Nawala MAMPU Kita Edisi 9 (Mei-Juni 2019)

Nawala MAMPU Kita terbit setiap dua bulan sekali, menyampaikan kabar capaian serta kegiatan Program MAMPU bersama kedua pemerintah dan mitra organisasi masyarakat sipil (OMS).

Program MAMPU adalah program inisiatif bersama antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia. Program ini mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan membangun kepemimpinan dan pemberdayaan perempuan, sehingga akses perempuan terhadap pelayanan dasar dan program pemerintah meningkat.

Edisi MAMPU Kita kali ini mengulas partisipasi Program MAMPU dan mitranya dalam konferensi Women Deliver 2019, sejumlah kegiatan mitra yang juga menjadi ajang pernyataan sikap seputar isu perempuan pekerja dan perlindungan perempuan dari kekerasan, serta upaya peningkatan kapasitas mitra MAMPU lewat pelatihan tentang disabilitas serta bisnis sosial.

Nawala dapat diakses melalui tautan berikut

Bahasa Indonesia | Bahasa Inggris

Dalam Rangka 16 HAKtP, Program MAMPU Adakan Kampanye #JanganTutupMata di Media Sosial

1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan, baik secara fisik maupun seksual.

Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN), Badan Pusat Statistik, pada 2016 itu selaras dengan data internasional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Angka ini menunjukkan betapa kekerasan terhadap perempuan merupakan sebuah isu global, dan kita semua perlu bergerak bersama demi mengatasinya.

Untuk itulah, Kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKtP) dirayakan di seluruh dunia setiap tahun.

Kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKtP) mulanya merupakan inisiatif Women’s Global Leadership Institute, yang diadakan oleh Center for Women’s Global Leadership pada 1991. Setiap tahunnya, kampanye dimulai pada 25 November, yang diperingati sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, dan berakhir pada 10 Desember, Hari Hak Asasi Manusia. Di Indonesia, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) menjadi inisiator pelaksanaannya sejak 2003.

Tahun ini, dalam rangka kampanye 16 HAKtP, Program MAMPU mengajak Anda untuk turut menyebarluaskan pesan-pesan dan memulai pembicaraan tentang antikekerasan terhadap perempuan di media sosial (Twitter, Instagram, Facebook, dan lainnya), dan tidak lagi memandang isu ini dengan sebelah mata. Mari bersama-sama #JanganTutupMata lewat #MAMPUPhotoChallenge dan #MAMPUVideoChallenge! Ini caranya:

#MAMPUPhotoChallenge:

  • Selama periode 16 HAKtP (25 November-10 Desember), unggah fotomu dengan pose satu tangan menutupi sebelah wajah
  • Beri caption berupa fakta atau opinimu tentang kekerasan terhadap perempuan
  • Sertakan tagar #JanganTutupMata #MAMPUPhotoChallenge #GerakBersama #16HAKtP
  • Agar fotomu dapat tampil di linimasa Twitter kami, mention @ProgramMAMPU dan tiga kawanmu untuk mengikuti tantangan ini
  • Contoh tweet: “#JanganTutupMata! 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Yuk, #gerakbersama cegah dan tangani kekerasan terhadap perempuan. (mention tiga temanmu) ikutan juga, ya! #MAMPUPhotoChallenge #16HAKtP @ProgramMAMPU”

#MAMPUVideoChallenge:

  • Selama periode 16 HAKtP (25 November-10 Desember), unggah video berdurasi maksimal satu menit (dapat menampilkan diri sendiri ataupun hasil wawancara dengan warga masyarakat) untuk menjawab dua pertanyaan ini:
    1. Menurutmu, kekerasan terhadap perempuan itu seperti apa?
    2. Bagaimana cara efektif mencegah maupun mengatasi kekerasan terhadap perempuan?
  • Sertakan tagar #JanganTutupMata #MAMPUVideoChallenge #GerakBersama #16HAKtP
  • Agar videomu dapat tampil di linimasa Twitter kami, mention @ProgramMAMPU di Twitter dan tiga kawanmu untuk mengikuti tantangan ini
  • Contoh tweet: “Kekerasan terhadap perempuan rupa-rupa bentuknya. Bagaimana mengatasinya? Ini pendapat saya, kalau kata (mention tiga temanmu) gimana? Saatnya #JanganTutupMata #MAMPUVideoChallenge @ProgramMAMPU #GerakBersama”

 

Yuk, ikutan!

Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan)

KOMNAS Perempuan

Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) didirikan pada 1998 sebagai sebuah lembaga nasional independen untuk melindungi hak-hak perempuan, termasuk mencegah dan mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dilakukan dengan cara membangkitkan kesadaran publik, mengumpulkan data dan melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan, mengkaji kebijakan, serta memfasilitasi kerja sama dan jejaring untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan.

KOMNAS Perempuan mendirikan Forum Pengada Layanan (FPL), menggabungkan jaringan yang terdiri dari 112 organisasi di 32 provinsi di Indonesia di garis depan layanan untuk korban kekerasan. MAMPU mendukung 20 anggota FPL, yang bekerja di 15 provinsi, 31 kabupaten/kota, dan 102 desa/kelurahan.

Pendekatan yang dikembangkan sebagai mitra MAMPU:

  • Bersama FPL mengelola dan memperbaharui basis data terkait kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia
  • Melakukan advokasi kolektif bersama organisasi masyarakat sipil nasional dan lokal dalam isu kesetaraan gender.

Capaian dalam Program MAMPU:

Mengurangi Kekerasan terhadap Perempuan

Mengapa isu ini penting

Kekerasan terhadap perempuan berakar dari ketidakseimbangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Perempuan korban kekerasan menghadapi berbagai tantangan dalam pemenuhan hak mereka atas keamanan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Dalam survei Badan Pusat Statistik pada 2017, satu dari tiga perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan dalam hidupnya, terutama yang dilakukan oleh pasangan atau orang yang dekat dengan mereka.

Angka kasus kekerasan pada perempuan terus meningkat. Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) mencatat 348,446 kasus pada 2017, 312 kasus di antaranya adalah pernikahan usia dini. Namun, hukum yang mengatur kekerasan seksual masih memberikan perlindungan yang terbatas bagi perempuan. Akibatnya, perempuan korban kekerasan terus menghadapi diskriminasi, disalahkan atas kekerasan yang terjadi pada mereka (re-viktimisasi), dan kesulitan mengakses layanan dan dukungan yang mereka butuhkan.

 

Pendekatan kami

Mengakhiri kekerasan pada perempuan adalah prioritas Pemerintah Indonesia, seperti tercantum dalam Nawa Cita dan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN 2015-2019). Hal ini sejalan dengan tujuan ke-5 dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) untuk mengakhiri segala jenis diskriminasi terhadap perempuan di mana pun.

MAMPU mendukung KOMNAS Perempuan, Forum Pengada Layanan (FPL) dan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) untuk bekerja sama dengan pemerintah dan parlemen di tingkat lokal dan nasional untuk membuat kebijakan, program, dan sistem yang dapat melindungi perempuan dari kekerasan.

Para Mitra MAMPU menghubungkan perempuan pada layanan yang mereka butuhkan ketika dihadapkan pada kekerasan. Hal ini dilakukan dengan membentuk kelompok perempuan, melatih perempuan dalam penjangkauan dan pengorganisasian masyarakat sebagai paralegal, melakukan advokasi dan kampanye publik, menyediakan penanganan kasus, pendampingan hukum, dan pengumpulan data untuk mengadvokasi perlindungan hukum yang lebih kuat.

Salah satu upaya advokasi ini adalah mengawal pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), yang menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas sejak 2016.

Mitra MAMPU bekerja dengan pemerintah untuk mengembangkan dan menguji model Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan (SPPT-PKKTP) untuk meningkatkan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah.

