Gelombang Perubahan dari Perempuan di Kepulauan Sulawesi

Selasa siang (16/10), sekelompok peserta Kunjungan Belajar Mitra MAMPU mengunjungi sebuah pulau kecil di wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Di pulau tersebut, tepatnya di Kantor Desa Mattiro Kanja yang sederhana, para perempuan yang tergabung dalam Sekolah Perempuan bercerita tentang perubahan yang mereka alami sebagai dampak keterlibatan mereka. Sekolah Perempuan adalah sebuah inisiatif pemberdayaan perempuan akar rumput yang didasari prinsip pendidikan sepanjang hayat, yang dikembangkan oleh Institut KAPAL Perempuan di Pangkep bersama submitra mereka Yayasan Kajian Pembangunan Masyarakat (YKPM).


“Bagaimana cara ibu sekalian dalam menghadapi stigma negatif atau prasangka buruk masyarakat sekitar terhadap kegiatan Sekolah Perempuan?” tanya Ridwan dari SAPA Institute Bandung, salah satu mitra MAMPU, yang membuka sesi tanya-jawab siang itu.

“Awalnya memang sulit, tapi kami perempuan terus berjuang, bahkan ketika pemuka agama yang belum paham kegiatan ini mengatakan bahwa Sekolah Perempuan ini aliran sesat, kami urung merasa takut,” Indotang, seorang anggota Sekolah Perempuan yang tinggal di Desa Mattiro Uleng menjawab dengan penuh keyakinan.

“Kami pelan-pelan menjelaskan kepada orang-orang sekitar. Kini, saya sudah bisa mengajak lebih banyak ibu untuk memperjuangkan hak-haknya juga mengajarkan tentang ketujuh belas tujuan SDGs,” tandasnya, kemudian menyebutkan satu per satu tujuan pembangunan berkelanjutan yang berprinsip ‘tak seorangpun ditinggalkan.’

Nilai akan kesetaraan peran dan hak atas kehidupan yang layak dipercayai oleh setiap anggota Sekolah Perempuan. Berbekal keyakinan nilai tersebut, Musdalifah yang mempelajari tentang kesetaraan gender di Sekolah Perempuan Desa Mattiro Bombang tidak kalah bercerita tentang tantangan yang bahkan ia temukan dalam berumah tangga.

“Dulu, sebelum ikut Sekolah Perempuan, kami para istri biasanya hanya makan ekor (ikan) di dapur. Sedangkan suami yang makan kepala dan badan. Setelah belajar tentang kesetaraan gender, kami bisa berbicara dengan suami tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Kepala dan ekor kami nikmati sama-sama di meja makan,” ceritanya.

Meskipun berasal dari desa yang sama, perjuangan Risma berbeda dengan Musdalifah. Sebagai anggota muda, Risma menceritakan akan ketakutannya dahulu untuk berbicara di depan banyak orang. “Jangankan memperjuangkan hak-hak rakyat miskin, saya berbicara seperti ini saja tidak berani,” ungkapnya sambil tersenyum. “Tetapi karena saya belajar dan berlatih, saya jadi tahu caranya berbicara di depan umum. Kini saya berani menyampaikan keluhan ke pemerintah.” Dengan suaranya, Risma berhasil mempengaruhi kebijakan pemerintah setempat untuk membantu satu keluarga miskin memperoleh tempat tinggal yang layak.

“Saya sendiri korban perkawinan anak. Menikah dini 14 tahun, melahirkan dan hampir mati usia 16. Begitu lihat teman punya anak beranjak remaja, saya selalu pesan ‘jangan dulu dinikahkan, pikirkan masa depannya, saya sendiri merasakan dampaknya,” ungkap Darma, dari Desa Mattiro Uleng, menambah pesan penting bagi perempuan untuk mencegah perkawinan anak atau di bawah umur. Dalam kesempatan tersebut, Darma mengutarakan pentingnya mempersiapkan masa depan anak, daripada menikahkannya di usia belia.

Bersama-sama dengan Indotang, Musdalifah, Risma dan Darma, ribuan anggota Sekolah Perempuan lainnya di 25 desa di 8 kabupaten di 6 provinsi memperoleh dukungan dari Program MAMPU melalui mitra jejaring KAPAL Perempuan untuk membangun jiwa kepemimpinan dan berbagai kecakapan hidup perempuan. Keberhasilan model pemberdayaan perempuan ini menunjukkan peningkatan akses perlindungan sosial oleh perempuan miskin, dan telah direplikasi oleh Pemerintah Indonesia di 46 desa lainnya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

‘Aisyiyah Cirebon Gelar Diskusi Publik Bertemakan SDGs Untuk Peringati Hari Ibu

‘Aisyiyah Cirebon didukung oleh Program MAMPU menggelar dialog publik dalam rangka memperingati Hari Ibu di Gedung Pemerintah Daerah, Kabupaten Cirebon pada Rabu (21/12).

