BaKTI: Diskusi Kampung di Atambua, NTT

Yayasan BaKTI melalui PPSE-KA mengadakan rangkaian diskusi kampung di beberapa desa di Atambua, Nusa Tenggara Timur pada awal Juni 2017 lalu.

Diskusi tersebut membahas kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang bukan lagi menjadi rahasia umum dan hal baru, namun sudah menjadi isu umum yang kerap terdengar di media, bahkan sering menjadi pembicaraan di tingkat internasional.

Melalui kegiatan Diskusi Kampung tahap I yang dilaksanakan di 15 desa dampingan Program MAMPU, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman kaum perempuan terkait akses layanan publik yang berkualitas dan juga terbangunnya kepercayaan diri dalam melakukan advokasi dan pencatatan pengaduan kasus sesuai dengan format dan mekanisme pengaduan.

Dilaporkan oleh: Tarciso Moreira (BaKTI)

Bappeda Adakan Pelatihan PPRG bagi Driver PUG di Kabupaten Belu, NTT

Pemda Belu, yang diwakili oleh Bappeda, bekerjasama dengan Yayasan BaKTI melalui Program MAMPU, mengadakan pelatihan penguatan kelompok kerja Pengarusutamaan Gender (PUG) bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Hal ini berangkat dari keinginan untuk meningkatkan kualitas anggaran yang responsif gender. Hal ini dirasakan dalam penyusunan Program dan Anggaran OPD yang belum sepenuhnya menggunakan Analisis Gender dan Data Terpilah sebagai prasyarat PUG.

Karena terkait dengan Program MAMPU-BaKTI, PPSE-KA sebagai mitra Yayasan BaKTI di Kabupaten Belu mendorong advokasi kebijakan dan anggaran yang responsif gender, khususnya bagi perempuan dan anak korban kekerasan melalui layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Untuk itu pada tanggal 14 dan 15 Juni 2017, bertempat di Gedung Betelalenok, Kabupaten Belu, dilaksanakan Pelatihan PPRG (Perencanaan Penganggaran Responsif Gender) bagi Driver PUG di Kabupaten Belu.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menguatkan Kelembagaan PUG, melatih staff perencanaan dari OPD untuk membuat analisis gender dengan menggunakan tools gender analysis pathway (GAP) dan Gender Budget Statement (GBS), serta mempelajari dan menganalisis Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) Kab. Belu.

Kegiatan ini dihadiri dan dibuka oleh Wakil Bupati Belu, J.T Ose Luan. Dalam sambutan pembukaannya, J.T. Ose Luan menyampaikan,Ā ā€œProgram Pembangunan dan Penganggaran di Kabupaten Belu harus mengutamakan kesetaraan gender agar terjadi keadilan, terutama dalam menyusun program bagi perempuan dan anakā€.

Pada pelatihan ini, hadir pula Destri Handayani, Kasubdit Pemberdayaan Perempuan dan PUG, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas yang menjadi narasumber pelatihan. Destri Handayani menyampaikan materi tentang Konsep Gender dan PUG dalam Pembangunan Nasional.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 62 Orang yang terdiri dari 24 laki-laki dan 38 perempuan, yang berasal dari 33 OPD di lingkup Pemda Belu. OPD tersebut beberapa di antaranya adalah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dinas Kesehatan, Disnakertrans, Bappeda, Inspektorat, Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D), Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat, Bagian Organisasi, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB), dll.

Benny dari Bappeda sebagai penyelenggara kegiatan menyatakan,Ā “Kami sangat senang dengan adanya kegiatan ini. Walaupun pemahaman tentang PUG sudah lama didengungkan, tetapi dengan pelatihan ini memberikan manfaat khususnya kepada setiap OPD tentang pemahaman gender. Diharapkan, ke depannya penyusunan program dan anggaran sudah bisa responsif gender, termasuk perlu diusulkan agar dibuatkan Peraturan Bupati, agar setiap OPD membuat analisis GAP dan GBSā€.

Hal serupa juga dirasakan oleh salah satu peserta dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Agustina Haleserens, S.Psi (Kasubag Perencanaan dan Pelaporan),Ā ā€œSaya merasakan manfaat dari pelatihan ini karena mengerti tentang GAP dan GBS. Harapannya, dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran nanti bisa diaplikasikan.ā€

Kegiatan ini difasilitasi oleh Misbah Hasan (SEKNAS FITRA) dan Humaira Husain.

Dilaporkan oleh: Muh. Taufan (BaKTI)

Kelompok Konstituen Naekasa, NTT Dorong Partisipasi Perempuan dalam Pemerintahan Desa

Undang-Undang Desa membuka peluang bagi perempuan desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Namun partisipasi perempuan desa tidak serta-merta dapat diakomodasi di dalam kelembagaan yang ada. Sedikit sekali perempuan terlibat di dalam lembaga pemerintahan desa dan lembaga atau organisasi di luar pemerintahan.

