Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI)

Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI)

Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) mengumpulkan dan mendistribusikan program bantuan pembangunan untuk Indonesia Timur serta mendukung kolaborasi tokoh dan inisiatif lokal sejak 2009. Program MAMPU mendukung kerja-kerja BaKTI dalam mengurangi kekerasan terhadap perempuan dengan meningkatkan kerja sama dengan parlemen di 85 desa/kelurahan di 7 kabupaten/kota di 5 provinsi di Indonesia.

 

Program organisasi sebagai mitra MAMPU:

  • Membentuk Kelompok Konstituen sebagai organisasi masyarakat akar rumput yang mengadvokasi hak-hak perempuan, termasuk menghapus kekerasan terhadap perempuan
  • Mengembangkan model ‘Reses Partisipatif’ yang mempertemukan Kelompok Konstituen dengan anggota parlemen daerah untuk memastikan isu-isu penting masuk dalam kebijakan, legislasi, dan perencanaan dan anggaran pembangunan daerah.

Capaian dalam program MAMPU:

  • Panduan untuk Reses Partisipatif telah dikompilasi dan diimplementasikan oleh 26 anggota parlemen di 7 kabupaten/kota.
  • Mendampingi Forum Pengada Layanan (FPL) untuk mereplikasi Reses Partisipatif di Kabupaten Sleman, Kota Bengkulu dan Kabupaten Minahasa Selatan untuk meningkatkan layanan bagi korban kekerasan, termasuk perempuan dan anak dengan disabilitas.
  • Lewat kerja sama erat dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Kota Maros, Sulawesi Selatan, berkontribusi dalam meningkatkan layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
  • Mendirikan Klinik Perencanaan dan Anggaran Responsif-Gender untuk meninjau dokumen perencanaan dan anggaran pemerintah.
  • Mengembangkan Layanan Berbasis-Komunitas (LBK) di 135 desa wilayah kerja BaKTI.

Kelompok Konstituen Naekasa, NTT Dorong Partisipasi Perempuan dalam Pemerintahan Desa

Undang-Undang Desa membuka peluang bagi perempuan desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Namun partisipasi perempuan desa tidak serta-merta dapat diakomodasi di dalam kelembagaan yang ada. Sedikit sekali perempuan terlibat di dalam lembaga pemerintahan desa dan lembaga atau organisasi di luar pemerintahan.

Di dalam kelompok petani, peternak, usaha bersama, dan lainnya yang ada di desa, hanya sedikit sekali melibatkan perempuan. Karena itu, aspirasi perempuan tidak mudah diakomodasi dalam dokumen perencanaan dan kebijakan di desa.

Upaya para pihak untuk mendorong penguatan perempuan, termasuk dalam bentuk kelompok adalah salah satu jalan keluar untuk memfasilitasi perempuan dalam berpartisipasi melalui kegiatan desa terkait dengan kebijakan dan perencanaan.

Langkah strategis yang dilakukan program MAMPU adalah membentuk Kelompok Konstituen (KK). Kelompok yang dibentuk ini adalah sebagai wadah untuk menghimpun perempuan desa agar dapat menyuarakan hak-haknya, serta mengadvokasi kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan perempuan desa menuju kesejahteraan hidup.

Perjuangan yang dilakukan Kelompok Konstituen (KK) Lalian Tolu Desa Naekasa, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur berhasil mempengaruhi kebijakan Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk mengumpulkan perwakilan perempuan dari setiap dusun di Desa Naekasa, guna membicarakan persoalan kaum perempuan di sana.

Dalam pertemuan bersama ini, perempuan miskin dan perempuan desa lainnya menyampaikan aspirasi tentang kemampuan dan potensi yang dimiliki saat ini. Namun sejauh ini belum ada dukungan dari para pihak.

Setiap kegiatan Musyawarah Dusun dan Musyawarah Desa hampir tidak melibatkan perempuan untuk hadir dalam pertemuan. Musyawarah lebih didominasi oleh kaum laki-laki.

Pada tempat terpisah, Koordinator Program MAMPU PPSE Keuskupan Atambua, menjelaskan bahwa Kelompok Konstituen di desa sesungguhnya merupakah wadah untuk mengorganisir kaum perempuan untuk bisa bersuara dan menyampaikan hak-haknya. Kaum perempuan perlu terlibat, mulai dari musyawarah dusun hingga ada keterwakilan sampai pada tingkat desa.

