Posko Pengaduan dan Sekretariat KK Mekar di Kendari Resmi Berdiri

Pada 24 Mei 2016, Sekretaris Kelurahan Sodohoa, Asman, melakukan peresmian Posko Pengaduan dan Sekretariat Kelompok Konstituen (KK) Mekar. KK Mekar yang berada di Kelurahan Sodohoa, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara ini, merupakan salah satu KK yang didorong pembentukannya oleh RPS (Rumpun Perempuan Sultra) Kendari bekerja sama dengan Yayasan BaKTI Makassar, yang didukung oleh Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan).

Acara peresmian Posko dan Sekretariat yang terletak di Jalan Dr. Muh. Hatta No. 34 RT 19 RW 05 Keluruhan Sodohoa ini, juga dihadiri oleh Direktur dan staf RPS, Babinkatimbas Sodohoa, serta pengurus dan anggota KK Mekar.

Posko Pengaduan dan Sekretariat KK Mekar ini, awalnya merupakan kamar tidur keluarga Ibu Ermawati, salah satu anggota KK Mekar. Karena mengetahui arti penting dari posko dan sekretariat KK, maka Ibu Ermawati berinisiatif meminta pengurus KK untuk memindahkan Posko Pengaduan yang awalnya berada di ruang tamu rumah Ibu Muawiah, Sekretaris KK.

KK Mekar dibentuk pada Maret 2015 berdasarkan Surat Keputusan Lurah Sodohoa. KK Mekar merupakan salah satu KK yang cukup unik dan menarik, karena sebagian pengurus dan anggotanya adalah perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua RT (Rukun Tetangga), di antaranya: Muawiyah (Ketua RT 03 RW 02), Alfasana (Ketua RT 13 RW 05), Jumiati (Ketua RT 15 RW 06), Israwati (Ketua RT 19 RW 05), Hadriani (Ketua RT 11 RW 04), dan Rahel (Ketua RT 16 RW 06).

Dengan pimpinan dan anggota yang sebagiannya adalah aparat pemerintah di tingkat RT, KK Mekar cukup lincah dalam melakukan advokasi. Beberapa advokasi yang berhasil adalah pengurusan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM) untuk keluarga miskin, mendata keluarga miskin untuk mendapat Raskin (Beras Miskin), tes IVA, dan isbat nikah.

Capaian advokasi lainnya adalah ketika KK berhasil meminta sebuah rumah sakit di Kendari untuk tidak menahan ibu dan bayinya yang tidak mampu membayar biaya operasi caesar. Pengurus KK bergerak cepat mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kelurahan dan Kartu Perlindungan Sosial untuk ibu tersebut.

Menurut Ketua KK Mekar, Sugianti B, keberadaan KK menjadi berguna karena dapat membantu perempuan dan warga miskin untuk mendapatkan hak-haknya. Selama ini banyak permasalahan yang tidak bisa diselesaikan warga. Namun dengan bantuan KK, banyak masalah warga dapat dibantu dan ditangani.

Dilaporkan oleh: Ulfa Sari Sakti dan M. Ghufran H. Kordi K.

Diskusi Kampung LP2EM di Parepare, Sulawesi Selatan

 

 

 

Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (LP2EM), salah satu mitra BaKTI – Program MAMPU, melakukan fasilitasi diskusi kampung yang diadakan oleh Kelompok Konstituen Flamboyan di Kelurahan Ujung Lare, Kecamatan Soreang, Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Acara yang diadakan pada 23 Maret 2016 ini, dihadiri 19 orang. Peserta diskusi terdiri dari anggota DPRD Kota Parepare, Lurah, lembaga lain yang ada di kelurahan dan anggota Kelompok Konstituen.

Diskusi Kampung ini membahas permasalahan yang dialami masyarakat, misalnya terkait dengan permasalahan Raskin, Rehabilitasi rumah, KPS dan Posyandu.

