Cerita

Reses Partisipatif Beri Ruang Keterlibatan Perempuan Miskin di Lombok Timur

1 Mei 2016
Penulis: admin

Wakil rakyat atau anggota parlemen (DPR/DPRD) sebagai representasi rakyat dalam menjalankan fungsinya tetap mengacu pada kebutuhan dan suara konstituen. Kebutuhan itu beragam, mulai dari kebutuhan yang paling mendasar hingga aspek sosial dan budaya.

Untuk mendengarkan suara konstituen, dalam setahun sebanyak tiga kali anggota DPR/DPRD mengunjunginya untuk melihat, merasakan dan mendengarkan secara langsung persoalan yang dihadapi, serta memastikan program yang dilakukan pemerintah dirasakan dampaknya secara langsung oleh masyarakat. Kunjungan ke konstituen ini dikenal sebagai Reses.

Reses menjadi penting karena anggota DPR/DPRD mengunjungi konstituen di daerah pemilihan (dapil) masing-masing untuk: (1) menyampaikan/melaporkan apa yang telah dikerjakannya sebagai anggota DPR/DPRD; (2) memantau/mengawasi realisasi pembangunan di dapil masing-masing; (3) melihat lebih dekat berbagai permasalahan di dapil; dan (4) menerima atau menjaring aspirasi konstituen di dapil.

Bagi kostituen, reses adalah salah satu sarana yang efektif dalam mengusulkan suatu kegiatan. Dan proses eksekusinyapun dirasakan cepat, dengan berbasis kebutuhan prioritas konstituen.  Dengan besaran alokasi peserta yang cukup banyak, ruang partisipasi perempuan miskin sangat terbuka dan menemukan tempatnya.

Partisipasi Perempuan

Namun, berkaca pada model reses yang selama ini dilakukan oleh anggota parlemen, dengan anggaran yang besar, seharusnya mereka mendapatkan usulan-usulan yang variatif dari masyarakat. Tetapi yang terjadi pada setiap reses adalah usulan yang banyak dikeluhkan atau disampaikan warga selalu terkait infrastruktur. Oleh karenanya, warga miskin dan perempuan yang seharusnya mengusulkan bantuan kebutuhan langsung atau pokok, tidak selalu masuk di dalam usulan yang dibawa oleh anggota parlemen. Hal ini karena peserta yang menghadiri reses didominasi oleh laki-laki, pemerintah setempat, dan elit.

Maka, Reses Partisipatif muncul dari harapan publik agar bisa menjadi sarana yang efektif bagi anggota legislatif untuk mendengar aspirasi dan kehendak masyarakat yang diwakilinya. Selama ini, sebagian besar reses hanya diwakili oleh konstituen laki-laki. Tetapi, dengan metode partisipatif dan mengedepankan keterwakilan perempuan, khususnya suara perempuan miskin, maka suara perempuan dapat didengar langsung oleh anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

Selain mengutamakan keterwakilan perempuan, Reses Partisipatif juga menggunakan metode yang lebih partisipatif. Usulan-usulan masyarakat dilakukan dalam diskusi kelompok dan dipresentasikan di depan anggota DPRD. Usulan-usulan tersebut menjadi dokumen bagi peserta reses dan akan dibawa oleh anggota DPRD.

Pola ini perlu dikembangkan agar aspirasi yang diperjuangkan anggota DPRD betul-betul murni, lahir dari persoalan sehari-hari masyarakat, suara perempuan miskin dan kelompok marginal. Sehingga reses tidak hanya menyampaikan kebutuhan dan kepentingan kepada wakil rakyat, tetapi dapat dioptimalkan sebagai sarana advokasi kepentingan konstituen dan publik yang lebih luas.

Reses Partisipatif di Lombok Timur

Kantor Sub-office MAMPU BaKTI di Nusa Tenggara Barat melakukan pengembangan Reses Partisipatif di Lombok Timur. Hal ini diapresiasi oleh DPRD Kabupaten Lombok Timur.

Reses Partisipatif tersebut kemudian dipraktikkan oleh pimpinan DPRD. Ketua DPRD Lombok Timur (H. Khaerul Rizal) melakukan Reses secara Partisipatif yang dipusatkan di Pondok Pesantren Syafi’iyah Darul Muhsin Nahdlatul Wathan dan Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan (MI NW) Dasan Lekong. Sedangkan untuk Wakil Ketua DPRD, Fadil Na’im, melakukan reses partisipatif di Desa Peneda Gandor dan Desa Labuhan Haji, Kecamatan Labuhan Haji. Sementara anggota parlemen perempuan (APP) Baiq Nurhasanah, melaksanakan reses di rumahnya, Desa Sukamulia, Kecamatan Suralaga.

