membutuhkan terapi 3-6 kali sebulan.

Untuk menjalani fisioterapi, Silma memanfaatkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Meski demikian, prosedur penggunaan JKN dirasakan cukup berat untuk diakses oleh perempuan kelahiran 1994 ini. Tercatat sebagai penduduk Kabupaten Pesisir Selatan, ia harus bolak-balik ke kampung halamannya untuk mengurus rujukan. Padahal, sejak kuliah, gadis yang baru lulus dari jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas ini menetap di Kota Padang.

Bolak-balik Pesisir Selatan-Padang bukan hal gampang buat Silma. Kelelahan fisik akan membuat Silma susah bergerak. “Akhirnya, saya sempat memilih berobat alternatif dengan biaya sendiri,” kenang Silma. Adanya layanan mendaftar JKN via daring (online) kini sedikit mempermudah dirinya.

Kendala lain yang dihadapi Silma adalah posisi meja pendaftaran rumah sakit yang terlalu tinggi untuk postur tubuhnya yang mungil.  Seringkali ia sudah mengantre di depan meja pendaftaran, tapi karena petugas tidak melihatnya, pasien lain yang berada di belakang Silma yang didahulukan.

“Mereka juga sama-sama sakit dan ingin didahulukan sehingga tidak melihat ada kelompok lain yang punya kebutuhan khusus,” jelas Silma. Sebagai penyandang disabilitas, Silma merasa kurang mendapatkan perhatian.

Menurut Silma, banyak orang dengan disabilitas merasa tidak berdaya untuk bersuara, dan akhirnya pasrah dengan kondisi mereka, sehingga enggan menggunakan fasilitas JKN. Padahal, banyak para penyandang disabilitas datang dari keluarga sangat sederhana sehingga sulit mengakses biaya rumah sakit yang tinggi.

“Ada yang obatnya harus berkelanjutan, terpaksa terhenti karena biaya yang tinggi sehingga berisiko terhadap kesehatan bahkan jiwanya,” kata Silma.

 

Berdaya Bersama BP Kemuning

Menjadi bagian dari BP Kemuning, sebuah kelompok pendukung bagi perempuan penyandang disabilitas di Sumatra Barat, Silma telah berkembang pesat. Pada 2016, ia menjadi perwakilan untuk pelatihan Training of Trainer (ToT) Kader Dasar mengenai JKN yang diselenggarakan MAMPU. Setelahnya, Silma beberapa kali menjadi fasilitator JKN untuk menyampaikan informasi mengenai hak-hak kesehatan masyarakat, termasuk alur pemanfaatan JKN, pada anggota Balai Perempuan di sejumlah desa di Sumatra Barat dan Jambi.

Sebagai fasilitator JKN, Silma juga menerima pengaduan masyarakat terkait akses JKN, meneruskan keluhan tersebut ke pihak tenaga kesehatan maupun instansi terkait, dan mendampingi pasien bila dibutuhkan. Ia juga ikut mendata teman-temannya sesama penyandang disabilitas yang belum memiliki kartu JKN, dan membantu mereka mengurusnya. Lewat berbagai kegiatan ini pulalah, rasa percaya diri Silma untuk mengungkapkan pemikirannya kian terbangun.

Peran Silma ini sejalan dengan kegiatan pemberdayaan dan advokasi yang dilakukan BP Kemuning bagi para penyandang disabilitas. Mereka kemudian dipercaya menjadi penyuluh, baik untuk penyandang disabilitas maupun non-disabilitas.

“Ini menjadi salah satu bentuk kegiatan yang menunjukkan penyandang disabilitas juga punya kemampuan yang sama dengan orang lain,” tutur Silma.

Dalam menjalankan perannya sebagai fasilitator JKN, penggemar karya-karya Chairil Anwar dan Buya Hamka ini sempat pula mengalami berbagai tantangan. Di antaranya ketika menemukan para penyandang disabilitas yang tidak diakui oleh keluarganya sendiri, karena mereka dianggap sebagai aib keluarga.

“Mereka tidak punya KTP karena tidak dimasukkan dalam Kartu Keluarga. Kalau sudah begitu, sulit bagi mereka untuk mendapatkan akses JKN,” cerita Silma.

Silma pun bertekad akan terus menjadi aktivis kemanusiaan selama diizinkan oleh Tuhan. “Semua orang berhak memperoleh informasi. Ketika kita bekerja, kita juga punya tanggung jawab terhadap orang lain, bukan bekerja hanya untuk diri kita sendiri,” katanya.