Pertemuan ini dinilai produktif karena anggota DPRD dan Lurah langsung menanggapi  permintaan dan usulan dari masyarakat, dan memberikan kontak pribadinya agar masyarakat dapat langsung menghubungi untuk mengetahui kelanjutan dari usulan tersebut.

Pembentukan Forum Konstituen Kota Kendari, Sulawesi Tenggara

 

 

 

Kelompok Konstituen (KK) Kota Kendari membentuk Forum Konstituen Kota Kendari (FK3). Kegiatan ini dilaksanakan di Kantor Yayasan Rumpun Perempuan Sultra (RPS), salah satu mitra BaKTI – Program MAMPU, di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Acara yang dilaksanakan pada akhir Maret 2016 yang lalu ini, dihadiri oleh 21 orang yang merupakan perwakilan dari 15 KK di Kota Kendari. Untuk pertama kalinya, Ibu Mieke, Ketua KK Mandiri Kelurahan Lepo-lepo terpilih menjadi Koordinator FK3.

Sebagai wadah yang menghimpun KK di Kota Kendari, pembentukan FK3 bertujuan untuk: (1) membagi informasi dan pembelajaran antar kelompok konstituen; (2) membangun jaringan kerja advokasi pengaduan warga; dan (3) membangun solidaritas antar kelompok konstituen.

Pembentukan FK3 ini diharapkan dapat memperkuat upaya-upaya yang dilakukan masyarakat sebagai konstituen dalam membangun jaringan dengan wakil mereka di parlemen, serta mengadvokasi kebutuhan dan kepentingan konstituen untuk mengakses layanan sosial negara.

KK adalah organisasi akar rumput yang dibentuk untuk membangun jaringan dengan wakil mereka di parlemen (DPR/DPD/DPRD). Oleh karenanya, KK mampu memantau wakilnya di parlemen yang bekerja untuk kepentingan konstituen. Di samping itu, adanya KK ini diharapkan dapat memperkuat advokasi masyarakat sehingga mereka dapat mengakses layanan publik yang disediakan oleh Negara.

Pemda Belu NTT Libatkan Kelompok Konstituen dalam Pencatatan Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak

Pemda Kabupaten Belu melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) melaksanakan Pelatihan Pencatatan Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak yang dilaksanakan pada 16 April 2016  di Hotel Permata Kab. Belu, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini turut melibatkan Kelompok Konstituen (KK) sebanyak 15 orang dari total 63 peserta yang hadir.

Menurut Kepala BPPKB, keterlibatan KK sangat penting karena  KK telah menjalankan fungsi mediasi dan advokasi yang terkait dengan persoalan kemiskinan dan kasus kekerasan pada anak dan perempuan melalui sistem pengaduan berbasis komunitas. KK juga telah berkoordinasi dengan PEMDA melalui PPSE, salah satu mitra BaKTI – MAMPU, untuk menyampaikan laporan hasil pengaduan dari masyarakat yang terkait dengan 5 Tema Program MAMPU.

Dengan sistem koordinasi ini, Pemerintah Daerah menjadikan KK sebagai mitra strategis dalam pencatatan korban kekerasan di tingkat Desa. Untuk itu Pemda perlu meningkatkan kapasitas pengurus  KK agar pencatatan korban kekerasan bisa lebih baik ke depannya. Kegiatan ini sepenuhnya  menggunakan dana APBD Pemda Belu sebesar Rp 36,000,000.

Dilaporkan oleh: Damaris Trunay

Akses Kesehatan Bagi Warga Miskin di Lembang Tiro Manda, Sulawesi Selatan

Kesehatan merupakan hak dasar dari setiap warga negara yang wajib dipenuhi oleh pemerintah. Namun, tidak setiap warga, khususnya warga miskin di daerah, mendapatkan akses pelayanan kesehatan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya partisipasi dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat untuk mengadvokasi akses kesehatan ini.