Mitra MAMPU juga telah mengembangkan inisiatif ‘Reses Partisipatif’ yang membawa kelompok konstituen ikut serta dalam konsultasi publik bersama anggota parlemen di daerah mereka. Model yang dikembangkan oleh Yayasan BaKTI ini telah diuji coba oleh anggota DPRD Kota Parepare, Ambon, Kendari, dan Kabupaten Lombok Timur, dan kini direplikasi oleh FPL.

 

Capaian area tematik ini:

Project Brief: SPPT-PKKTP

Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) adalah sistem terpadu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, yang mengutamakan kerjasama antarpihak yang berwenang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan serta membuka akses ke pelayanan yang mudah dan terjangkau bagi perempuan dalam setiap proses peradilan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Kartini di Mata Azriana

Menyambut Hari Kartini, MAMPU ingin memperlihatkan Kartini di mata perempuan-perempuan hebat masa kini yang berjuang demi kepentingan perempuan.

Salah satunya adalah Azriana. Azriana, akrab dipanggil Nana, adalah Ketua Umum Komnas Perempuan Periode 2015-2019.

Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ini pernah menjalani berbagai aktivitas fokus pada isu-isu perempuan. Ia pernah menjadi Sekretaris Jenderal Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (2010–2014), Koordinator Wilayah Timur Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (2000–2006), Komisioner Komnas Perempuan (2007–2009), Pengacara LBH APIK Aceh (2000–2014), Dewan Pengurus LBH APIK Aceh (2004–2009), Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh (2000–2005) dan Pengacara LBH Iskandar Muda Lhoksumawe (1995–1996).

Berikut hasil duduk bareng MAMPU dengan Azriana tentang Kartini dan perjuangannya.

 

Apa yang biasanya Kak Nana dengar tentang Kartini dan Hari Kartini?

Kartini adalah pejuang emansipasi wanita, dan Hari Kartini diperingati dengan perlombaan berbagai aktivitas yang menggambarkan peran gender perempuan dan berbagai pidato yang meneguhkan stereotipe perempuan.

Tapi akhir-akhir ini sudah mulai ada perubahan, Peringatan Hari Kartini mulai diisi dengan forum-forum diskusi yang mengupas lebih jauh perjuangan Kartini.

 

Sisi mana yang sebenarnya Kak Nana ingin masyarakat lebih tahu tentang perjuangan Kartini?

Perjuangan Kartini terhadap keberagaman.

Kartini sosok yang sangat menghargai keberagaman dan menempatkan semua manusia sama mulianya, apapun latar belakang manusia tersebut. Agama bagi Kartini bukan hanya penggunaan simbol-simbol tertentu, tapi seluruh ajaran kebaikan yang memanusiakan.

Selain itu, Kartini juga tidak hanya memberikan perhatian pada persoalan pendidikan kaum perempuan, tetapi juga pada upaya untuk memperoleh persamaan di hadapan hukum bagi perempuan. Dengan caranya Kartini melawan perkawinan dalam usia anak.

 

Apa nilai-nilai perjuangan Kartini yang Kak Nana ambil dan tuangkan dalam perjuangan yang Kak Nana lakukan sekarang lewat Komnas Perempuan?

Saya mengambil keteguhan dan konsistensi, keberanian dan rendah hati dari sosok Kartini.

 

Adakah capaian yang Kak Nana rasa paling membanggakan yang diraih perjuangan Kak Nana demi hak dan kepentingan perempuan Indonesia?

Saya merasa keberhasilan yang membanggakan diraih bersama dalam menuangkan pengalaman kekerasan seksual perempuan Indonesia dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksualmenangguhkan hukuman mati perempuan korban perdagangan manusia yang terjerat dalam sindikasi narkoba, membebaskan perempuan yang dikriminalkan karena mengkritisi kebijakan daerah dari tuduhan penghinaan dan mendekatkan akses perempuan korban kekerasan terhadap layanan.