Perempuan harus mampu untuk memberikan argumentasi terkait usulan kegiatan untuk kepentingan kelompok perempuan, sehingga pemberdayaan kaum perempuan benar-benar menjadi salah satu perhatian serius dari pemerintah Desa.

Menyimak hasil pembicaraan dan diskusi yang begitu alot, Ketua BPD Desa Nakeasa menegaskan bahwa perhatian pemerintah saat ini tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga penguatan kapasitas manusia. Isu Gender juga menjadi salah satu isu prioritas yang membutuhkan perhatian dari pemerintah desa.

Romanus M. Kali selaku ketua BPD menegaskan, “Sekembalinya dari pertemuan ini, diharapkan agar segera dibentuk kelompok perempuan tingkat dusun, dan mempersiapkan usulan kegiatan yang cocok dengan konteks dusun. Sehingga bisa diusulkan pada musyawarah dusun, dan dikawal hingga Musyawarah Rencana Pengembangan Desa. Usulan kegiatan yang tidak lolos ke Kabupaten, akan menjadi perhatian pemerintah desa melalui Anggaran Pendapatan, dan Belanja Desa (APBDes) dan Alokasi Dana Desa (ADD)”.

Ibu Herikulana Taek menambahkan,“Oleh karenanya, kelompok tenun perempuan maupun kelompok usaha sayur-mayur dapat didukung dengan dana dari APBDes atau ADD tersebut.”

Pada akhirnya keterwakilan perempuan yang hadir merasa bahwa hasil pertemuan ini benar-benar memberikan satu dukungan untuk kaum perempuan agar bisa berjuang menuju kesejahteraan hidup ke depan.

DItulis oleh: Mikhael Leuape

Kelompok Konstituen LPP Bone Bekerja Sama dengan Perangkat Desa Selesaikan Isu Masyarakat

Sekilas, Ibu Ria dari pesisir laut Bonrae nampak seperti pengusaha ikan yang biasa-biasa saja. Namun kesehariannya ternyata jauh dari ‘biasa-biasa saja’. Sudah beberapa kali ia menindaklanjuti pengaduan dan laporan dari masyarakat perihal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

“Biasanya saya kejar visum dan pendampingannya dulu,” ujar Ibu Ria, salah satu anggota kelompok konstituen Lembaga Pemberdayaan Perempuan (LPP) Bone. “Di tempat saya memang isu KDRT ini banyak.”

Awalnya, perempuan yang mengalami penganiayaan di Bonrae tak tahu ke mana harus melapor. Mereka merasa malu membawa aib untuk dilaporkan ke Lurah dan perangkat desa.

“Sekarang mereka sudah tahu bahwa ada perwakilan LPP Bone di Bonrae tempat mereka bisa melapor.”

Ibu Ros, anggota kelompok konstituen di Desa Watu, lain lagi. Masalah di desanya berkisar seputar pembagian raskin.

“Banyak masyarakat yang berhak dapat tapi tidak dapat,” ujarnya. “Lalu kami lapor ke Kepala Desa. Kepala Desa juga bisa lihat bahwa ini ada masyarakat yang memang benar-benar berhak dapat, tapi tidak dapat KPS untuk terima raskin. Jadi Kepala Desa mengerti itu dan masyarakat  bisa dibagi raskin. Sekarang raskin sudah tidak jadi masalah. Kita juga baru tahu kalau raskin itu berkutu, ternyata bisa ditukar. Kalau dulu kan kita terima-terima saja,” ia terbahak.

Di Desa Watu sendiri, Ibu Ros mengelola dana dari CU Pamasse dari Lembaga Pemberdayaan Perempuan (LPP) Bone bagi masyarakat miskin yang membutuhkan modal usaha.

“Di Desa Watu sudah ada 7 kelompok dengan 67 anggota dan dana yang diputar sekitar 290 juta setiap bulannya. Pengembaliannya tidak ada yang pernah menunggak. Tiap habis pembayaran uang diputar lagi ke masyarakat supaya ada usaha dan di desa tidak menganggur, kebanyakan mereka di dekat pasar jual campuran (sembako),” terang Ibu Ros.

Sebelum pencairan dana, verifikasi dilakukan untuk memastikan apakah peminjam benar-benar memiliki usaha. Ketua kelompok pun memberikan pelatihan untuk mengelola dana.

