Cerita

Meningkatkan Akses Perempuan terhadap Program-program Perlindungan Sosial

9 Mei 2018
Penulis: admin

Pemerintah Indonesia saat ini memberi prioritas untuk membangun sebuah sistem nasional dalam perlindungan sosial sebagai titik dasar dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Sebesar 1,2 persen PDB dipergunakan untuk anggaran perlindungan sosial, dan sekitar sepertiganya (0,5 persen) diberikan dalam bentuk bantuan sosial bagi rumah tangga, untuk membantu laki-laki, perempuan, serta anak-anak yang miskin dan rentan dalam mengatasi dampak guncangan keuangan serta membebaskan diri mereka dari kemiskinan[1].

Meskipun tidak ada pembatasan formal bagi perempuan untuk mengakses program-program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan tersebut, tidak dipungkiri masih terdapat rintangan yang tak kasat mata yang dapat menghambat perempuan dalam memanfaatkan layanan tersebut. Survei Akses dan Kesetaraan pada 2007–2009 menemukan adanya isu-isu penting dalam penetapan sasaran program[2]. Ini, misalnya, belum meperhitungkan dan bahwa perempuan yang menjadi kepala rumah tangga umumnya terlalu miskin yang bahkan tidak sanggup membayar biaya transportasi. Perempuan-perempuan ini pun tidak sanggup membayar biaya perkara yang diperlukan untuk memperoleh pengakuan hukum atas status mereka sebagai kepala rumah tangga[3].

Konsultasi perancangan program dan penelitian, telah mengidentifikasi empat peluang pintu masuk bagi program ini. Pintu masuk pertama adalah penetapan sasaran bantuan sosial dan pengembangan basis data penerima maanfaat terpadu. Ini bertujuan untuk menghasilkan daftar yang lebih akurat tentang siapa saja yang berhak menjadi penerima manfaat program.

Pintu masuk kedua adalah perbaikan mekanisme pengaduan layanan masyarakat terkait program-program sosial pemerintah tersebut. Ini untuk memastikan agar sistem penanganan keluhan dapat dijangkau oleh perempuan, dan efektif baik dalam penyelesaian setiap kasus maupun dalam pengumpulan data keluhan agar dapat mengidentifikasi pola yang muncul yang dapat berdampak pada kebijakan yang lebih luas. Hal-hal tersebut menjadi penting dalam upaya peningkatan jangkauan layanan bagi perempuan miskin.

Pintu masuk ketiga adalah ‘sosialisasi’ persyaratan dan prosedur pendaftaran untuk dapat menerima program. Perempuan miskin dengan tingkat pendidikan atau kemampuan baca tulis yang rendah, dan sulit terjangkau media (misalnya, di daerah terpencil) adalah  kelompok yang paling rentan.

Pintu masuk keempat adalah akses terhadap dokumen identitas. PEKKA, sebuah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang bekerja dengan sekitar 16 ribu rumah tangga miskin, telah menentukan permasalahan identitas ini sebagai kendala terbesar. PEKKA telah memberikan dukungan yang amat baik kepada para anggotanya dalam mendapatkan dokumen identitas serta dokumen resmi penting lainnya, seperti akta nikah dan akta cerai. Lembaga-lembaga pemerintah sangat mendukung upaya PEKKA dalam menyediakan dokument resmi yang amat diperlukan oleh para perempuan kepala rumah tangga sebagai persyaratan untuk mendapatkan program-program perlindungan sosial. Lembaga pemerintah pun telah mulai menganggarkan dana pendamping baru, sebuah langkah baik untuk mereplikasi dan memperluas skala kegiatan dalam proyek ini.

Hasil-hasil yang diusulkan sebagai capaian dari kegiatan di bidang ini mencakup:

(i) adanya perbaikan dalam sistem penetapan sasaran;

(ii) perbaikan mekanisme pengaduan layanan dan penyelesaian kasus yang dapat dijangkau oleh perempuan miskin;

(iii) adanya kesadaran tentang persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh program bagi penerima manfaat; dan

(iv) adanya sistem pemantauan dan tanggapan yang dapat menurunkan jumlah perempuan miskin yang tersisihkan dari program-program perlindungan sosial pemerintah.

[1] Sisa sebesar dua per tiga dibelanjakan untuk jaminan sosial, yang sebagian besar terdiri dari tunjangan pensiun dan kesehatan bagi PNS.Protecting Poor and Vulnerable Families in Indonesia: A comprehensive review of Indonesia’s social assistance programs and public expenditures, to support the building of a true social safety net for all poor and vulnerable households, World Bank, 2011. Jakarta. hal. 7.

[2] Sebuah survei-uji yang dilakukan selama masa persiapan program ini menemukan bahwa instrumen penetapan sasaran milik Pemerintah Indonesia yang sudah dimutakhirkan masih luput memasukkan 30 persen total rumah tangga miskin dan 62 persen rumah tangga miskin yang dikepalai oleh perempuan.

[3] Increasing Access to Justice for Women, the Poor, and Those Living in Remote Areas:An Indonesian Case Study, 2011, World Bank