MAMPU Gelar Lokakarya Hasil Temuan Penelitian tentang Aksi Kolektif Perempuan

Program MAMPU bekerja sama dengan lembaga riset Migunani mengadakan Workshop Hasil Temuan Penelitian Aksi Kolektif Perempuan (AKP) di Hotel The Alana, Sleman, Yogyakarta, pada Selasa (21/2). Acara ini bertujuan untuk menjamin mutu penelitian tentang peran 8 mitra MAMPU terpilih; ‘Aisyiyah, Konsorsium Perempuan Sumatra MAMPU (PERMAMPU), Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan), Migrant CARE, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Institut KAPAL Perempuan dan mitra pekerja rumahan dalam membangun Aksi Kolektif Perempuan (AKP).

Diharapkan melalui workshop tersebut lembaga mitra MAMPU dapat mendiskusikan hasil studi dan memberikan umpan balik untuk perbaikan di masa mendatang.

Acara ini diisi dengan presentasi dari tim Program MAMPU dan Migunani tentang hasil penelitian dan draft laporan di depan mitra terpilih. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengorganisasian adalah elemen yang sangat penting dan efektif untuk membuka akses perempuan ke layanan publik. Sebagai bentuk rekomendasi dihasilkan langkah-langkah yang harus diambil untuk membuka akses perempuan ke layanan tersebut, yaitu; membangun kepercayaan diri, menguatkan kepemimpinan dan membuka akses terhadap program pemberdayaan dan pengorganisasian perempuan akar rumput. Ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk keberlanjutan capaian dari AKP.

Konferensi Perempuan Timor – Mempererat Solidaritas, Menghapus Kemiskinan

Bertepatan dengan Hari Pemberantasan Kemiskinan tanggal 17 Oktober lalu, beberapa mitra MAMPU selenggarakan Konferensi Perempuan Timor di Atambua. Konferensi yang berlangsung selama dua hari ini, merupakan hasil kerjasama beberapa mitra MAMPU, yaitu BaKTI, Komnas Perempuan, dan Forum Pengadaan Layanan.

Konferensi ini diinisiasi untuk menanggapi permasalah yang sering muncul di wilayah perbatasan seperti minimnya akses informasi dan pengaduan terkait isu kemiskinan dan perempuan seperti  kejahatan perdagangan manusia.

Willy Lay, Bupati Kabupaten Belu dalam sambutannya ungkapkan apreasiasinya terhadap Konferensi Perempuan Timor.

“Kita apresiasi dan mendukung kegiatan Konferensi Perempuan Timor untuk penanggulangan kemiskinan. Acara ini mempunyai makna yang sangat dalam, dan ini membangun kepedulian dan perhatian pemerintah terhadap masalah kemiskinan perempuan,” ujar Willy Lay.

Konferensi dua hari tersebut membahas beberapa isu yang kerap dihadapi perempuan, yaitu Kerentanan Perempuan di Perbatasan dan Wilayah Pasca Konflik, Akses Perempuan Terhadap Perlindungan Sosial dan Layanan Kesehatan Reproduksi, Adat, Migrasi, dan Kekerasan terhadap Perempuan (KDRT dan Perdagangan Manusia) dan Peran Perempuan Parlemen dalam Mengadvokasi Perda yang Pro Gender. Migran Care, Proverdor for Human Rights and Justice (PDHJ) Timor Leste, mitra-mitra MAMPU lainnya, seperti Institut Kapal Perempuan, PEKKA, YKS serta beberapa anggota DPRD Belu turut hadir sebagai narasumber.

Konferensi Perempuan Timor menghasilkan delapan poin deklarasi yang disusun dalam lima tematik MAMPU. Deklarasi ini merupakan rencana aksi bersama yang diharapkan dapat diajukan ke ruang publik.