“Kalau sudah di-acc harus satu-satu dipanggil ke rumah Kades. Kades mau aktif kerja sama dengan masyarakat, jadi kami banyak koordinasi,” ujar ibu Ros. “Dulu juga permasalahan dusun adalah WC-ya. Di Desa Watu sudah keras tata-tertibnya, dilarang buang sampah dan BAB di sungai. Masyarakat pun usulkan WC, tahun ini ada 10 unit WC keluar hasil advokasi kelompok konstituen.”

Para anggota kelompok konstituen binaan LPP Bone memang biasa bertemu secara teratur. Mereka bukan hanya bertukar informasi dan ‘trik’ untuk melakukan berbagai kegiatan advokasi dan memecahkan masalah desa, namun juga mengaku sudah menganggap satu sama lain sebagai teman. Ibu Ros dan Ibu Eda, misalnya, seringkali berboncengan motor ketika tengah mengunjungi desa sasaran.

Dalam menjalankan tugas mereka, para anggota konstituen menganggap pemerintah sebagai rekan. Mereka membantu Kepala Desa melakukan penguatan kelompok, pemetaan kekuatan dan kelemahan desa, sampai mengidentifikasi warga miskin dan anak putus sekolah.

“Kita bangun komunikasi antara pemerintah dengan warga. Misalnya kalau kita butuh bangun WC dan di desa kita punya tukang batu, mungkin biaya bangun WC yang tadinya 5 juta bisa jadi 3 juta saja, karena ada masyarakat yang swadaya menyumbang tenaga sebagai tukang batu. Jadi jika pemerintah ada keterbatasan dana, kita lihat bagaimana masyarakat bisa bantu, mungkin ada yang bisa sumbang tenaga, bahan bangunan, dan sebagainya. Jadi ada sinergi dengan pemerintah,” tukas Ibu Ros.

Ibu Tsanawiyah dari kelompok Makamase juga bersinergi dengan Lurah di desanya untuk mengoreksi daftar penerima raskin.

“Saya ajak Lurah jalan-jalan untuk lihat sendiri ada orang-orang yang masih tinggal di kolong-kolong, mengapa mereka tidak dapat raskin, sedangkan yang lebih mampu menerima raskin?” ujarnya. “Lurah pun lihat sendiri dan bisa mengoreksi daftar penerima raskin. Hanya saja kalau soal BLT (Bantuan Langsung Tunai) itu masih sulit karena kartunya langsung dari pusat. Jadi tidak bisa diganti langsung walau ada yang tidak tepat sasaran, karena ada prosesnya.”

Untuk Ibu Ratna, Direktur LPP Bone, menentukan wilayah sasaran pembentukan kelompok konstituen baru yang akan dibina merupakan tantangan tersendiri. Ia sengaja memilih daerah-daerah yang aksesnya paling sulit.

“Kita cari desa yang benar-benar terpencil, yang masuk gunung-gunung. Karena menurut kita ini yang paling sulit dan paling timpang, jadi kita pikir perlu masuk advokasi di sana,” ujarnya.

Desa Malusetasi, tempat Pak Hasanuddin tinggal, adalah salah satu desa dengan akses yang sulit, karenanya desa ini jarang diintervensi program pemerintah maupun program non-pemerintah lainnya.

“Ya, sebelumnya mereka masih takut berkelompok dan tidak mau datang pelatihan,”ujar Ibu Ratna.

“Awalnya karena waktu itu setelah pelatihan kita ada audit dari Jakarta. Jadi mereka ditelepon untuk ditanya bagaimana hasil pelatihannya dari Jakarta. Di situ ketika mereka terima telepon, mereka merasa tidak pernah punya kenalan di Jakarta. Mereka takut dapat masalah, lalu langsung ditutup teleponnya, dan tidak mau datang pelatihan lagi karena takut!” Ibu Ratna tertawa.

Namun, penguatan dari LPP Bone yang terus-menerus membuat Pak Hasanuddin dan kelompoknya kemudian mampu mengajukan proposal kepada Dinas Pertanian agar warga desanya yang kebanyakan bertani bisa mendapatkan bantuan berupa hand tractor.

“Ternyata berkelompok itu ada manfaatnya, sekarang masyarakat bisa merasakan, karena sudah kita pakai hand tractor itu bersama-sama,” ujar Pak Hasanuddin.

Kelompok Konstituen Bunda Gunakan Dana Desa di Tana Toraja untuk Pemberdayaan Masyarakat

Dana Desa adalah dana yang diperuntukkan bagi Pemerintah dan Masyarakat Desa dalam membiayai pelaksanaan pembangunan di wilayahnya. Dana tersebut dapat digunakan dalam semua aspek, seperti pemberdayaan masyarakat (peningkatan sumber daya manusia serta ekonomi) maupun pembangunan insfrastruktur. Hal ini dilakukan dalam rangka pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air, sehingga pembangunan yang berkeadilan tidak menjadi slogan semata.