Mengusung tema Pengarusutamaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) Dalam Program Pembangunan Daerah – Nobody Left Behind, dialog publik ini mengundang para pemangku kepentingan serta perwakilan dari organisasi perempuan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat (Ormas), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), karang taruna, Gabungan Organisasi Wanita (GOW), forum Kiblah, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM), kalangan akademisi, media, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, bidan dari desa dampingan, kepala puskesmas kecamatan dampingan, serta Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah, Kader ‘Aisyiyah tingkat Kecamatan, dan Kader MAMPU – ‘Aisyiyah.

Disampaikan oleh Sri Ratna Istiqomah selaku ketua panitia acara dan juga Koordinator Program MAMPU – ‘Aisyiyah Cirebon bahwa dalam rangka memperingati Hari Ibu, ‘Aisyiyah Cirebon mengadakan dialog publik untuk menyatukan persepsi tentang pembangunan daerah.

“Kita undang seluruh elemen masyarakat dalam rangka menyatukan persepsi untuk menyukseskan tiga isu tentang masalah kemiskinan, kesehatan dan gender,” jelas Sri Ratna.

Dialog ini diisi oleh tiga pembicara yang berkompeten di bidangnya yakni Agung Gumilang dari Bappeda, dr. Dwi Sudarni dari Dinas kesehatan dan dr. Sri Anggraeni M.Si dari kantor Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Barat.

Disampaikan oleh Agung Gumilang bahwa upaya pengentasan kemiskinan daerah terus dilaksanakan secara bertahap.

“Upaya pengentasan kemiskinan tersebut sudah termasuk dalam tujuan pembangunan berkelanjutan,” ujar Agung.

Disampaikan juga bahwa peranan perempuan sangat diperlukan dalam pembangunan daerah Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu potensi kerja dan produk yang dihasilkan kaum perempuan tidak boleh dikesampingkan.

Di akhir acara dilaksanakan juga penandatanganan Deklarasi Paseban 2016 yang merupakan bentuk komitmen para pemangku kepentingan di Kabupaten Cirebon dalam upaya mendukung pencapaian SDGs di daerah Cirebon. Di penghujung acara ini, Sri Ratna Istiqomah juga menyampaikan harapannya kedepan agar para perempuan dan ibu Cirebon mempunyai kualitas hidup yang baik sehingga membantu pembangunan daerah yang lebih baik.

Ditulis oleh: Suri Putri Utami

Organisasi Masyarakat Sipil Pastikan Sustainable Development Goals Perhatikan Semua Kalangan

Pada tanggal 26 Oktober, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) bersama Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Oxfam Indonesia, Ohana, dan Transparency International Indonesia (TII) menyelenggarakan Forum Nasional Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) mengenai Tujuan Pembangunan Bekelanjutan (Sustainable Development Goals) dengan tema “Memastikan tak Seorangpun Tertinggal Dalam Perencanaan dan Pelaksanaan SDGs”. MAMPU turut menghadiri pertemuan tersebut.

Acara ini diselenggarakan sebagai sarana bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan pemangku kepentingan lainnya untuk bertukar informasi mengenai tantangan dan peluang pelaksanaan SDGs di Indonesia. Para ahli dan narasumber turut diundang untuk memberikan wawasan pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Isu tenaga kerja tidak terdidik mewarnai dialog pada salah satu sesi.

Dalam sambutannya, M. Hanif Dhakiri, Menteri Ketenagakerjaan memberikan penjelasan mengenai rencana pemerintah untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan tenaga kerja Indonesia.

“Kita tidak boleh berbangga hati karena kita masih menghadapi banyak tantangan kedepan. Berdasarkan data profil angkatan kerja, 60,38% dari 127.670.000 pekerja Indonesia adalah lulusan SMA,” ujar Hanif.

Memuat 17 tujuan global dan 169 target, SDGs membahas banyak isu mulai dari kemiskinan dan pengangguran hingga kesetaraan gender. Di antara topik lainnya, kekerasan dan diskriminasi khususnya praktek berbahaya dari Female Genital Mutilation (FGM) juga telah disampaikan sebagai pidato utama.