Salah satu bentuk aksi nyata dilakukan oleh Kelompok Konstituen yang ada di Desa Lembang Tiro Manda, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Mereka membantu dan memperjuangkan 100 keluarga miskin di Lembang Tiro Manda untuk mendapatkan kartu BPJS dari Pemerintah.

Dari perjuangan tersebut, seorang perempuan warga desa yang terkena stroke selama 4 tahun dan seorang laki-laki yang mengalami kebutaan selama 2 tahun, dapat mengakses pelayanan kesehatan melalui kartu BPJS yang didapatnya. Hal ini menunjukkan bahwa aksi dan advokasi sangat penting dilakukan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin untuk mendapatkan hak dasarnya.

Dilaporkan oleh: Damaris Tnunay

Jadikan Mitra Strategis, Pemda Belu NTT Libatkan KK dalam Pelatihan

Pemda Kabupaten Belu melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) melaksanakan Pelatihan Pencatatan Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak yang dilaksanakan pada 16 April 2016  di Hotel Permata Kab. Belu, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini turut melibatkan Kelompok Konstituen (KK) sebanyak 15 orang dari total 63 peserta yang hadir.

Menurut Kepala BPPKB, keterlibatan KK sangat penting karena  KK telah menjalankan fungsi mediasi dan advokasi yang terkait dengan persoalan kemiskinan dan kasus kekerasan pada anak dan perempuan melalui sistem pengaduan berbasis komunitas. KK juga telah berkoordinasi dengan PEMDA melalui PPSE, salah satu mitra BaKTI – MAMPU, untuk menyampaikan laporan hasil pengaduan dari masyarakat yang terkait dengan 5 Tema Program MAMPU.

Dengan sistem koordinasi ini, Pemerintah Daerah menjadikan KK sebagai mitra strategis dalam pencatatan korban kekerasan di tingkat Desa. Untuk itu Pemda perlu meningkatkan kapasitas pengurus  KK agar pencatatan korban kekerasan bisa lebih baik ke depannya. Kegiatan ini sepenuhnya  menggunakan dana APBD Pemda Belu sebesar Rp 36,000,000.

Dilaporkan oleh: Damaris Trunay

Kisah Mama Walde Menyuarakan Hak-Hak Perempuan di Desa Leosama, NTT

Waldetrudis Lin yang akrab disapa Mama Walde, adalah sosok perempuan berusia 45 tahun yang penuh semangat dan gigih dalam menyuarakan aspirasi dan hak-hak kaum perempuan melalui Kelompok Konstituen (KK), sebuah kelompok lokal dampingan Program MAMPU-BaKTI. Ia adalah satu dari sedikit perempuan desa yang menjadi pelopor untuk pemberdayaan kaumnya di Nusa Tenggara Timur.

Saat ini Mama Walde dan keluarga tinggal di Desa Leosama, Kecamatan Kakuluk Mesak. Mama Walde yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) ini tidak bisa melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi keluarganya yang memprihatinkan. Alasan ekonomi pula yang memaksa ia dan suaminya menetap di daerah pesisir untuk mencari nafkah.

Selain mencari nafkah, Mama Walde yang memang menyenangi kegiatan sosial ini kerap hadir dalam pertemuan komunitas. Partisipasinya dalam berbagai kegitan sosial ini membuatnya terpilih menjadi kader Pos Pelayanan Keluarga Berencana – Kesehatan Terpadu (posyandu) pada tahun 1989. Keterbatasan pendidikan yang dimilikinya tidak mencegahnya untuk menorehkan sebuah prestasi. Ia juga dipilih menjadi tutor pada PAUD (pendidikan anak usia dini) di Desa Leosama. Pengalamannya sebagai kader posyandu dan tutor PAUD ini membuatnya berpikir bahwa pendidikan sangatlah penting. Ia akhirnya memutuskan untuk mengikuti pendidikan paket  B dan C.