Lembang (nama lain dari Desa) Buntu Datu di Mengkendek, Tana Toraja, Sulawesi Selatan adalah salah satu dari 15 Lembang wilayah program dampingan MAMPU‐BaKTI, di mana di dalamnya terbentuk Kelompok Konstituen (KK) Bunda.

Untuk optimalisasi pemanfaatan Dana Desa, khususnya untuk program pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Lembang bersama Badan Permusyawaratan Lembang Buntu Datu melaksanakan Musyawarah Lembang (MUSLEM) pada 21 November 2016, bertempat di Kantor Lembang Buntu Datu. Musyawarah ini turut mengundang para Kepala Kampung, tokoh-tokoh Masyarakat serta kelompok-kelompok masyarakat yang ada di wilayahnya, salah satu di antaranya adalah Kelompok Konstituen Bunda.

Dalam Muslem, Kepala Lembang menyampaikan, “Dana Lembang sesuai dengan aturannya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Untuk penggunaan dana lembang di bidang pemberdayaan masyarakat, dilakukan melalui kelompok. Karena itu, setiap masyarakat yang mau terlibat dalam program pemberdayaan, harus menjadi anggota kelompok.”

Kepala Lembang berharap agar semua masyarakat menjadi anggota kelompok, kemudian bersama‐sama mengawal program pemberdayaan tersebut agar manfaatnya bisa dirasakan semua masyarakat.

Untuk mendapat bantuan, kelompok wajib mengajukan usulan dan membuat proposal dan anggaran sederhana, tetapi harus jelas kegiatan dan berapa anggarannya serta siapa saja anggotanya. Kelompok-kelompok yang terbentuk harus disahkan oleh pemerintah Lembang. Karena hal ini terkait dengan penggunaan uang negara, jangan sampai bantuan-bantuan yang diberikan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

“Jadi segera bentuk kelompok dan buat proposal. Minta bantuan kepada kelompok yang sudah berpengalaman dalam membuat proposal”, tegas Kepala Lembang.

Kelompok Konstituen Bunda Akses Dana Desa

Pembentukan KK Bunda disahkan melalui Surat Keputusan Kepala Lembang Buntu Datu. Venny Thomas Tatto, terpilih sebagai ketua KK Bunda ini. Ia juga menjadi Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Tana Toraja dalam pemilihan pengurus pada Desember 2016 yang lalu.

Dengan terbitnya Surat Keputusan Kepala Lembang, maka segala aktivitas dan program/ kegiatan kelompok senantiasa dikoordinasikan kepada Pemerintah Lembang. Karena KK Bunda telah tercatat sebagai organisasi resmi di Lembang Buntu Datu, maka Pemerintah Lembang melibatkan KK Bunda dalam berbagai kegiatan Pemerintah Lembang, seperti kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), Musyawarah Desa (Musdes) dan rapat‐rapat lembang lainnya.

Dalam mengakses Dana Desa, Kelompok Konstituen Bunda membuat usulan melalui Proposal narasi dan anggaran. Proposal diverifikasi terlebih dahulu sebelum disetujui, lalu kelompok mengawal proses dari usulan mereka dengan menanyakan apakah ada dokumen yang belum lengkap atau adakah masalah dengan proposal yang diusulkan. Memang sangat penting mengawal sesuatu yang diperjuangkan agar bisa berhasil, terutama untuk mengetahui apa kendala dan hambatannya sehingga dapat diselesaikan dengan cepat.

Hal ini disampaikan oleh Venny, yang telah berpengalaman dua kali mengawal usulan kegiatan untuk mengakses Dana Desa, yaitu Pelatihan Tata Rias dan pelatihan Pembuatan Anyaman Manik‐Manik serta Pembuatan Kue khas Toraja (kuliner).

Kegiatan Pelatihan ketrampilan bagi kelompok perempuan di desa, sebagaimana yang dilakukan oleh KK Bunda, bermanfaat dalam menciptakan usaha produktif sebagai sumber pendapatan rumah tangga dan kelompok. Hal ini sudah dirasakan oleh masyarakat yang mengikuti pelatihan ketrampilan. Mereka sudah mulai mengelola usaha membuat anyaman manik‐manik, baik secara berkelompok maupun perorangan.