Di dalam kelompok petani, peternak, usaha bersama, dan lainnya yang ada di desa, hanya sedikit sekali melibatkan perempuan. Karena itu, aspirasi perempuan tidak mudah diakomodasi dalam dokumen perencanaan dan kebijakan di desa.

Upaya para pihak untuk mendorong penguatan perempuan, termasuk dalam bentuk kelompok adalah salah satu jalan keluar untuk memfasilitasi perempuan dalam berpartisipasi melalui kegiatan desa terkait dengan kebijakan dan perencanaan.

Langkah strategis yang dilakukan program MAMPU adalah membentuk Kelompok Konstituen (KK). Kelompok yang dibentuk ini adalah sebagai wadah untuk menghimpun perempuan desa agar dapat menyuarakan hak-haknya, serta mengadvokasi kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan perempuan desa menuju kesejahteraan hidup.

Perjuangan yang dilakukan Kelompok Konstituen (KK) Lalian Tolu Desa Naekasa, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur berhasil mempengaruhi kebijakan Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)Ā untuk mengumpulkan perwakilan perempuan dari setiap dusun di Desa Naekasa, guna membicarakan persoalan kaum perempuan di sana.

Dalam pertemuan bersama ini, perempuan miskin dan perempuan desa lainnya menyampaikan aspirasi tentang kemampuan dan potensi yang dimiliki saat ini. Namun sejauh ini belum ada dukungan dari para pihak.

Setiap kegiatan Musyawarah Dusun dan Musyawarah Desa hampir tidak melibatkan perempuan untuk hadir dalam pertemuan. Musyawarah lebih didominasi oleh kaum laki-laki.

Pada tempat terpisah, Koordinator Program MAMPU PPSE Keuskupan Atambua, menjelaskan bahwa Kelompok Konstituen di desa sesungguhnya merupakah wadah untuk mengorganisir kaum perempuan untuk bisaĀ bersuara dan menyampaikan hak-haknya. Kaum perempuan perlu terlibat, mulai dari musyawarah dusun hingga ada keterwakilan sampai pada tingkat desa.

Perempuan harus mampu untuk memberikan argumentasi terkait usulan kegiatan untuk kepentingan kelompok perempuan, sehingga pemberdayaan kaum perempuan benar-benar menjadi salah satu perhatian serius dari pemerintah Desa.

Menyimak hasil pembicaraan dan diskusi yang begitu alot, Ketua BPDĀ Desa Nakeasa menegaskan bahwa perhatian pemerintah saat ini tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga penguatan kapasitas manusia. Isu Gender juga menjadi salah satu isu prioritas yang membutuhkan perhatian dari pemerintah desa.

Romanus M. Kali selaku ketua BPD menegaskan,Ā “Sekembalinya dari pertemuan ini, diharapkan agar segera dibentuk kelompok perempuan tingkat dusun, dan mempersiapkan usulan kegiatan yang cocok dengan konteks dusun. Sehingga bisa diusulkan pada musyawarah dusun, dan dikawal hingga Musyawarah Rencana Pengembangan Desa. Usulan kegiatan yang tidak lolos ke Kabupaten, akan menjadi perhatian pemerintah desa melalui Anggaran Pendapatan, dan Belanja Desa (APBDes) dan Alokasi Dana Desa (ADD)”.

Ibu Herikulana Taek menambahkan,ā€œOleh karenanya, kelompok tenun perempuan maupun kelompok usaha sayur-mayur dapat didukung dengan dana dari APBDes atau ADD tersebut.”

Pada akhirnya keterwakilan perempuan yang hadir merasa bahwa hasil pertemuan ini benar-benar memberikan satu dukungan untuk kaum perempuan agar bisa berjuang menuju kesejahteraan hidup ke depan.

DItulis oleh: Mikhael Leuape

BaKTI: Selaraskan Kemampuan Bertani dan Berorganisasi di Kelompok Konstituen Belu

Pada 26-28 Oktober 2016 bertempat di Kantor Desa Leun Tolu, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur dilaksanakan Pelatihan Pertanian Alami. Desa Leun Tolu merupakan salah satu wilayah dampingan Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) -Yayasan BaKTI di Kabupaten Belu. Pelatihan Pertanian Alami ini adalah salah satu bentuk penguatan Kelompok Konstituen (KK) di Kabupaten Belu. Di Kabupaten Belu, Yayasan BaKTI bekerjasama dengan PPSE KA (Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi-Keuskupan Atambua) dalam Program MAMPU. Diharapkan nantinya, peserta yang merupakan Kelompok Konstituen Kab. Belu mampu membuat perencanaan pertanian yang matang sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal dalam usaha pertanian mereka.