Indotang, Kepala Sekolah Perempuan Kepulauan Pangkep bicara mengenai female genital mutilation (FGM). Sesuai keterangan Indotang, prevalensi FGM umumnya cukup tinggi di setiap provinsi di Indonesia dikarenakan sangat terkait dengan praktek budaya dan agama.

“Perempuan miskin sering terlupakan. Salah satu masalah yang sering mereka hadapi adalah akses yang terbatas terhadap air bersih di kepulauan mereka tinggal. Memahami prevelansi FGM juga penting. Praktek tradisional yang berbahaya ini harus segera dihapuskan. Kami juga dengan tegas telah menolak praktek FGM di kepulauan Kulambing,” ujar Indotang.

Perwakilan dari BAPPENAS, Kementerian Luar Negeri, BPJS dan penasihat senior INFID, Michael Bobby Hoelman ikut serta di salah satu sesi. Pertemuan ini juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk memberikan pertanyaan dan aktif berdialog dengan narasumber. Diharapkan pertanyaan dan dialog yang disampaikan dapat memberikan masukan dalam pemberian bantuan untuk komunitas yang membutuhkan seperti masyarakat berkebutuhan khusus.

Dalam salah satu sesi, dua peserta menyesalkan tidak disediakannya bahasa isyarat di berita dan film Indonesia untuk masyarakat berkebutuhan khusus. Terlepas dari kekecewaan yang telah dialami, mereka memberikan apresiasi pada para panitia yang telah menyediakan penerjemah untuk peserta tuna rungu dan tuna netra.

Seorang peserta lainnya turut membagikan cerita sebagai penyandang disabilitas. Dikatakan bahwa keluarga dengan anggota penyandang kebutuhan khusus di Indonesia menghabiskan 15%-30% dari uang mereka untuk layanan transportasi sehari-hari dan layanan umum lainnya. Angka tersebut cukup besar dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.

Pendekatan berbeda ditunjukkan Indonesia untuk mencapai tujuan SDGs di tahun 2030. Pemerintah Indonesia dalam hal ini telah mampu untuk menerjemahkan komitmen bersama sebagai aksi lokal.

Perwakilan dari BAPPEDA Bonjonegoro, Rahmat, membagikan cerita mengenai pelaksanaan SDGs di wilayah tugasnya.

“Bonjonegoro, salah satu kabupaten di Jawa Timur telah menerapkan SDGs. Kami percaya semua elemen masyarakat harus terlibat. Kami telah mengundang LSM, perusahaan swasta dan pemerintah untuk berpartisipasi dalam agenda penting ini. Bonjonegoro bahkan memunculkan jargon baru, “Sustainable Bonjonegoro” dengan harapan implementasi SDGs dapat dilakukan dengan baik,” ujar Rahmat.

Melalui rencana aksi SDGs, para peserta memiliki harapan yang tinggi untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan, menghadirkan kemakmuran dan kesejahteraan untuk masyarakat dan mengatasi perubahan iklim. Rencana aksi tersebut harus ditunjang dengan pertumbuhan ekonomi dan  pemenuhan kebutuhan sosial di segala sektor.

 

Dilaporkan oleh: Nugraheni Pancaningtyas (Parliamentary Stream and Collective Action Manager – Program MAMPU)

‘Aisyiyah Cianjur Rilis Gerakan Infaq Sayang Ibu (GISI) dalam Peringatan Bulan Peduli Kanker Payudara dan Mulut Rahim

Kegiatan meriah bertajuk Pink Blue Day dalam rangka peringatan bulan peduli kanker payudara dan kanker mulut rahim dilaksanakan di Cianjur pada Minggu (23/10). Menurut Febriyanti Firdiayusi selaku Koordinator MAMPU – ‘Aisyiyah Cianjur, kegiatan Pink Blue Day bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran di masyarakat mengenai kanker payudara dan kanker mulut rahim.

“Penyakit kanker payudara dan kanker mulut rahim merupakan penyakit kanker yang paling mematikan bagi perempuan. Oleh karena itu, kami ingin menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit tersebut melalui kegiatan ini,” ujar Febriyanti.

Febriyanti menambahkan bahwa kegiatan Pink Blue Day yang dihadiri oleh 500 peserta ini sekaligus menjadi momen peluncuran salah satu program nasional ‘Aisyiyah, GISI (Gerakan Infaq Sayang Ibu). GISI merupakan akronim dari Gerakan Infaq (ZIS) Sayang Ibu, yaitu gerakan  untuk memberikan dan mendistribusikan Zakat Infaq Shodaqah bagi upaya peningkatan derajat kesehatan ibu.