Potensi dalam diri Mama Walde semakin bertambah semenjak bertemu dengan Program MAMPU. Saat itu, Program MAMPU tengah bekerja sama dengan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) Makassar dan PPSE-KA (Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Atambua) dalam membentuk KK di Desa Leosama, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan kesepakatan bersama, Mama Walde dipilih menjadi Ketua KK Laran Ida Desa Leosama. Walaupun pemahamannya tentang lima tema MAMPU masih minim, namun ia tetap serius dan tekun dalam mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh MAMPU dan KK. Ia percaya bahwa berbagai kegiatan ini dapat menambah pengetahuan. Pemahaman perempuan Desa Leosama tentang hak – hak perempuan dan warga juga semakin bertambah berkat KK  Laran Ida.

Menurut Mama Walde, mengikuti kegiatan dalam KK ini sangat bermanfaat dalam menyuarakan hak-hak kaum perempuan dan masyarakat miskin di Desa Leosama. Berbekal pengalaman yang didapatnya melalui program tersebut, ia mencoba mengajak anggota KK untuk membantu pemerintah desa dalam tugas-tugas pelayanan di tingkat desa.

Sekarang, semua anggota KK di setiap dusun diundang dalam musyawarah dusun (musdus). Pada tingkat musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes), Mama Walde dipilih menjadi perwakilan perempuan yang akan ikut dalam musrenbang kecamatan. Tidak hanya itu, ketika ada pengaduan masalah terutama apabila berkaitan dengan hak – hak perempuan, Mama Walde bersama beberapa anggota KK segera menyampaikan kepada kepala desa setempat.

Selain itu, Mama Walde bersama anggota KK berinisiatif untuk mengolah makanan lokal dari hasil laut dan pertanian untuk menunjang ekonomi produktif. Hasil dari olahan makanan tersebut direncanakan akan dijual pada hari minggu dan hari rabu di sepanjang jalan umum di depan gereja di Desa Leosama. Berkat produk olahan ini, para anggota KK memperoleh penghasilan tambahan.

Tim KK juga diharapkan dapat membantu pemerintah desa dan warganya dalam terlaksananya berbagai program pemberdayaan perempuan dan meningkatkan angka keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. Mama Wade juga menambahkan bahwa perempuan tidak harus selalu menunggu, tetapi harus berinisiatif untuk kepentingan kaum mereka.

Prestasi Mama Wade tidak berhenti hanya disitu saja. Tahun 2016 masa kepemimpinan Kepala Desa Leosama akan berakhir. Sebagai ketua KK “Laran Ida” dan profil perempuan yang mumpuni, Mama Walde diusung untuk masuk dalam bursa pencalonan Kepala Desa Leosama Periode 2016-2021. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan para tokoh adat setempat serta masyarakat meminta kesediaannya untuk maju dalam pencalonan Kepala Desa. Hal ini tentu akan membantu keterwakilan suara perempuan di Desa Leosama.

Selain itu, Kepala Desa Leosama meminta Mama Walde dan KK untuk memasukan kegiatan tematik MAMPU ke dalam Alokasi Dana Desa (ADD) agar hak – hak perempuan juga dapat dijamin. Usulan itu sudah diajukan dan terdokumentasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Desa Leosama. Diharapkan dengan terpilihnya Mama Walde nanti, Desa Leosama semakin maju.

Semangat, Mama Walde!

 

*Cerita ini diambil dan dituliskan kembali dari Cerita Perubahan (Most Signifcant Change Story) yang dituliskan oleh Frida Roman (BaKTI), untuk digunakan sebagai produk komunikasi dan pengelolaan pengetahuan.

Kelompok Konstituen Ambil Bagian di Pelatihan Pencatatan dan Pelaporan Kekerasan di Belu, NTT

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur menyelenggarakan Pelatihan Pencatatan dan Pelaporan Kekerasan terhadap Perempuan. Pelatihan ini merupakan Program Pemerintah Kabupaten Belu melalui BPPKB Belu yang menggunakan dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Belu. Pelatihan ini dilaksanakan pada pertengahan April 2016, bertempat di Hotel Permata, Belu.