Silma pun berharap, para penentu kebijakan publik, terutama pemerintah, dapat lebih jeli melihat kebutuhan para penyandang disabilitas untuk mengakses JKN. Agar sesuai namanya, JKN benar-benar dapat menjamin kesehatan seluruh warga negara Indonesia, tanpa kecuali.

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mengadvokasi kelompok perempuan miskin dan marginal untuk kesetaraan gender dan keadilan dalam Indonesia yang demokratis dan sejahtera sejak 1998. Didukung oleh Program MAMPU, KPI bekerja di 8 provinsi, 30 kabupaten dan 78 desa/kelurahan untuk meningkatkan akses perempuan terhadap program-program perlindungan sosial.

Program organisasi sebagai mitra MAMPU:

  • Mendirikan Balai Perempuan, kelompok perempuan untuk memperkuat pengorganisasian komunitas dan kepemimpinan perempuan
  • Kelompok-kelompok Balai Perempuan mengembangkan inisiatif PIPA-JKN (Pusat Informasi, Pengaduan dan Advokasi Jaminan Kesehatan Nasional) untuk memantau akses perempuan terhadap JKN dan program perlindungan sosial lainnya. Kini telah ada 74 pusat pengaduan PIPA-JKN di 8 provinsi.

Capaian dalam program MAMPU

Bersama jaringannya, KPI melakukan advokasi kolektif untuk peraturan maupun pendanaan bagi:

  • Penyertaan kelompok penyandang disabilitas untuk secara otomatis terkualifikasi dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan untuk mengakses program Jaminan Kesehatan Nasional – Penerima Bantuan Iuran (JKN-PNBI)
  • Pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
  • Pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, termasuk perlindungan dan akses bagi program pemerintah untuk mendukung perempuan nelayan
  • Pengesahan peraturan daerah untuk meningkatkan akses terhadap perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas di Bengkulu, Padang, dan Makassar, antara 2016-2018.
  • Pada 2018, 206 kartu kepesertaan JKN-PBI diberikan oleh Dinas Sosial setempat pada perempuan miskin di Bantaeng, Sulawesi Selatan, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Balai Perempuan dan PIPA-JKN.
  • Pada 2018, layanan PIPA-JKN di desa-desa wilayah kerja KPI telah mencatat sekitar 16.000 keluhan terkait akses perlindungan sosial.

Meningkatkan Akses terhadap Program Perlindungan Sosial

Mengapa perlindungan sosial itu penting

Perlindungan sosial dapat membantu menangani kemiskinan, dengan mengurangi ketidaksetaraan dan membangun ketahanan rumah tangga dalam menghadapi hal tak terduga seperti penyakit maupun kecelakaan, yang dapat mendorong masyarakat miskin lebih jauh ke dalam kemiskinan.

Program perlindungan sosial yang efektif dapat berkontribusi pada 14 dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB atau SDGs). Pemerintah Indonesia berkomitmen menciptakan sistem perlindungan sosial yang komprehensif lewat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai pada 2014.

Namun, banyak perempuan miskin, seperti mereka yang bekerja di sektor informal, perempuan kepala keluarga dan mereka yang tinggal di daerah terpencil yang masih tidak dapat mengakses program tersebut terutama layanan kesehatan reproduksi. Mereka memiliki pengetahuan yang rendah terhadap persyaratan program, layanan yang diberikan, atau tidak masuk dalam daftar penerima manfaat karena tidak memiliki dokumen identitas.

 

Pendekatan kami

MAMPU mendukung tiga mitra untuk meningkatkan akses perempuan terhadap program-program perlindungan sosial Pemerintah Indonesia khususnya JKN untuk penerima bantuan iuran (JKN-PBI). KAPAL Perempuan, PEKKA dan KPI membangun kepemimpinan perempuan dan memberdayakan agar mampu beradvokasi pada pengambil keputusan untuk meningkatkan akses perempuan terhadap program perlindungan sosial.

Mitra MAMPU memberdayakan perempuan miskin untuk meningkatkan pengaruh mereka dalam pengambilan keputusan. Mereka menggerakkan komunitas dengan peningkatan kesadaran lewat sosialisasi program perlindungan sosial, menangani aduan, serta melakukan pengawasan dan advokasi untuk memperbaiki kualitas data rumah tangga miskin dalam skala sub-nasional. Lewat MAMPU, mereka telah memperluas jaringan ke segala tingkat, mulai dari desa hingga pemerintah dan parlemen.

MAMPU juga memberikan mitra ruangan untuk mencoba model dan strategi baru untuk meningkatkan akses terhadap layanan dan meningkatkan peranan perempuan dalam perencanaan pembangunan di skala lokal untuk memastikan kebijakan dan anggaran memperhatikan aspirasi mereka.

