Cerita

Tersiana Haba: Libatkan Tetangga dalam Kegiatan Menenun

27 Mei 2018
Penulis: admin

Tersiana Haba (44 tahun) adalah salah satu penenun di Kelompok Lehari – Manutapen, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia menekuni pekerjaan menenun sejak usia muda hingga sekarang. Karena sudah lama, maka menenun sudah menjadi pekerjaan utama dan mata pencariannya.

Dulu, sebelum ada Gerakan TenunKoe, setiap bulan Tersiana dapat menjual satu sampai dua lembar kain tenun ukuran bahan pakaian yang terbuat dari benang katun biasa. Kain tersebut harganya Rp. 200.000,-, sehingga setiap bulannya ia bisa mendapat Rp. 400.000,-.

Sejak bergabung dengan program TenunKoe, Tersiana mendapatkan banyak sekali pelatihan, antara lain pelatihan mewarnai kain agar tidak luntur, memadukan warna-warna, serta membuat ukuran tenun yang tetap sama dari ujung ke ujung atau agar tidak “noe-noe”.

Setelah mendapat pelatihan, ia mempraktekkan ilmunya sehingga kain tenunnya menjadi lebih baik. Orang lain bahkan berkata bahwa hasil tenun Tersiana menjadi lebih berkualitas.

Melalui pendampingan dari YSKK, akhirnya kelompok Lehari mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah serta pihak-pihak lainnya. Saat setelah pertemuan dengan lurah dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota yang diadakan oleh YSKK melalui program Tenunkoe, Tersiana dan kelompoknya dihubungi oleh pihak Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota untuk mengikuti pelatihan Manajemen. Semua anggota kelompok Lehari dan Sehati pun turut serta. Bantuan berupa benang dan obat-obatan pewarna mereka dapatkan secara bertahap dan merata ke semua anggota kelompok tenun.

Tersiana menceritakan bahwa pada awalnya, sebelum ada YSKK, bantuan pernah didapat namun hanya beberapa orang saja yang merasakan bantuan tersebut. Akan tetapi sekarang semua anggota kelompok bisa ikut merasakan bantuan.

Sejak kualitas tenun menjadi lebih baik, Tersiana berani menawarkan harga lebih tinggi kepada pembeli. Sekarang ia bisa menjual empat lembar kain dalam sebulan dengan harga Rp. 400.000,- per lembar. Kain ini menggunakan benang masarais yang lebih berkualitas dan halus, sehingga lebih cocok dan lebih bagus untuk dijadikan baju. Dengan begitu, total penjualan setiap bulannya meningkat menjadi sekitar Rp. 1.600.000,-.

Dari hasil permintaan koperasi Tenunkoe dan toko-toko seni di Kupang yang semakin meningkat, Tersiana kemudian berpikir untuk fokus pada pekerjaan pewarnaan dan menenun. Sementara itu, pekerjaan menggulung benang diserahkan kepada tetangganya. Dalam sebulan, ia bisa menghasilkan lebih banyak kain tenun, dari yang biasanya hanya 2-3 lembar, sekarang bisa mencapai 4-5 lembar. Tetangga yang membantu Tersiana mendapat upah mulai dari Rp. 5.000 – Rp. 15.000/ gulung.

Tersiana sangat senang bisa melibatkan tetangganya untuk membantu menggulung benang, walaupun ia hanya bisa memberi mereka sekedar uang pulsa. Namun harapannya, melalui kegiatan ini, para tetangga ataupun anak-anak yang ada di sekitar rumah Tersiana, tertarik untuk belajar menenun meskipun belum secara penuh waktu.

“Lama kelamaan, mereka pasti mahir dan kelak akan meneruskan warisan keterampilan nenek moyang ini. Terlebih ketika jika saya sudah tua dan tidak mampu menenun lagi”, ujar Tersiana.

Ditulis oleh: Agustina Nenabu