Tercatat sebanyak 63 orang peserta, yang terdiri dari 15 laki-laki dan 48 orang perempuan hadir dalam pelatihan ini. Peserta berasal dari Bagian Data dan Informasi Kelompok Konstituen (KK), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Belu, Polsek Belu, staf BPPKB Belu, Rumah Aman, dan staf Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Atambua (PPSE-KA). Pelatihan difasilitasi oleh Marciana D. Jone, SH, Kepala Bidang Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) NTT.

Dalam pembukaan pelatihan, Sekretaris Daerah Kabupaten Belu, Petrus Bere menyatakan pentingnya pertemuan ini untuk menyamakan persepsi sehingga ke depan kekerasan terhadap perempuan dapat ditangani secara bersama-sama. Ia menambahkan juga bahwa ke depannya sistem pencatatan dan pelaporan bisa bersinergi antara SKDP (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan lintas sektor.

Ia berharap, “Belu yang berarti ‘sahabat’ bisa terbebas dari kekerasan. Ini menjadi indikator buat kita semua agar bisa saling bekerja sama menjadi lebih baik lagi.”

Pelibatan pengurus Kelompok Konstituen (KK) dalam pelatihan ini merupakan pengakuan terhadap keberadaan dan aktivitas KK selama ini. Menurut Mikel Laupe, Koordinator Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) kerjasama PPSE-KA dan Yayasan BaKTI menyampaikan bahwa laporan KK mengenai berbagai permasalahan di masyarakat, termasuk kekerasan, telah diakui oleh pemerintah kabupaten.

“Keberadaan KK sangat membantu memudahkan kerja-kerja pemerintah. Apalagi sebanyak 15 KK yang dilibatkan dalam pelatihan ini cukup aktif mendampingi dan memfasilitasi warga untuk mengakses layanan publik”, kata Mikel.

Fasilitator Pelatihan, Marciana D. Jone, SH mengapresiasi keberadaan KK dalam masyarakat. Menurutnya KK dapat diandalkan untuk memantau perlindungan perempuan dan anak di masyarakat, sebagai bagian dari penegakan HAM, karena petugas-petugas pemerintah yang terbatas tidak mungkin menjangkau semua wilayah.

Dilaporkan oleh: Aju Morera dan M. Ghufran H. Kordi K.

Sry Yuliana, dari Posyandu Memperjuangkan Alokasi Dana Desa untuk Perempuan

Siapakah yang pertama kali didatangi perempuan hamil di desa? Dia adalah kader posyandu (pos pelayanan terpadu). Tidak hanya perempuan hamil, kader posyandu juga membantu mengurus kesehatan bayi dan balita. Mereka membantu ibu-ibu hamil memeriksakan kesehatannya, memastikan bayi ditimbang dan mendapatkan imunisasi, mendata Pasangan Usia Subur dan sasaran KB, membantu menguruskan surat keterangan miskin sebagai syarat perempuan miskin mendapatkan layanan kesehatan gratis, dan lain sebagainya.

Berdasarkan data yang ada, saat ini terdapat 7.510 orang kader posyandu di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat yang tersebar di 1.502 posyandu. Tiap posyandu dikelola lima orang kader. Mereka membantu warga mengatasi persoalan kesehatan masyarakat sekitar secara intensif.

Salah satu dari kader posyandu itu adalah Sry, sapaan akrab dari Sry Yuliana. Selain sebagai kader posyandu, Sry juga menjadi pengurus di Kelompok Konstituen (KK) Labuhan Haji.

