MAMPU Adakan Diskusi Brown Bag Lunch Internal tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Pada 7 Oktober 2016, Program MAMPU mengadakan diskusi internal “Brown Bag Lunch” yang mengangkat tema Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). MAMPU Brown Bag Lunch (BBL) merupakan acara bulanan di kantor MAMPU, yang khusus dibuat untuk berbagi pengetahuan dari MAMPU dan mitra kepada publik. Diskusi BBL RUU PKS ini dipandu oleh Heni Pancaningtyas (Parliamentary Stream and Collective Action Manager – Program MAMPU) dan Nurus S. Mufidah (Parliamentary Stream Officer – Program MAMPU).

Tujuan dari diadakannya diskusi ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman lebih mendalam terkait alasan, urgensi dan juga progres dari advokasi RUU PKS yang dilakukan oleh mitra MAMPU untuk tema kekerasan terhadap perempuan, yaitu KOMNAS Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL).

Setiap hari, setidaknya 35 Perempuan dan anak Perempuan mengalami kekerasan seksual (Komnas Perempuan, 2012), sementara Undang-undang yang ada belum menjawab kebutuhan. Oleh karenanya, RUU PKS ini dipandang sangat penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tahun 2016, RUU PKS berhasil menjadi salah satu prioritas dalam program legislasi nasional (Prolegnas) untuk dibahas dan disahkan di DPR RI.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mengatur secara khusus tindak pidana kekerasan seksual sebagai tindak pidana khusus, bukan lagi sebagai kejahatan terhadap kesusilaan saja. Substansi RUU PKS ini mencakup pencegahan, penanganan serta pemulihan dan perlindungan korban.

Gambaran kebijakan kekerasan seksual sebelum dan sesudah adanya RUU ini akan lebih luas dan detail, misalnya terkait definisi kekerasan seksual, hak korban, persidangan, pembuktian, pencegahan, restitusi (penggantian secara materiil), peran lembaga negara serta peran lembaga pengada layanan.

Definisi Kekerasan Seksual mencakup setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, hasrat seksual dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas.

Adapun sembilan bentuk kekerasan seksual dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, antara lain: 1. Pelecehan seksual; 2. Eksploitasi seksual; 3. Pemaksaan kontrasepsi; 4. Pemaksaan aborsi; 5.Perkosaan; 6.Penyiksaan seksual; 7. Pemaksaan Pelacuran; 8.Perbudakan seksual; 9.Pemaksaan perkawinan

Dalam upaya pencegahan penghapusan kekerasan seksual, ini akan menjadi kewajiban Lembaga Negara baik Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk itu, KPPA mengoordinir seluruh pihak terkait, sedangkan Komnas Perempuan dan KPAI menyiapkan materi dan pedoman pelaksanaan.

Beberapa terobosan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, mencakup:

  1. Pembuktian satu saksi (korban) cukup dan mengakomodir saksi dari penyandang disabilitas,
  2. Pelapor dilindungi dari pasal pencemaran nama baik,
  3. Kasus Kekerasan seksual adalah delik biasa bukan delik aduan,
  4. Korban tidak harus datang dan dihadirkan di persidangan,
  5. Definisi lembaga pengada layanan di RUU adalah yang dibentuk oleh pemerintah maupun masyarakat sipil dan bisa mendapatkan pembiayaan dari APBN & APBD,
  6. Adanya pengaturan hak korban, keluarga korban, dan saksi,
  7. Pelaporan: melalui lembaga pengada layanan atau langsung ke kepolisian,
  8. Pembuktian: satu keterangan korban atau saksi ditambah satu alat bukti cukup untuk menindaklanjuti laporan,
  9. Kewenangan penyidik: Penyadapan telepon atau alat komunikasi seseorang yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana kekerasan seksual. Berdasarkan izin ketua pengadilan selama 6 bulan.
  10. Sistem Pemidanaan dalam RUU PKS ini yaitu adanya kurungan maksimal 40 tahun (pemberatan jika korban adalah anak-anak, wanita hamil dan penyandang disabilitas, Rehabilitasi khusus, dan Restitusi.

Dalam RUU penghapusan kekerasan Seksual, Komnas Perempuan berperan untuk menyiapkan materi dan pedoman dalam pelaksanaan pencegahan kekerasan seksual serta penyelenggaran pemantauan terhadap upaya penghapusan kekerasan seksual.

Strategi Advokasi yang dilakukan Komnas Perempuan dan FPL yaitu membuat naskah akademik dan Draft UU Penghapusan  Kekerasan Seksual, kemudian melakukan advokasi ke KPPRI, DPD RI dan Komisi 3 DPR RI agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dibahas di Pansus (Lobby Partai, individu APP anggota KPPRI). Yang menjadi tantangan dalam advokasi ini adalah pro kontra terkait hukuman kebiri dan hukuman mati, serta pengaruh judicial review perluasan zina dalam pasal 284 KUHP (Mahkamah Konstitusi).

Brown Bag Lunch: Memahami Faktor Penentu Kematian Ibu di Indonesia

Pada Rabu, 1 Juni 2016, MAMPU menyelenggarakan diskusi Brown Bag Lunch . Brown Bag Lunch adalah diskusi bulanan dengan tema tertentu yang diselenggarakan oleh Program MAMPU, yang merupakan wadah untuk berbagi pengetahuan dari MAMPU ke berbagai jaringan. MAMPU mempunyai divisi penelitian yang hasilnya akan dipergunakan untuk mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan oleh program MAMPU melalui mitra-mitranya.