Bekerjasama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Cianjur program ini bertujuan untuk mendistribusikan ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh) guna keperluan kesehatan reproduksi ibu dan perempuan Cianjur yang membutuhkan. “Melalui GISI ini ‘Aisyiyah ingin mengajak masyarakat untuk peduli pada peningkatan kesehatan ibu terutama pada upaya pengurangan Angka Kematian Ibu (AKI), pencegahan maupun pengobatan kanker serviks dan kanker payudara serta problem kesehatan ibu yang lain,” jelas Febriyanti.

Ratusan undangan yang hadir pada acara yang berlangsung di Taman Prawatasari menyatakan dukungannya untuk program ini. Undangan yang hadir antara lain Wakil Bupati Cianjur, Dinas Kesehatan Cianjur, Dinas Sosial Cianjur, Yayasan Kanker Indonesia Cianjur, Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP), Majelis Ulama Indonesia Cianjur, Bidan Desa Cianjur dan kader serta anggota Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) binaan ‘Aisyiyah.

Wakil Bupati Kabupaten Cianjur, Herman Suherman menyampaikan dalam sambutannya bahwa kegiatan yang dilaksanakan oleh ‘Aisyiyah ini sangat positif karena dapat memberikan bantuan kepada masyarakat dan peduli kepada kaum membutuhkan yang tidak dapat dijangkau seluruhnya oleh pemerintah.

“Pemerintah perlu mengapresiasi serta memberikan dukungan dalam perjalanan program GISI ini. Kami mendukung kerjasama berkelanjutan dalam kampanye kesehatan mengingat ini merupakan salah satu fokus bapak bupati dalam menyelesaikan permasalahan di bidang kesehatan,” lanjut Herman.

Febriyanti menambahkan, ‘Aisyiyah menyambut baik kerjasama berkelanjutan yang disampaikan oleh wakil bupati. Selanjutnya, ‘Aisyiyah bersama pemerintah berkeinginan untuk bersama-sama menggiatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kesehatan reproduksi.

Serangkaian acara berkaitan dengan kanker payudara dan kanker serviks sudah dilakukan oleh Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Cianjur seperti kegiatan Safari Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) di tiga kecamatan yaitu kecamatan Warunkondang, Sukaluyu, dan Sindang Barang pada tanggal 17 sampai 23 Oktober. Pada acara puncak kegiatan Pink Blue Day sendiri berlangsung kegiatan senam sehat, orasi mengenai kanker, penandatanganan kesepakatan

INFID Expert Meeting: Peran Universitas dan Pemerintah Daerah dalam Mencapai SDGs

Pada 4 Oktober 2016 yang lalu, United Nations Development Programme (UNDP) bekerjasama dengan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), menginisiasi Expert Meeting di Jakarta yang dihadiri oleh perwakilan Kementerian, empat Kepala Daerah, anggota DPR RI, enam universitas (Rektor), Organisasi Masyarakat Sipil dan pengusaha dalam mencapai SDGs (Sustainable Development Goals).

Direktur INFID, Sugeng Bahagijo, menjelaskan bahwa pertemuan ini sangat penting dalam membangun kemajuan dan sinergitas antara program pemerintah pusat dan daerah, serta keterlibatan perguruan tinggi. Dalam kesempatan tersebut, Program MAMPU turut hadir dan berpartisipasi sebagai bagian dari usaha pencapaian SDGs.

Kepala Staf Kepresidenan RI, Teten Masduki menyampaikan pentingnya kolaborasi antar pihak untuk mencapai SDGs dan mengajak agar Organisasi Masyarakat Sipil menjadi motor penggerak pembangunan. Selain itu, Teten juga menyampaikan“Peranan pemerintah daerah dan universitas sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu,” katanya.

Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dakhiri, juga menyampaikan “Khususnya bagi Pemerintah daerah, harus mempunyai kebijakan dalam hal pembangunan. Utamanya, dalam hal peningkatan sumber daya manusia (SDM) yakni, pendidikan formal dan pendidikan vokasional, yakni salah satu sistem pendidikan yang dapat menjawab masalah pengangguran di era globalisasi.” 

Salah satu perwakilan kepala daerah yang hadir adalah Bupati Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) H. Syamsuddin A. Hamid S.E. yang memaparkan berbagai tantangan yang dihadapinya sebagai kepala daerah, termasuk inovasi dan terobosan yang dilakukan, yang mungkin bisa menjadi rujukan penentu kebijakan di pemerintahan pusat.

