Komnas Perempuan Serahkan Draft RUU PKS kepada DPD RI

Pada 23 Agustus 2016, Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) melakukan penyerahan draft Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) kepada Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Penyerahan yang berlangsung di gedung DPD RI ini, ditanggapi DPD RI dengan segera melakukan rapat paripurna untuk menetapkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai inisiatif DPD RI. Selanjutnya, draft RUU PKS akan diserahkan kepada DPR RI dan Presiden RI untuk dibahas.

Pemda TTS Tandatangani MoU P2TP2A di NTT

Pada Selasa, 21 Juni 2016 lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur), bersama-sama dengan Kapolres, Kejaksaan Negeri & Ketua Pengadilan melakukan penandatanganan MoU. MoU ini terkait dengan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Penandatanganan yang bertempat di Aula Mutis, NTT ini, dihadiri pula oleh Ketua Komnas Perempuan.

KOMNAS Perempuan Sampaikan Perkembangan Draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual kepada Presiden

Pada Rabu, 8 Juni 2016, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, Ketua KOMNAS Perempuan Azriana, melaporkan perkembangan penyusunan usulan draf Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual kepada Presiden Jokowi.

KOMNAS Perempuan menekankan pentingnya perlindungan korban kekerasan seksual dalam RUU tersebut, yang saat ini drafnya sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas). KOMNAS Perempuan merupakan salah satu unsur yang mendukung proses legislasi RUU tersebut. Saat ini, draf tersebut sedang melalui proses finalisasi. Rencananya, KOMNAS Perempuan bersama unsur pegiat hak perempuan lain akan menyerahkan draf usulan ini secara resmi ke DPR pada awal Juli.

KOMNAS Perempuan sudah menemukan 15 bentuk kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan termasuk anak. Regulasi yang ada, mengatur dengan sangat terbatas. Kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan memiliki dampak yang sama buruknya. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan undang-undang yang bisa melindungi korban kekerasan seksual di luar regulasi yang sudah ada.

Titik berat draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yaitu perlindungan korban dan pemberatan hukuman bagi si pelaku. Untuk mencoba memastikan kekerasan seksual tidak berulang, tidak saja lewat hukuman tapi juga upaya-upaya pencegahan yang melibatkan berbagai pihak.

Beberapa bentuk hukuman yang ditawarkan oleh KOMNAS Perempuan seperti pidana pokok (misalnya, kurungan penjara, rehabilitasi, restitusi) dan pidana tambahan (misalnya, pembatasan ruang gerak, kerja sosial, sita harta, pengumuman putusan hakim). KOMNAS Perempuan juga memberikan bab khusus untuk pemulihan korban karena ini tidak akan bisa ditemukan di undang-undang yang lain.

Presiden Jokowi sangat mendukung pembahasan RUU ini, dan pemerintah berkomitmen untuk mengawalnya hingga menjadi undang-undang.

Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak Yohana Yembise, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Dilaporkan oleh: Komnas Perempuan

Perayaan Hari Perempuan Internasional Mitra-mitra MAMPU: PERMAMPU

Para mitra Program MAMPU merayakan Hari Perempuan Internasional dengan berbagai cara di berbagai daerah di seluruh penjuru Indonesia. PERMAMPU, konsorsium 8 organisasi perempuan di Sumatera, melakukan beberapa talkshow di radio dan televisi serta pentas seni dan diskusi seputar isu perempuan.

Women Crisis Center Palembang, salah satu organisasi bagian dari PERMAMPU, berdiskusi tentang ketimpangan-ketimpangan perempuan yang hingga kini masih terjadi di Indonesia. Acara ini disiarkan oleh TVRI Palembang dan Bangka-Belitung. Sedangkan mitra-mitra MAMPU di Bengkulu, PERMAMPU, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan Komnas Perempuan, melakukan dialog Interaktif di RRI PRO 1 Bengkulu. Pada dialog ini, mitra MAMPU mengajak seluruh elemen masyarakat, tanpa melihat latar-belakangnya, semua harus bergerak melawan ketimpangan-ketimpangan yang perempuan alami di Indonesia. Berbeda dengan yang lain, APM Jambi merayakan Hari Perempuan Internasional dengan Pagelaran Pentas Seni Remaja diselenggarakan 8 Maret 2016. Para remaja berkumpul mengekpresikan kegembiraannya lewat tarian.