Dalam menjalankan tugasnya, Sry mengalami berbagai peristiwa penting dalam hidupnya. Suatu malam, ia mendapat telepon. Biasanya, telepon di malam hari selalu terkait dengan permintaan pertolongan persalinan. Namun berbeda saat itu, Sry mendapat telepon dari Marsiah (bukan nama sebenarnya) yang menyampaikan perihal kondisinya yang mengalami KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Kepalanya terluka berat dan sekujur tubuhnya biru lebam.

Saat itu juga, Sry mengajak Marsiah untuk datang ke Puskesmas dan mendapatkan perawatan, namun Ia menolak. Keesokannya, Sry kembali meminta Marsiah untuk  datang ke Puskesmas dan akhirnya bersedia. Petugas segera melakukan penanganan. Dengan luka kepala yang cukup dalam, Marsiah mendapat 6 jahitan.

Kejadian ini bukanlah yang pertama. Marsiah menjadi tulang punggung keluarga. Dengan 3 orang anak dan suami yang tidak memiliki pekerjaan, ia bekerja serabutan sebagai tukang cuci keliling dan pemecah batu.

Namun Marsiah sering mendapatkan perlakuan kekerasan dari suaminya. Ia pernah dicekik, bahkan dikejar menggunakan parang. Suami Marsiah sebelumnya pernah mendekam di penjara karena kasus KDRT. Tapi akhirnya bebas bersyarat. Tak berselang lama, kekerasan itu kembali terulang.

Setelah mendapatkan perawatan, Sry menemani Marsiah menuju Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polres Lombok Timur untuk melaporkan kejadian itu. Sry mendampingi Marsiah dalam proses peradilan yang panjang, dan pada akhirnya suami Marsiah dijerat 4 tahun penjara.

Pengaduan warga semakin banyak dan beragam tiap harinya, mulai dari kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap perempuan, hingga traficking.

Pemahaman masyarakat yang minim, membuat Sry memikirkan cara membumikan informasi perlindungan perempuan dan anak. Sry teringat sosialisasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dilakukan oleh Yayasan BaKTI yang didukung oleh Program MAMPU.

Program pemberdayaan perempuan dapat diperjuangkan melalui anggaran dana desa. Dari informasi yang sering didengarnya, besaran anggaran untuk satu desa dari pemerintah pusat mencapai 700 juta rupiah. Kemudian, Sry berkoordinasi dengan aparat desa dan PKK.

Bersama KK Labuhan Haji, mereka mulai mengikuti Musrenbang (Musyawarah perencanaan pembangunan) secara rutin. Usulan perlunya sosialisasi KDRT, traficking, dan kekerasan terhadap anak melalui pendidikan anak dan remajapun disampaikan. Selain itu, peningkatan insentif untuk kader juga diusulkan.

Untuk memastikan usulan tertuang dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa, Sry mendatangi aparat desa untuk melihat dokumen Peraturan Desa (Perdes) Labuhan Haji Nomor 2 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2016.

Melalui bidang pembinaan kemasyarakatan, bagian kegiatan sosialisasi Penghapusan KDRT, traficking, dan PAR mendapat anggaran sebesar 30 juta rupiah. Sedangkan bidang pelaksanaan pembangunan desa dengan kegiatan pelayanan kesehatan desa dianggarkan sebesar 37 juta rupiah, dan jenis belanja untuk pemberian insentif kader sebesar 27 juta rupiah.

“Dana Desa harus dimaksimalkan untuk menjawab persoalan kemiskinan masyarakat, khususnya perempuan” , ujar Sry.

Dokumen anggaran desa ini didiskusikan bersama KK dan kader lainnya. Sebagai Sekretaris KK Labuhan Haji, Sry mengajak lebih banyak aktor untuk peduli anggaran agar memudahkan langkah advokasi untuk perempuan ke depannya.

***

Sry adalah contoh perempuan yang peduli terhadap anggaran desa untuk kepentingan hak-hak perempuan. Selama ini pembicaraan mengenai anggaran selalu didominasi oleh laki-laki. Padahal banyak kebutuhan perempuan yang tidak dipahami dan tidak dipikirkan oleh laki-laki.