Konferensi Perempuan Timor tidak berhenti di situ. Pada tanggal 19 Oktober 2016, Kaukus Perempuan Parlemen Kabupaten (KPP) Belu, TTS dan TTU resmi dilantik. Perwakilan dari Forum Pengada Layanan menyerahkan deklarasi bersama yang dihasilkan oleh Koferensi Perempuan Timor dengan harapan anggota-anggota KPP dapat melaksanakan rencana aksi yang tertuang dalam deklarasi tersebut. KPP yang terbentuk diharapkan menjadi wadah bagi para anggota parlemen perempuan untuk menyatukan suara dan meningkatkan kemampuan mereka di dalam menjalankan tugas pokoknya.

Dalam kesempatan tersebut, Juliana Makandolo, Ketua Kaukus TTU & TTSjuga menekankan bahwa isu perdagangan dan kekerasan terhadap perempuan merupakan isu yang harus segera ditanggapi di NTT.

“Kami berharap dengan Konferensi Perempuan Timor dan Kaukus Perempuan Parlemen, kita bisa bekerjasama untuk atasi isu – isu perempuan,” ujar Juliana dalam pidatonya.

Sejalan dengan Juliana, Januaria A.AB, Ketua DPRD Kab. Belu memberikan sambutan positif pada pelantikan KPP, “Kehadiran kami (APP) di sini adalah untuk memperjuangkan kepentingan perempuan di daerah pemilihan kami.”

Dengan semangat, Mercy Piwung, Ketua KPP Provinsi NTT menambahkan, “Saya bangga rekan – rekan parlemen perempuan sama – sama mempunyai komitmen untuk perjuangkan isu – isu perempuan.”

KPP mengajak seluruh masyarakat untuk menyatakan perang terhadap kemiskinan dan kekerasan khususnya terhadap anak dan perempuan serta bersama – sama mewujudkan impian dan harapan Indonesia akan pemenuhan hak dasar, sosial dan ekonomi yang ideal.

MAMPU Adakan Diskusi Brown Bag Lunch Internal tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Pada 7 Oktober 2016, Program MAMPU mengadakan diskusi internal “Brown Bag Lunch” yang mengangkat tema Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). MAMPU Brown Bag Lunch (BBL) merupakan acara bulanan di kantor MAMPU, yang khusus dibuat untuk berbagi pengetahuan dari MAMPU dan mitra kepada publik. Diskusi BBL RUU PKS ini dipandu oleh Heni Pancaningtyas (Parliamentary Stream and Collective Action Manager – Program MAMPU) dan Nurus S. Mufidah (Parliamentary Stream Officer – Program MAMPU).

Tujuan dari diadakannya diskusi ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman lebih mendalam terkait alasan, urgensi dan juga progres dari advokasi RUU PKS yang dilakukan oleh mitra MAMPU untuk tema kekerasan terhadap perempuan, yaitu KOMNAS Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL).

Setiap hari, setidaknya 35 Perempuan dan anak Perempuan mengalami kekerasan seksual (Komnas Perempuan, 2012), sementara Undang-undang yang ada belum menjawab kebutuhan. Oleh karenanya, RUU PKS ini dipandang sangat penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tahun 2016, RUU PKS berhasil menjadi salah satu prioritas dalam program legislasi nasional (Prolegnas) untuk dibahas dan disahkan di DPR RI.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mengatur secara khusus tindak pidana kekerasan seksual sebagai tindak pidana khusus, bukan lagi sebagai kejahatan terhadap kesusilaan saja. Substansi RUU PKS ini mencakup pencegahan, penanganan serta pemulihan dan perlindungan korban.

Gambaran kebijakan kekerasan seksual sebelum dan sesudah adanya RUU ini akan lebih luas dan detail, misalnya terkait definisi kekerasan seksual, hak korban, persidangan, pembuktian, pencegahan, restitusi (penggantian secara materiil), peran lembaga negara serta peran lembaga pengada layanan.

Definisi Kekerasan Seksual mencakup setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, hasrat seksual dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas.