Komnas Perempuan Kunjungi Sekolah untuk Edukasi Isu Kekerasan terhadap Perempuan

MAMPU mendukung kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKTP) yang diinisiasi oleh Komnas Perempuan. Sesuai dengan mandat presiden tahun 2005, Komnas Perempuan memiliki fungsi untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan melalui berbagai kampanye publik, salah satunya adalah K16HAKTP.

Kampanye yang diinisiasi sejak tahun 2001 ini, tahun ini berfokus pada peningkatan kesadaran terkait kekerasan terhadap perempuan pada kelompok muda, usia SMP dan SMA. Hal ini dilatarbelakangi trend korban kekerasan yang tiap tahun semakin muda.

Untuk itu Komnas Perempuan mengadakan roadshow ke beberapa sekolah di kawasan DKI Jakarta. Salah satunya adalah SMPN 53, Jakarta Utara. Komnas berbagi pemahaman dan pengetahuan kepada para siswa dan guru SMPN 53. Untuk para siswa, Komnas menjelaskan tentang kekerasan dalam pacaran dan bullying di sekolah. Sedangkan untuk para guru, Komnas berbagi tentang konsep gender dan bullying di sekolah.

Di dalam sesi dengan para siswa, banyak sekali hal-hal menarik yang dibicarakan. Salah satunya, cukup banyak siswa yang baru mengetahui bahwa kekerasan tidak harus selalu kekerasan fisik, bisa juga kekerasan non-fisik. Ada pula yang berbagi cerita tentang dirinya atau temannya yang pernah mengalami kekerasan. Sedangkan dalam sesi dengan para guru, isu gender dan pemahaman tentang kodrat perempuan menjadi fokus diskusi para guru.

Komnas Perempuan selalu terbuka jika ada sekolah-sekolah lain yang ingin mendapatkan sesi pelatihan tentang isu kekerasan terhadap perempuan.

Sekolah Pekerja Rumah Tangga Bantu Perempuan Sadari Hak dan Tingkatkan Kemampuan

Rumpun Tjoet Njak Dhien (RTND) mendampingi dua organisasi, Serikat Pekerja Rumah Tangga (PRT) Tunas Mulia (berdiri 2003) dan Kongres Operata Yogyakarta (berdiri 2009) untuk melaksanakan Sekolah PRT mingguan. Sekolah PRT ini digagas Lita Anggraini, seorang aktivis Jala PRT sejak 1995.

Sejak terintegrasi dengan Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) DIY, Sekolah PRT mingguan ini mulai banyak peminatnya. Dalam JPPRT, ada perlindungan untuk mencegah terjadinya jam kerja berlebih, gaji tidak dibayarkan dan larangan berorganisasi.

Masuknya Program MAMPU pada Juni 2014, semakin menguatkan kurikulum Sekolah PRT mingguan dan menjadi lebih terstruktur. Kurikulum tersebut ditata sesuai dengan kebutuhan PRT dan fokus ke pokok masalah yang sering dihadapi mereka.

Menurut Retno Hartati, salah satu pengurus dan pendamping RTND, Sekolah PRT kian diminati karena isi edukasi tepat sasaran dan bervariasi, contohnya peserta Sekolah Minggu mendapatkan edukasi seputar Kesehatan Reproduksi, cara mengurus majikan orang tua (Pramurukti), public speaking dan advokasi jika ada yang bermasalah. Sesekali diberikan praktek keterampilan, seperti memasak dan membuat kerajinan tangan.

“Siapa saja boleh masuk di Sekolah PRT ini, tidak dipungut biaya dan sasaran utamanya adalah perempuan putus sekolah yang sudah tak sanggup melanjutkan pendidikannya. Semua dibina di sini, jika diperlukan, kami pun membantu menyalurkan mereka untuk bekerja.” Kata Retno.

Salah satu binaan yang mengalami perubahan setelah ikut Sekolah PRT Mingguan, adalah Siti Kholifah (20). Ia kini tercatat sebagai salah satu peserta Sekolah PRT di RTND. Awalnya Ia pemalu dan bicara seperlunya tapi selalu menyimak semua yang disampaikan pengajar.