Posyandu, kekerasan terhadap perempuan dan anak, angka kematian ibu, serta angka kematian anak adalah beberapa hal yang belum terpikirkan oleh banyak pihak di desa.

Sebagai Kader Posyandu dan Sekretaris KK Labuhan Haji, Sry menjadi contoh bahwa perempuan mampu melihat berbagai hal penting dan strategis untuk direncanakan dan dibiayai. Pengalaman tersebut membuat Sry percaya bahwa peduli terhadap sesama membuat segalanya menjadi mungkin untuk diperjuangkan.

Dilaporkan dan ditulis oleh: Nur Janah dan Lusia Palulungan

Kelompok Konstituen Sipammase-Mase Tingkatkan Partisipasi Perempuan di Musrenbang Desa Watu, Sulsel

Masuknya Program MAMPU di desa Watu, Sulawesi Selatan adalah langkah awal untuk mendorong partisipasi aktif perempuan di dalam pembangunan, khususnya pembangunan desa. Sebelum program MAMPU berjalan di desa ini, peran perempuan dalam perencanaan desa masih sangat minim. Perempuan mengalami kendala dalam mengajukan aspirasinya ke tahap perencanaan dan tahap penjaringan aspirasi masyarakat. Umumnya ini disebabkan karena adanya peran ganda yang dimiliki perempuan, dimana perempuan diharapkan berperan aktif di ranah domestik dan publik. Prroses pengajuan aspirasi yang ada pun tidak dirancang untuk mendengarkan suara perempuan miskin yang dianggap tidak terbiasa berorganisasi dan tidak mampu menyuarakan kepentingannya.

Kehadiran Program MAMPU dengan berbagai kegiatan bertujuan untuk menjadikan masyarakat miskin khususnya perempuan, penyandang disabilitas, anak-anak yang rentan maupun kelompok rentan lainnya sebagai tokoh kunci dalam pembangunan. Dengan berbagai pelatihan yang dilakukan oleh MAMPU, kesadaran masyarakat untuk berorganisasi pun muncul dan kelompok konstituen masyarakat pun mulai bertumbuh.

Pada tanggal 30 Maret 2014, terbentuklah Kelompok Konstituen (KK) Sipammase – Mase sebuah kelompok untuk membahas permasalahan sosial yang dialami oleh anggota kelompok maupun yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Kepala Desa Watu, A. Nurhidayah bersama KK Sipammase ini melakukan berbagai macam diskusi untuk menyelesaikan isu – isu sosial di desa mereka.

Dengan usaha yang konsisten mendengarkan dan menyelesaikan isu-isu sosial di daerahnya, KK di desa Watu akhirnya mendapat kepercayaan untuk mengumpulkan data Sistem Database Desa (SDD) di Kabupaten Bone. Data – data yang dikumpulkan ini dapat digunakan untuk advokasi di tingkat desa atau pun kabupaten. Hasil jerih payah KK Sipammase – Mase ini sangat dihargai oleh pemerintah. Mereka diberikan kesempatan untuk menjadi  bagian dari penyelenggara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa di awal Desember 2015 lalu. Musrenbang pada tahun 2015 itu pun berjalan dengan baik. Berkat keberhasilan KK Sipammase – Mase ini, desa Watu diberikan penghargaan sebagai Desa Sadar Musrenbang tahun 2016.

Kini, semua elemen masyarakat di desa Watu berpartisipasi aktif dalam Musrenbang Desa. Bahkan angka partisipasi wanita di musrenbang desa Watu naik melebihi 30%. Selain itu, perempuan kini juga duduk sebagai delegasi untuk kelembagaan dan organisasi desa.

 

* Penyempurnaan dari cerita Most Significant Changes yang ditulis oleh A. Fatmawati Sulolipu dari Bone, Sulawesi Selatan