“Dana Desa memang untuk masyarakat desa. Apabila dikelola secara transparan, jujur, dan adil maka akan sangat besar manfaatnya dan terarah dengan baik terutama bagi Masyarakat Miskin. Namun, untuk itu perlu diajukan usulan dalam Musrenbang karena semua kegiatan yang dibiayai Dana Desa harus masuk dalam APBDes (APB Lembang) yang melalui proses perencanaan di tingkat desa/lembang dengan membuat proposal oleh kelompok”, kata Venny Tatto.

Ditulis oleh: Matias

BaKTI Adakan Pelatihan Sistem Pertanian Alami di Sulawesi Selatan

Pada 31 Oktober hingga 2 November 2016, BaKTI mengadakan Pelatihan Sistem Pertanian Alami di Lembang (Desa) Salassae, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Pelatihan yang diikuti oleh 23 peserta ini menghadirkan praktisi Pertanian Alami dari Desa Salassae, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Armin Salassa.

Pelatihan ini muncul sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan perekonomian petani di Desa Salassae. Dengan pertanian alami, jumlah produk yang dihasilkan dan kualitas hasil tanam pun dapat meningkat. Biaya produksi pada pertanian alami sangat rendah.  Diharapkan pertanian alami dapat mendorong perbaikan perekonomian petani di Sulwesi Selatan seperti yang telah dialami oleh para petani di Bulukumba salah satunya petani yang tergabung dalam Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS).

Peserta Pelatihan adalah Kelompok Konstituen (KK), kelompok yang difasilitasi oleh Yayasan Kombongan Situru (YKS) dan merupakan bagian dari kerjasama Yayasan BaKTI dalam Program MAMPU.

Pelatihan tiga hari ini ini memperkenalkan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta menghasilkan produk pangan yang berkualitas, tanpa residu dari bahan-bahan kimia. Dimulai dengan pengenalan sistem pertanian alami dan prinsip-prinsip kerjanya di hari pertama, sedangkan pada hari kedua dan ketiga peserta melakukan praktek teori yang telah dipelajari. Peserta dilatih membuat bahan untuk menutrisi lahan dengan menggunakan bahan-bahan alami yang mudah diperoleh, seperti ikan segar, pisang mentah, pisang masak, papaya masak, papaya mentah, nenas mentah/muda, nenas masak, jantung pisang, batang pisang, kangkung, mangga masak, jahe, bawang putih, lengkuas, dan gula merah.

Salah satu peserta, Yoseph Mangguali merasa bahwa pelatihan kali ini mengusung tema yang sangat penting.

“Baru kali ini saya mengikuti pertemuan dari awal hingga akhir. Biasanya, saya jarang ikut sampai akhir. Ini karena saya merasakan manfaatnya. Saya juga sangat mebutuhkan ilmunya,” ujar Yoseph.

Edita Upa, salah satu peserta pelatihan lainnya mengatakan, “Saya baru mengetahui bahwa nitrogen belum dibutuhkan pada awal pertumbuhan. Banyak praktek yang keliru di masyarakat. Dulu, kami menaburkan urea terlebih dahulu. Sekarang kami lebih memahami metode yang benar.”

Diharapkan, bahwa petani subsisten dapat mengubah cara-cara bertani yang mengandalkan bahan-bahan kimia dan merusak tanah. Melalui inovasi seperti Pelatihan Pertanian Alami masyarakat berharap dapat meningkatkan produksi pertanian.

 

Dilaporkan oleh: Matias Tanan dan M. Ghufran H. Kordi K (BaKTI)

BaKTI: Selaraskan Kemampuan Bertani dan Berorganisasi di Kelompok Konstituen Belu

Pada 26-28 Oktober 2016 bertempat di Kantor Desa Leun Tolu, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur dilaksanakan Pelatihan Pertanian Alami. Desa Leun Tolu merupakan salah satu wilayah dampingan Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) -Yayasan BaKTI di Kabupaten Belu. Pelatihan Pertanian Alami ini adalah salah satu bentuk penguatan Kelompok Konstituen (KK) di Kabupaten Belu. Di Kabupaten Belu, Yayasan BaKTI bekerjasama dengan PPSE KA (Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi-Keuskupan Atambua) dalam Program MAMPU. Diharapkan nantinya, peserta yang merupakan Kelompok Konstituen Kab. Belu mampu membuat perencanaan pertanian yang matang sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal dalam usaha pertanian mereka.