Adapun Bupati Bojonegoro, Suyoto memaparkan kesiapan Bojonegoro dalam melaksanakan SDGs. Untuk mencapai itu, dibutuhkan keterlibatan banyak pihak.“Kebijakan tak hanya dari sisi pemerintah, namun juga melibatkan partisipasi masyarakat, akademisi, pengusaha, dan komunitas. Keempat elemen itu lebih dikenal dengan istilah sinergi empat sekawan”, kata Suyoto.

Rektor UNHAS, Dwia Aries Tina Palubuhu menjelaskan expert meeting ini sangat penting. “Pertemuan ini menginspirasi pemerintahan di daerah untuk memperluas pemahaman untuk pencapaiannya. Sinergitas jaringan, komunikasi masih menjadi tantangan dengan pemanfaatan potensi daerahnya yang masih kurang.”

MAMPU dan INFID Dorong Terwujudnya SDGs yang Inklusif dan Partisipatif lewat Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Indonesia

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) telah disahkan oleh para pemimpin negara dan pemerintahan pada September 2015. Agenda ini berisi 17 tujuan dan 169 target pembangunan global yang akan menggantikan Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada 2015. Agenda ini juga menjadi wujud komitmen para pemimpin negara dan pemerintahan untuk menghapuskan kemiskinan dan berbagai persoalan pembangunan lainnya.

Salah satu catatan penting SDGs adalah keikutsertaan masyarakat sipil dalam proses perumusan tujuan dan target agenda tersebut. Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana agenda pembangunan ini dapat dilaksanakan pada tingkat negara, dengan tetap memastikan keterlibatan aktif dari  masyarakat sipil.

Berangkat dari pemikiran tersebut, MAMPU bersama INFID menyelenggarakan Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Indonesia dengan tema “Mewujudkan SDGs yang Inklusif dan Partisipatif” pada tanggal 5-7 Oktober 2015 di Jakarta.  Pertemuan ini dihadiri oleh kurang lebih 100 orang peserta yang merupakan perwakilan dari  masyarakat sipil termasuk mitra MAMPU yang ada di Indonesia.

Pertemuan ini menyoroti dua aspek utama bagi pelaksanaan  SDGs yaitu proses dan subtansi dari setiap tujuan dan target yang ada.

Sebagai rangkaian dari kegiatan ini, MAMPU dan INFID mengadakan lokakarya pengenalan SDGs sekaligus menyusun rencana kerja agar bisa berperan di dalam gerakan advokasi dan kampanye SDGs. Lokakarya ini juga menjadi bagian dari pertemuan masyarakat sipil nasional dalam rangka mengidentifikasi isu-isu strategis SDGs sekaligus menyusun Rencana Aksi Nasional SDGs.

Secara umum, lokakarya ini bertujuan untuk memperkuat suara-suara perempuan dan CSOs yang tergabung di dalam program MAMPU di dalam proses advokasi dan kampanye SDGs.

Secara khusus lokakarya bertujuan untuk mensosialisasikan proses negosiasi dan substansi SDGs kepada mitra-mitra MAMPU, mempelajari lebih dalam beberapa tujuan dan target SDGs yang berkaitan dengan pelaksanaan program MAMPU dan menyusun rencana tindak lanjut mitra MAMPU dalam proses advokasi dan kampanye masyarakat sipil tentang SDGs termasuk di dalamnya mitra MAMPU.

Lokakarya ini meningkatkan pemahaman mitra MAMPU mengenai proses dan substansi SDGs. Selain itu, mitra-mitra MAMPU telah mengidentifikasi isu-isu strategis pelaksanaan SDGs, menyusun rencana strategis dari mitra-mitra MAMPU terkait dengan program MAMPU yang sedang berjalan, tersusunnya dan disepakatinya Rencana Aksi Nasional SDGs.

Mitra MAMPU Bertemu dengan Wakil Presiden Yusuf Kalla

Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu perwakilan organisasi masyarakat sipil Indonesia (OMS) untuk membahas pelaksanaan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) , yang diadopsi oleh para pemimpin dunia selama 2015 Sustainable Development Summit di markas PBB di New York, Amerika Serikat, pada hari Jumat. Di antara perwakilan CSO yang hadir, terdapat dua mitra MAMPU, analis kebijakan Migrant CARE, Wahyu Susilo dan Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartika Sari .

Acara ini pun diliput oleh beberapa media seperti The Jakarta Post dan Liputan6.com.