H. Khaerul Rizal mengatakan, “Reses Partisipatif memberikan ruang seluas-luasnya bagi perempuan”.

Dengan tingkat kehadiran peserta reses mencapai 100 % dan tingkat partisipasi dan keaktifan peserta mencapai 85 %, dari proses tersebut dihasilkan dokumen aspirasi yang valid yang terbagi dalam beberapa sektor prioritas, seperti: Kesehatan, Sosial Budaya, Pendidikan, Pertanian, Infrastruktur, dan Program Perlindungan Sosial.

Reses sebagai Sumber Legitimasi

Reses adalah kewajiban anggota DPRD yang diselenggarakan secara berkala dalam 3 kali masa sidang. Khusus anggota DPRD Kabupaten Lombok Timur yang berjumlah 50 orang, mereka akan hadir secara langsung ke masyarakat.

Dengan jumlah pertemuan yang berlangsung sebanyak 3 kali periode reses x 6 pertemuan = 18 kali pertemuan dengan dihadiri rata-rata 90 peserta, maka terhitung sekitar 1.620 orang peserta hadir dan bertemu setiap tahunnya untuk setiap anggota DPRD nya, atau 81.000 peserta reses untuk 50 anggota DPRD.

Melihat jumlah ini, reses menjadi sumber legitimasi bagi fungsi budgeting, legislasi, dan pengawasan yang dimiliki oleh anggota DPRD. Dan hal ini bisa dijadikan sebagai instrumen pembanding bagi proses perencanaan pembangunan yang dihimpun melalui musrenbang desa (kelurahan), kecamatan, kabupaten/kota, hingga perumusan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang diajukan oleh eksekutif.

Jika reses dilakukan secara benar, maka usulan dalam reses dapat dipertemukan dengan usulan dalam Musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan). Usulan-usulan tersebut dipastikan akan sama karena berasal dari masyarakat, keterwakilan, dan lokasi yang sama.

Urgensi Reses Partisipatif

Dengan melihat pola pelaksanaan reses yang berlangsung selama ini, Reses Partisipatif memberikan keuntungan tersendiri bagi anggota DPRD. Misalnya memudahkan anggota DPRD dalam mengidentifikasi persoalan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dan mampu menjalin komunikasi yang intensif dengan pola partisipatif antara pemilih dengan anggota DPRD.

Melalui Reses Partisipatif juga, diharapkan memudahkan anggota DPRD dalam merawat jaringan tim sukses dan partai yang selama ini mendukungnya. Yang terpenting dari semua itu, melalui anggota DPRD ada kemungkinan peningkatan alokasi advokasinya, di luar besaran kesepakatan plafon aspirasi yang telah diperjuangkan sehingga advokasi kepentingan konstituen semakin optimal. Muaranya, Reses Partisipatif melahirkan dokumen aspirasi masyarakat yang faktual (data per hari ini), legitimate (81.000 peserta per tahun), dan terukur.

Reses Partisipatif, bukan hanya memudahkan capaian kinerja DPRD, melainkan eksekutif juga dapat mengambil manfaat dari pola ini. Pemerintah daerah bisa mendapatkan data primer langsung dari masyarakat terkait dengan aspirasi masyarakat yang telah dihimpun melalui Reses Partisipatif, sehingga memudahkan sinkronisasi program dan kegiatan yang dihasilkan melalui pendekatan partisipatif-teknokratik dengan pendekatan politis melalui parlemen. Maka dari itu, fungsi saling dukung dokumen antara keduanya, melahirkan perencanaan yang lebih valid melalui partisipasi masyarakat yang lebih besar.

Adapun manfaat bagi masyarakat (konstituen) yaitu mereka dapat memantau perkembangan aspirasinya melalui wakil-wakilnya. Mereka dapat menilai secara langsung wakil rakyat yang sungguh-sungguh mengadvokasi kepentingannya, serta bisa merasakan kebijakan pembangunan yang tumbuh dari kehendak masyarakat bersama.

Dilaporkan oleh: Nur Janah dan M. Ghufran H. Kordi K.