  • KLIK PEKKA, model inisiatif PEKKA mendukung layanan informasi dan konsultasi untuk program perlindungan sosial pemerintah dan dokumen legal.
  • Sekolah Perempuan, inisiatif dari KAPAL Perempuan yang mengorganisasi perempuan, mengajarkan mereka tentang hak-hak perempuan serta membentuk pemimpin perempuan yang aktif terlibat dalam proses pembuatan keputusan di ranah pribadi dan publik.
  • PIPA-JKN inisiatif dari KPI, mengorganisasi kelompok perempuan (Balai Perempuan) dan membentuk pemimpin perempuan yang memonitor akses perempuan ke JKN dengan menampung keluhan masyarakat.

 

Capaian Area Tematik ini:

Talkshow di NTB Bahas Perlindungan Pekerja Migran dari Kekerasan Berbasis-Gender

Tanggal 7 Desember 2017, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Nusa Tenggara Barat dan Solidaritas Perempuan Mataram melakukan talkshow di TV9 Mataram, NTB, membahas mengenai upaya perlindungan dan pemenuhan hak pekerja migran dari tindak kekerasan berbasis gender, dengan narasumber Zahratun dari Perkumpukan Panca Karsa, Lilik dari KPI Mataram dan Eli dari Solidaritas Perempuan Mataram.

Hearing dan Penyerahan Draft Ranperda di DPRD Bantaeng, Sulawesi Selatan

Pada 2 Juni 2017, Tim Penyusun Draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait “Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial bagi Warga Miskin dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial” di Kabupaten Bantaeng, resmi menyerahkan draft kepada ketua DPRD Bantaeng.

Penyerahan sekaligus hearing ke DPRD Bantaeng, Sulawesi Selatan ini diikuti oleh berbagai elemen SKPD dan organisasi masyarakat sipil. KPI dan ‘Aisyiyah turut menjadi anggota dari tim penyusun draft Ranperda tersebut.

Diharapkan dengan adanya draft Ranperda ini, dapat mempercepat proses pembahasan dan pengesahan ranperda penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di Bantaeng.

Dilaporkan oleh: Dewi Damayanti (Partner Engagement Officer – Program MAMPU)

Finalisasi Ranperda Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Bantaeng

Pada Sabtu, 6 Mei 2017 di Bantaeng, Sulawesi Selatan, dilaksanakan diskusi finalisasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.

Dalam kegiatan ini, dua mitra MAMPU yaitu KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) dan ‘Aisyiyah Bantaeng, menjadi anggota Tim Perumus ranperda tersebut.

Anggota Tim Perumus lainnya terdiri dari Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa,  Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Bantaeng, dan Unit Pelayanan Terpadu Sistem Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial (UPT SPMKS) Sipakatau Bantaeng yang merupakan pelaksana Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) di Bantaeng, serta dari Bagian Hukum DPRD Bantaeng.

MAMPU Gelar Lokakarya Hasil Temuan Penelitian tentang Aksi Kolektif Perempuan

Program MAMPU bekerja sama dengan lembaga riset Migunani mengadakan Workshop Hasil Temuan Penelitian Aksi Kolektif Perempuan (AKP) di Hotel The Alana, Sleman, Yogyakarta, pada Selasa (21/2). Acara ini bertujuan untuk menjamin mutu penelitian tentang peran 8 mitra MAMPU terpilih; ‘Aisyiyah, Konsorsium Perempuan Sumatra MAMPU (PERMAMPU), Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan), Migrant CARE, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Institut KAPAL Perempuan dan mitra pekerja rumahan dalam membangun Aksi Kolektif Perempuan (AKP).

Diharapkan melalui workshop tersebut lembaga mitra MAMPU dapat mendiskusikan hasil studi dan memberikan umpan balik untuk perbaikan di masa mendatang.

Acara ini diisi dengan presentasi dari tim Program MAMPU dan Migunani tentang hasil penelitian dan draft laporan di depan mitra terpilih. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengorganisasian adalah elemen yang sangat penting dan efektif untuk membuka akses perempuan ke layanan publik. Sebagai bentuk rekomendasi dihasilkan langkah-langkah yang harus diambil untuk membuka akses perempuan ke layanan tersebut, yaitu; membangun kepercayaan diri, menguatkan kepemimpinan dan membuka akses terhadap program pemberdayaan dan pengorganisasian perempuan akar rumput. Ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk keberlanjutan capaian dari AKP.