Cerita
Kartini di Mata Lusia Palulungan
21 April 2017Penulis: admin
Menyambut Hari Kartini, MAMPU ingin memperlihatkan Kartini di mata perempuan-perempuan hebat masa kini yang berjuang demi kepentingan perempuan.
Salah satunya adalah Lusia Palulungan. Lusia Palulungan, akrab dipanggil Lusi adalah Koordinator Program untuk MAMPU di Yayasan BaKTI. Lusi fokus terhadap isu gender; dukungan hukum dengan perspektif perempuan pada kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan, dan kekerasan perkawinan; peningkatan kapasitas bagi anggota parlemen perempuan; legal drafting; resolusi konflik; pluralisme; dan pengembangan masyarakat.
Berikut hasil duduk bareng MAMPU dengan Lusi mengenai Kartini dan nilai-nilai perjuangan Kartini yang beliau ambil untuk perjuangannya bagi perempuan Indonesia.
Apa yang biasanya Kak Lusi dengar tentang Kartini dan Hari Kartini?
Yang saya dengar selama ini tentang Kartini adalah tentang perjuangannya terhadap emansipasi perempuan. Hal ini juga dipahami masyarakat secara umum bahwa Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan negeri ini yang belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diizinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria, bahkan belum diizinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Sedangkan yang saya lihat selama ini tentang peringatan Hari Kartini, yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta hanya dalam bentuk upacara, penggunaan atribut dan pakaian “perempuan” (kebaya dan sanggul) yang dilakukan terus-menerus. Biasanya upacara peringatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi perempuan yang merupakan sub-ordinat dari organisasi pemerintah atau swasta.
Sisi mana yang sebenarnya Kak Lusi ingin masyarakat lebih tahu tentang perjuangan Kartini?
Yang saya ingin masyarakat lebih tahu adalah perjuangan Kartini melawan penindasan terhadap perempuan dan melawan penjajahan. Penjajahan asing (Belanda), sekaligus penjajahan terhadap kaumnya sendiri. Kartini memperjuangan perempuan agar memperoleh kesempatan atau akses yang sama dengan laki-laki di arena publik, terutama saat itu pada bidang pendidikan.
Apa nilai-nilai dari perjuangan Kartini yang Kak Lusi ambil dan tuangkan dalam perjuangan yang Kak Lusi lakukan?
Nilai penting dalam perjuangan Kartini yang saya ambil adalah keadilan dan kesetaraan. Nilai tersebut selama ini saya gunakan dalam setiap aktivitas saya dalam upaya meningkatkan kapasitas dan posisi perempuan di ranah publik.
Adakah capaian yang Kak Lusi rasa paling membanggakan yang diraih dalam memperjuangkan hak dan kepentingan perempuan Indonesia?
Sejak lulus dari Fakultas Hukum tahun 1997, saya langsung bekerja di LBH untuk Perempuan (LBH P2i) dan kemudian mendirikan LBH APIK Makassar tahun 2002. Pengalaman ini sangat membanggakan karena saya dapat mendedikasikan diri untuk kemajuan perempuan pencari keadilan yang mengalami kekerasan.
Sejak tahun 1998 saya bekerja secara pro-bono bagi perempuan korban kekerasan. Berdasarkan pengalaman bahwa hukum tidak sepenuhnya dapat memberikan rasa keadilan bagi perempuan korban, maka saya merasa peningkatan kesadaran hukum masyarakat penting dilakukan.
Akhirnya, sejak 2003, saya mulai aktif mengembangkan paralegal berbasis komunitas yang sampai saat ini masing terus berkembang. Para perempuan komunitas telah memiliki kemampuan untuk memperjuangkan hak-hak hukumnya bahkan juga telah mampu membantu orang lain di lingkungannya yang memiliki masalah hukum. Bahkan ada di antara paralegal yang telah dilatih pada tahun 2003, sampai saat ini telah menangani lebih dari 100 kasus dan masih aktif mendampingi.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai direktur LBH APIK Makassar, perjuangan untuk memajukan perempuan selalu mewarnai kerja-kerja pembangunan yang saya tekuni. Dengan diterapkannya affirmative action (30%) yaitu keterlibatan perempuan dalam segala bidang, merupakan salah satu upaya yang membanggakan yang dulu juga turut diperjuangkan. Hal ini kemudian berdampak di tingkat parlemen, terutama anggota DPRD dimana terjadi peningkatan jumlah perempuan.
Melalui Program MAMPU BaKTI, saya berkesempatan untuk turut menguatkan kapasitas anggota DPRD. Dimana saat ini juga mengalami peningkatan yang sangat membanggakan. Anggota DPRD perempuan di beberapa daerah berani tampil dan mengambil peran dalam setiap agenda-agenda di DPRD. Mereka telah menduduki jabatan strategis seperi pimpinan DPRD, ketua komisi, sekretaris dewan etik, termasuk sebagai ketua atau sekretaris pansus yang membahas kebijakan-kebijakan yang responsif gender dan pro poor.
Di sisi lain melalui Program MAMPU BaKTI, saya melakukan pemberdayaan masyarakat dengan membentuk Kelompok Konstituen (KK). KK umumnya diorganisir oleh perempuan untuk meningkatkan akses masyarakat dan perempuan miskin terhadap layanan-layanan pemerintah.
Hal ini juga meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan di tingkat desa atau kelurahan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya partisipasi perempuan dalam proses pembangunan, khususnya di tingkat desa atau kelurahan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang) dan partisipasi pembangunan lainnya.
Terus berkarya untuk perempuan Indonesia, Kak Lusi!