Armin Salassa, pemateri dalam pelatihan tersebut mengatakan bahwa, tujuan dari pelatihan ini agar peserta: (a) mempunyai pengetahuan terkait dengan pertanian alami dalam pembuatan pupuk kompos (b)  memahami siklus tanaman; (c) memberi nutrisi bagi tanaman, (d) peserta juga bisa lebih memperkuat koordinasi internal kelompok konstituen untuk mengelola usaha pertanian di kelompok mereka. serta mempunyai perencanaan yang baik dalam usaha pertanian mereka.

Dalam pelatihan ini ada tiga hal penting  yang peserta pelajari, yaitu: (1) Pertanian Alami, (2) Organisasi, dan (3) Perencanaan Usaha Pertanian. Faktor yang berpangaruh dalam pertanian alami sendri adalah tanah, bibit, perawatan, air, tanaman, hasil panen, harga, dan nutrisi.

Organisasi yang kuat akan menjadi salah satu faktor penting dalam memperkuat posisi petani ketika berhadapan dengan berbagai kondisi, termasuk dalam mengembangan usaha yang kompetitif. Oleh karena itu, selain memberikan materi terkait dengan pertanian alami, kegiatan tiga hari ini juga memberikan pengetahuan mengenai penguatan organisasi dan pengembangan usaha. Sejalan dengan pertanian alami yang diterapkan di dalam suatu komunitas, desa, atau wilayah, organisasi dan perencanaan usaha juga harus diperkuat.

“Dalam bertani kita sendiri yang harus mempelajari keseluruhan proses. Kita sendiri yang menjadi murid dan gurunya. Sedangkan pada aspek organisasi dan perencanaan usaha pertanian harus mempunyai visi-misi, program kerja, kegiatan, partisipasi anggota, dan kerjasama dalam membangun jejaring. Kedua hal tersebut harus dipelajari secara bersamaan,” tambah Armin.

Ketika pemahaman tentang cara bertani yang baik dan cara mengelola usaha pertanian dalam kelompok dapat dilaksanakan beriringan, maka bukan tidak mungkin kesejahteraan Kelompok Konstituen Kab. Belu dapat beranjak naik.

Mari kita bertani selaras alam!

 

Dilaporkan oleh: Siju Moreira dan M. Ghufran H. Kordi K. (BaKTI)

Konferensi Perempuan Timor – Mempererat Solidaritas, Menghapus Kemiskinan

Bertepatan dengan Hari Pemberantasan Kemiskinan tanggal 17 Oktober lalu, beberapa mitra MAMPU selenggarakan Konferensi Perempuan Timor di Atambua. Konferensi yang berlangsung selama dua hari ini, merupakan hasil kerjasama beberapa mitra MAMPU, yaitu BaKTI, Komnas Perempuan, dan Forum Pengadaan Layanan.

Konferensi ini diinisiasi untuk menanggapi permasalah yang sering muncul di wilayah perbatasan seperti minimnya akses informasi dan pengaduan terkait isu kemiskinan dan perempuan seperti  kejahatan perdagangan manusia.

Willy Lay, Bupati Kabupaten Belu dalam sambutannya ungkapkan apreasiasinya terhadap Konferensi Perempuan Timor.

“Kita apresiasi dan mendukung kegiatan Konferensi Perempuan Timor untuk penanggulangan kemiskinan. Acara ini mempunyai makna yang sangat dalam, dan ini membangun kepedulian dan perhatian pemerintah terhadap masalah kemiskinan perempuan,” ujar Willy Lay.

Konferensi dua hari tersebut membahas beberapa isu yang kerap dihadapi perempuan, yaitu Kerentanan Perempuan di Perbatasan dan Wilayah Pasca Konflik, Akses Perempuan Terhadap Perlindungan Sosial dan Layanan Kesehatan Reproduksi, Adat, Migrasi, dan Kekerasan terhadap Perempuan (KDRT dan Perdagangan Manusia) dan Peran Perempuan Parlemen dalam Mengadvokasi Perda yang Pro Gender. Migran Care, Proverdor for Human Rights and Justice (PDHJ) Timor Leste, mitra-mitra MAMPU lainnya, seperti Institut Kapal Perempuan, PEKKA, YKS serta beberapa anggota DPRD Belu turut hadir sebagai narasumber.

Konferensi Perempuan Timor menghasilkan delapan poin deklarasi yang disusun dalam lima tematik MAMPU. Deklarasi ini merupakan rencana aksi bersama yang diharapkan dapat diajukan ke ruang publik.