Perubahan sikapnya dalam ranah pekerjaan pun semakin meningkat. Siti, bekerja untuk majikan yang mempunyai usaha katering, walaupun sebenarnya tugas katering ada PRT lain yang menangani. Tapi Ia sering merasa tidak enak dengan teman yang masih bekerja, padahal pekerjaannya untuk rumah tangga sudah selesai. Waktu istirahatnya pun terpangkas karena membantu pekerjaan katering tersebut. Kini, Siti sudah memperoleh pemahaman bahwa porsi kerja nya adalah sebagai PRT mengerjakan pekerjaan rumah, bukan katering. Ia mampu bernegosiasi dengan majikan soal waktu kerja dan haknya memperoleh libur mingguan. Komunikasi yang baik pun membuat majikan setuju.

Perubahan dari PRT lain setelah mengikuti Sekolah PRT di RTND adalah Sukini (33), PRT asal Wonosari, yang bekerja sebagai PRT freelance dan berjualan mainan anak-anak di rumahnya. Ia sekarang lebih memahami hak-haknya sebagai PRT dan memperoleh banyak pengetahuan yang bisa jadi bekal.

“Saya yang selama ini cuma dapat gaji 750.000 Rupiah, setelah nego akhirnya ditambah menjadi 1.000.000 Rupiah. Ini berkat cara penyampaian yang tepat, jadi majikan saya paham dan saya sangat berterima kasih kepada Sekolah PRT.” Ungkap Sukini.

Yuvita Dyah Retnani, selaku pengurus dan pendamping di RTND juga mengungkapkan bahwa dua organisasi, Serikat PRT Tunas Mulia dan Kongres Operata Yogyakarta tersebar di daerah DIY melakukan pengkaderan berbasis 8 komunitas yang dipimpin 4 Community Leader.

Dikatakan Yuvita, bahwa menggali masalah yang dihadapi PRT tak mudah, sehingga banyak masalah yang tak muncul ke permukaan. Dengan terbentuknya 8 komunitas tersebut, diharapkan para PRT yang mengalami kesulitan dapat melakukan pengaduan atau konseling melalui Community Leader di masing-masing wilayah.

“Dalam hal ini, Program MAMPU sangat membantu, karena frekuensi pertemuan dan diskusi semakin berkelanjutan dengan menghadirkan narasumber-narasumber yang kompeten, sehingga proses pemahaman terkait hak-hak PRT lebih tersampaikan dengan baik.” Kata Yuvita.

PRT yang telah terlatih, akan memberikan materi kepada teman-temannya yang belum sempat hadir di Sekolah PRT. Ada juga PRT yang waktu kerjanya lebih longgar, yang mendedikasikan dirinya untuk membantu pengurus RTND dengan menjadi pendamping dan Supporting System (SS) di Sekolah PRT mingguan.

Adalah Sargini (33) asal Gunungkidul dan Jumiyem (40) asal Bantul. Dua PRT ini, awalnya peserta dan telah menguasai materi tentang Gender, Kepemimpinan perempuan, Kesehatan Reproduksi, Hak Asasi Manusia dan Paralegal. Mereka ikut menjadi pendamping teman-teman PRT yang bermasalah. Jika hanya konseling, biasanya mereka lakukan sendiri. Jika masalah cenderung berat, mereka akan melapor ke RTND.

Sargini dan Jumiyem lebih kritis, bahkan kepada tanggung jawabnya di RTND, “Untuk para mahasiswa yang meminta data tentang PRT yang mengalami kekerasan seksual pun kami memberlakukan aturan supaya mereka terjun ke lapangan, melihat langsung kondisinya. Jadi, tak meminta data semata.” Ujar Sargini.

Yuvita menambahkan, dengan adanya program MAMPU, sangat membantu memberikan pemahaman yang lebih mudah kepada peserta Sekolah PRT terkait hak-hak mereka, baik dalam lingkup pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari dalam keluarganya. Mereka merasa punya tempat yang tepat untuk berbagi beban. Karena para pendamping di komunitas juga pernah mengalami kekerasan baik dalam pekerjaan maupun rumah tangga, empatinya jadi terasa oleh kedua belah pihak.

Penyempurnaan dari cerita Most Significant Change yang ditulis dari Sleman, Provinsi DIY