Adapun sembilan bentuk kekerasan seksual dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, antara lain: 1. Pelecehan seksual; 2. Eksploitasi seksual; 3. Pemaksaan kontrasepsi; 4. Pemaksaan aborsi; 5.Perkosaan; 6.Penyiksaan seksual; 7. Pemaksaan Pelacuran; 8.Perbudakan seksual; 9.Pemaksaan perkawinan

Dalam upaya pencegahan penghapusan kekerasan seksual, ini akan menjadi kewajiban Lembaga Negara baik Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk itu, KPPA mengoordinir seluruh pihak terkait, sedangkan Komnas Perempuan dan KPAI menyiapkan materi dan pedoman pelaksanaan.

Beberapa terobosan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, mencakup:

  1. Pembuktian satu saksi (korban) cukup dan mengakomodir saksi dari penyandang disabilitas,
  2. Pelapor dilindungi dari pasal pencemaran nama baik,
  3. Kasus Kekerasan seksual adalah delik biasa bukan delik aduan,
  4. Korban tidak harus datang dan dihadirkan di persidangan,
  5. Definisi lembaga pengada layanan di RUU adalah yang dibentuk oleh pemerintah maupun masyarakat sipil dan bisa mendapatkan pembiayaan dari APBN & APBD,
  6. Adanya pengaturan hak korban, keluarga korban, dan saksi,
  7. Pelaporan: melalui lembaga pengada layanan atau langsung ke kepolisian,
  8. Pembuktian: satu keterangan korban atau saksi ditambah satu alat bukti cukup untuk menindaklanjuti laporan,
  9. Kewenangan penyidik: Penyadapan telepon atau alat komunikasi seseorang yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana kekerasan seksual. Berdasarkan izin ketua pengadilan selama 6 bulan.
  10. Sistem Pemidanaan dalam RUU PKS ini yaitu adanya kurungan maksimal 40 tahun (pemberatan jika korban adalah anak-anak, wanita hamil dan penyandang disabilitas, Rehabilitasi khusus, dan Restitusi.

Dalam RUU penghapusan kekerasan Seksual, Komnas Perempuan berperan untuk menyiapkan materi dan pedoman dalam pelaksanaan pencegahan kekerasan seksual serta penyelenggaran pemantauan terhadap upaya penghapusan kekerasan seksual.

Strategi Advokasi yang dilakukan Komnas Perempuan dan FPL yaitu membuat naskah akademik dan Draft UU Penghapusan  Kekerasan Seksual, kemudian melakukan advokasi ke KPPRI, DPD RI dan Komisi 3 DPR RI agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dibahas di Pansus (Lobby Partai, individu APP anggota KPPRI). Yang menjadi tantangan dalam advokasi ini adalah pro kontra terkait hukuman kebiri dan hukuman mati, serta pengaruh judicial review perluasan zina dalam pasal 284 KUHP (Mahkamah Konstitusi).

Komnas Perempuan: Audiensi ke Wakil Ketua DPR RI untuk Tindak Lanjuti RUU PKS

Pada 6 September 2016, Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) melakukan audiensi dengan wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah untuk membicarakan tindak lanjut dari pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Audiensi yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta ini, juga membahas tata cara pembahasan RUU.

Komnas Perempuan mengusulkan agar RUU tersebut dibahas di Pansus, bukan di Komisi. Terkait hal tersebut, Fahri menanggapi bahwa usulan ini akan ditindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Komnas Perempuan mengusulkan agar RUU ini dapat dibahas ditingkat Pansus, supaya lebih komprehensif pengkajiannya. Jadi tidak saja di komisi hukum karena ada kaitannya dengan hukum atau komisi yang berkaitan dengan pemberdayaan sosial dan anak,” katanya.

Sebagai tindak lanjut, Wakil Ketua DPR RI akan mengecek ke Baleg sudah sejauh mana proses pembahasan RUU tersebut, dan usulan untuk dibentuknya pansus akan disampaikan.