Konferensi Perempuan Timor tidak berhenti di situ. Pada tanggal 19 Oktober 2016, Kaukus Perempuan Parlemen Kabupaten (KPP) Belu, TTS dan TTU resmi dilantik. Perwakilan dari Forum Pengada Layanan menyerahkan deklarasi bersama yang dihasilkan oleh Koferensi Perempuan Timor dengan harapan anggota-anggota KPP dapat melaksanakan rencana aksi yang tertuang dalam deklarasi tersebut. KPP yang terbentuk diharapkan menjadi wadah bagi para anggota parlemen perempuan untuk menyatukan suara dan meningkatkan kemampuan mereka di dalam menjalankan tugas pokoknya.

Dalam kesempatan tersebut, Juliana Makandolo, Ketua Kaukus TTU & TTSjuga menekankan bahwa isu perdagangan dan kekerasan terhadap perempuan merupakan isu yang harus segera ditanggapi di NTT.

“Kami berharap dengan Konferensi Perempuan Timor dan Kaukus Perempuan Parlemen, kita bisa bekerjasama untuk atasi isu – isu perempuan,” ujar Juliana dalam pidatonya.

Sejalan dengan Juliana, Januaria A.AB, Ketua DPRD Kab. Belu memberikan sambutan positif pada pelantikan KPP, “Kehadiran kami (APP) di sini adalah untuk memperjuangkan kepentingan perempuan di daerah pemilihan kami.”

Dengan semangat, Mercy Piwung, Ketua KPP Provinsi NTT menambahkan, “Saya bangga rekan – rekan parlemen perempuan sama – sama mempunyai komitmen untuk perjuangkan isu – isu perempuan.”

KPP mengajak seluruh masyarakat untuk menyatakan perang terhadap kemiskinan dan kekerasan khususnya terhadap anak dan perempuan serta bersama – sama mewujudkan impian dan harapan Indonesia akan pemenuhan hak dasar, sosial dan ekonomi yang ideal.

Mama Siska Berkontribusi pada Masyarakat Desa lewat Kelompok Konstituen

Namanya Fransiska Abuk (54), atau sering dipanggil Mama Siska. Ia lahir di Wekmidar, Kabupaten Malaka, pada 31 Desember 1962. Mama Siska menjadi penduduk tetap Desa Naekasa, Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, NTT sejak bersekolah di SMP Nela Desa Naekasa pada tahun 1979 hingga sekarang

Pada tahun 1999‐2000, ia mendapat kesempatan pertama kali untuk bekerja di Desa Naekasa sebagai kader di Bidang Kesehatan dan Pendidikan (UNICEF). Sejak saat itu, banyak program pemerintah dan desa yang dipercayakan padanya. Selain tugas yang diembannya di Desa Naekasa, Mama Siska juga menjadi sosok ibu rumah tangga panutan bagi 8 orang anak dan 5 orang cucunya.

Tahun 2015, Mama Siska terpilih menjadi Ketua Kelompok Konstituen (KK) Lalian Tolu. Sejak terpilih menjadi Ketua Kelompok Konstituen, ia tampil menjadi sosok yang percaya diri dan lebih kritis bila persoalan terjadi pada masyarakat Desa Naekasa. Ia dengan senang hati membantu.

Akan tetapi, terkadang ia masih menemui permasalahan yang ia tidak tahu bagaimana solusinya dan harus dibawa kemana.  Hal ini memacu keingintahuannya dalam menangani masalah masyarakat desa. Hingga akhirnya, ia ikut serta pada kegiatan‐kegiatan penguatan kapasitas yang dilakukan PPSE‐KA yang didukung oleh MAMPU.

Kegiatan pelatihan untuk menjadi seorang fasilitator dari PPSE KA selalu diikutinya dengan baik dan diterapkan pada anggota kelompoknya.

Semenjak saya terpilih menjadi ketua kelompok konstituen Lalian Tolu, banyak ilmu yang saya dapat. Kini saya tampil sebagai perempuan yang mampu di Desa Naekasa, yang harus selalu prima, percaya diri dan tidak kalah pentingnya, menjadi lebih kritis,” katanya.

“Selain itu, sejak terpilih menjadi ketua, saya lebih matang dalam berpikir dan mengambil keputusan sehingga banyak penilaian positif yang didapat, baik dari masyarakat maupun pemerintahan desa. Untuk itu saya dipilih dan dipercayakan masuk dalam tim perumusan di desa, antara lain sebagai tim 11 dalam perencanaan penganggaran dana desa,” tambahnya.