Tema yang diangkat dalam diskusi kali ini adalah “Memahami Faktor Penentu Kematian Ibu di Indonesia” (Understanding Determinants of Maternal Mortality in Indonesia), yang merupakan hasil penelitian dari Lisa Cameron, Diana Contreras Suarez, dan Katy Cornwell. Penelitian tersebut merupakan kolaborasi antara MAMPU dengan Monash University.

Dalam kesempatan tersebut, paparan penelitian disampaikan oleh Diana Contreras Suarez, yang merupakan Post-doctoral research fellow di Centre for Development Economics and Sustainability di Monash University, Australia.

Diana menyampaikan bahwa penelitian tentang kematian ibu yang dilakukan selama 1,5 tahun tersebut, terdiri dari tiga bagian utama; antara lain: perbandingan pustaka dari penelitian sebelumnya, analisa bagaimana Indonesia mengukur rasio kematian ibu dengan membandingkan studi kuantitatif hasil sensus dan Demographic Health Survey(DHS), serta menguji kaitan antara kematian ibu dengan ketersediaan pelayanan kesehatan dan karakteristik demografi di Indonesia.

Beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini, antara lain:

  • Pendidikan dan status sosial-ekonomi memiliki pengaruh yang kuat pada tingkat kematian ibu.
  • Adanya hubungan antara akses layanan kesehatan dengan rasio kematian ibu.
  • Ketersediaan fasilitas dan pelayanan tenaga kesehatan (posyandu dan bidan) di desa/ daerah terpencil.
  • Sebagian besar kematian ibu terjadi di daerah-daerah paling padat (Jawa-Bali: 46%) di mana akses yang tinggi terhadap pelayanan kesehatan sudah ada.

Untuk menutup paparannya, Diana menyampaikan tiga tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam menurunkan angka kematian Ibu, yaitu: 1) Kualitas tenaga medis dan fasilitas kesehatan, 2) Koordinasi berbagai pihak terkait, dan 3) Jangkauan wilayah terhadap akses pelayanan kesehatan di berbagai daerah (terutama pelosok) Indonesia.

Presentasi materi dari sesi Brown Bag Lunch ini dapat diunduh di sisi kiri atas artikel (dalam Bahasa Inggris).

Brown Bag Lunch: Belajar dari Praktik Cerdas Perempuan Miskin

Pada tanggal 12 Agustus 2015, mitra Hibah Inovasi MAMPU, Consortium of Global Concern and KOPEL (CGCK) berbagi pengetahuan mereka di acara MAMPU Brown Bag Lunch, acara bulanan di kantor MAMPU yang khusus dibuat untuk berbagi pengetahuan yang berharga dari mitra MAMPU kepada publik.

CKCG selama tujuh bulan terakhir telah belajar dan mendokumentasikan praktik-pratik cerdas dari perempuan-perempuan miskin di Alor, Ende dan Manggarai Timur yang berinovasi untuk mengatasi masalah-masalah lokal mereka sendiri. Selain itu, CGCK juga bekerja dengan pemerintah daerah di Alor, Ende, dan Manggarai Timur untuk mendukung implementasi praktik-pratik cerdas tersebut sehingga desa mereka ramah bagi perempuan. Pemerintah ketiga daerah itu pun turut hadir dalam acara ini.

Salah satu contoh praktik cerdas, datang dari dari Maria Aran, seorang wanita dari Alor yang berprofesi sebagai dukun melahirkan. Pada tahun 1982, Maria mendorong pemerintah desanya untuk membangun Posyandu di desanya melihat tidak adanya pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui. Dia pun mendorong adanya kerjasama antara bidan dan dukun melahirkan untuk memastikan kesehatan perempuan dan anak-anak di desa mereka. Hingga kini kerjasama tersebut terus terjalin dengan baik, kesehatan ibu dan anak di desa tersebut terjaga.

Contoh lain berasal dari Lenny Marlina dari Ende. Di tahun 2003, Lenny prihatin melihat kondisi bayi-bayi di desanya yang menderita gizi buruk. Klinik kesehatan bayi tidak memberikan solusi untuk membantu kondisi ini. Dia kemudian mulai kebun sayur yang dia pikir mungkin menjadi solusi baik untuk masalah kekurangan gizi. Duduk sebagai ketua PKK, Marlina pun kemudian meminta perempuan di desanya untuk memulai kebun sayur di rumah mereka. Ternyata ide tersebut bagus, anak-anak di desanya menjadi sehat dan aktivitas kebun sayur mendatangkan pendapatan rumah tangga tambahan bagi perempuan dan keluarganya.

Catatan positif lain dalam Brown Bag Lunch bahwa Pemerintah Daerah Alor yang hadir dalam acara ini, menyatakan bahwa Desa Ramah Perempuan adalah program prioritas bagi mereka di tahun 2016. Hal ini memperlihatkan tingginya penghargaan pemerintah daerah terhadap pembelajaran praktik-praktik cerdas dari perempuan-perempuan ini.

Setelah sesi Brown Bag Lunch, pemerintah daerah dan CGCK melaksanakan lokakarya tertutup dengan MAMPU. Selama empat jam, tim membedah contoh praktik cerdas untuk mengidentifikasi elemen-elemen umum yang muncul. Selain itu tim merancang beberapa cara untuk mengkomunikasikan praktik cerdas yang sekaligus dapat memberi ruang pada perempuan lain untuk memperlihatkan praktik cerdas mereka yang mereka miliki.

CGCK masih memiliki 5 bulan untuk bekerja untuk Hibah Inovasi MAMPU.

Nantikan cerita-cerita selanjutnya!