Ada kepuasan yang ia dapatkan bila masalah‐masalah yang ditanganinya mendapatkan solusi. Apabila masalah‐masalah itu perlu mendatangkanstakeholder terkait, Mama Siska berupaya mengadvokasi sampai tuntas walau banyak oknum‐oknum tertentu yang tidak suka dengan kehadiran kelompok konstituen di desa.

***

Tiada hari tanpa masalah. Banyaknya keluhan yang datang dari masyarakat desa terkait susahnya akses informasi tentang perlindungan sosial dari pemerintah. Mama Siska kemudian menjelaskan tentang tugas pokok dan fungsi dari kelompok konstituen, antara lain mengadvokasi ke pihak‐pihak yang berkepentingan sampai selesai.

Sejak saat itu, masyarakat lebih banyak mengadu kepada kelompok konstituen. Salah satunya adalah penerima manfaat program GSC (Generasi Sehat dan Cerdas), sebuah program bagi anak gizi buruk. Ada dugaan pemotongan biaya bantuan makanan sehat seperti telur dari masing‐masing anak penerima bantuan. Setelah itu, kelompok konstituen berdiskusi untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menghubungi koordinator yang mengurus program GSC tersebut.

Koordinator program tersebut menanggapi dengan baik dan langsung menanyakan langsung kepada kader. Pada saat pertemuan bulanan yang dilakukan oleh kelompok, kader program langsung memberi penjelasan dan klarifikasi dari dugaan tersebut.

Tidak hanya sampai di situ, ada banyak masalah lain yang ditangani kelompok konstituen. Masyarakat mengeluhkan betapa susahnya mendapatkan akses pelayanan publik dari pemerintah terkait pengurusan Akta Kelahiran dan Akta Nikah bagi perempuan miskin dan anak‐anak. Untuk itu Mama Siska langsung mendatangi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk berkoordinasi, sehingga pelayanan pencatatan atau pengurusan akta lahir dan hak identitas lainnya tidak terkendala lagi.

Pengalaman menangani masalah lainnya adalah terkait penganggaran dana desa tahun anggaran 2016. Mama Siska dan anggota kelompok konstituen mengusulkan adanya penganggaran bagi pemberdayaan kaum perempuan. Para perempuan di desa perlu diberikan sosialisasi‐sosialisasi yang berkaitan dengan Buruh Migran‐TKI/TKW untuk mengetahui berbagai keuntungan dan kerugian calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri, serta terkait Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bagi masyarakat desa.

Ditulis oleh: Frida Roman dan Siju Moriera

Perwakilan Kedutaan Australia Kunjungi Kelompok Konstituen di Kota Ambon

Pada akhir April 2016 yang lalu, perwakilan Kedutaan Australia untuk Indonesia, Bradley Armstrong, berkunjung ke Kelompok Konstituen (KK) Huele Desa Latta, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Maluku dan 5 KK lainnya; Negeri Batu Merah, Negeri Leahari, Desa Galala, Desa Wayame dan Kelurahan Tihu.

Para anggota KK tersebut tengah mengikuti pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Kantor Latupatti Negeri Passo-Ambon. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Arika Mahina, salah satu sub-mitra BaKTI yang didukung oleh Program MAMPU.

Dilaporkan oleh: Damaris Tnunay (Partner Engagement Officer – Program MAMPU)

Diskusi Kelompok Konstituen di Watolondo, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara

Kelompok Konstituen (KK) Abadi mengadakan diskusi di Watolondo, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Diskusi ini dihadiri oleh lurah dan para anggota KK Abadi.

Dalam kesempatan tersebut, para ibu anggota KK menyampaikan bahwa saat ini program test papsmear sudah berjalan. Akan tetapi, mereka mengalami kesulitan meyakinkan warga untuk mengikuti tes ini karena takut atau malu.

Selain itu, mereka juga menyampaikan adanya kesulitan dari masyarakat untuk mengakses BSM atau beasiswa miskin. Untuk itu, KK Abadi akan menghubungi Dinas Pendidikan setempat.

Diskusi juga dilakukan oleh KK Lepo-lepo. KK ini sudah menjalin kerjasama dengan Polresta Kendari. Dari laporan pengaduan yang dikumpulkan, kasus terbanyak adalah terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Dilaporkan oleh: Nurus Mufida (Parliamentary Stream Officer – Program MAMPU)