Armin Salassa, pemateri dalam pelatihan tersebut mengatakan bahwa, tujuan dari pelatihan ini agar peserta: (a) mempunyai pengetahuan terkait dengan pertanian alami dalam pembuatan pupuk kompos (b)Ā  memahami siklus tanaman; (c) memberi nutrisi bagi tanaman, (d) peserta juga bisa lebih memperkuat koordinasi internal kelompok konstituen untuk mengelola usaha pertanian di kelompok mereka. serta mempunyai perencanaan yang baik dalam usaha pertanian mereka.

Dalam pelatihan ini ada tiga hal pentingĀ  yang peserta pelajari, yaitu: (1) Pertanian Alami, (2) Organisasi, dan (3) Perencanaan Usaha Pertanian. Faktor yang berpangaruh dalam pertanian alami sendri adalah tanah, bibit, perawatan, air, tanaman, hasil panen, harga, dan nutrisi.

Organisasi yang kuat akan menjadi salah satu faktor penting dalam memperkuat posisi petani ketika berhadapan dengan berbagai kondisi, termasuk dalam mengembangan usaha yang kompetitif. Oleh karena itu, selain memberikan materi terkait dengan pertanian alami, kegiatan tiga hari ini juga memberikan pengetahuan mengenai penguatan organisasi dan pengembangan usaha. Sejalan dengan pertanian alami yang diterapkan di dalam suatu komunitas, desa, atau wilayah, organisasi dan perencanaan usaha juga harus diperkuat.

ā€œDalam bertani kita sendiri yang harus mempelajari keseluruhan proses. Kita sendiri yang menjadi murid dan gurunya. Sedangkan pada aspek organisasi dan perencanaan usaha pertanian harus mempunyai visi-misi, program kerja, kegiatan, partisipasi anggota, dan kerjasama dalam membangun jejaring. Kedua hal tersebut harus dipelajari secara bersamaan,ā€ tambah Armin.

Ketika pemahaman tentang cara bertani yang baik dan cara mengelola usaha pertanian dalam kelompok dapat dilaksanakan beriringan, maka bukan tidak mungkin kesejahteraan Kelompok Konstituen Kab. Belu dapat beranjak naik.

Mari kita bertani selaras alam!

 

Dilaporkan oleh: Siju Moreira dan M. Ghufran H. Kordi K. (BaKTI)

Mama Siska Berkontribusi pada Masyarakat Desa lewat Kelompok Konstituen

Namanya Fransiska Abuk (54), atau sering dipanggil Mama Siska. Ia lahir di Wekmidar, Kabupaten Malaka, pada 31 Desember 1962. Mama Siska menjadi penduduk tetap Desa Naekasa, Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, NTT sejak bersekolah di SMP Nela Desa Naekasa pada tahun 1979 hingga sekarang

Pada tahun 1999ā€2000, ia mendapat kesempatan pertama kali untuk bekerja di Desa Naekasa sebagai kader di Bidang Kesehatan dan Pendidikan (UNICEF). Sejak saat itu, banyak program pemerintah dan desa yang dipercayakan padanya. Selain tugas yang diembannya di Desa Naekasa, Mama Siska juga menjadi sosok ibu rumah tangga panutan bagi 8 orang anak dan 5 orang cucunya.

Tahun 2015, Mama Siska terpilih menjadi Ketua Kelompok Konstituen (KK) Lalian Tolu. Sejak terpilih menjadi Ketua Kelompok Konstituen, ia tampil menjadi sosok yang percaya diri dan lebih kritis bila persoalan terjadi pada masyarakat Desa Naekasa. Ia dengan senang hati membantu.

Akan tetapi, terkadang ia masih menemui permasalahan yang ia tidak tahu bagaimana solusinya dan harus dibawa kemana.Ā  Hal ini memacu keingintahuannya dalam menangani masalah masyarakat desa. Hingga akhirnya, ia ikut serta pada kegiatanā€kegiatan penguatan kapasitas yang dilakukan PPSEā€KA yang didukung oleh MAMPU.

Kegiatan pelatihan untuk menjadi seorang fasilitator dari PPSE KA selalu diikutinya dengan baik dan diterapkan pada anggota kelompoknya.

ā€œSemenjak saya terpilih menjadi ketua kelompok konstituen Lalian Tolu, banyak ilmu yang saya dapat. Kini saya tampil sebagai perempuan yang mampu di Desa Naekasa, yang harus selalu prima, percaya diri dan tidak kalah pentingnya, menjadi lebih kritis,ā€ katanya.

ā€œSelain itu, sejak terpilih menjadi ketua, saya lebih matang dalam berpikir dan mengambil keputusan sehingga banyak penilaian positif yang didapat, baik dari masyarakat maupun pemerintahan desa. Untuk itu saya dipilih dan dipercayakan masuk dalam tim perumusan di desa, antara lain sebagai tim 11 dalam perencanaan penganggaran dana desa,ā€ tambahnya.

Ada kepuasan yang ia dapatkan bila masalahā€masalah yang ditanganinya mendapatkan solusi. Apabila masalahā€masalah itu perlu mendatangkanstakeholderĀ terkait, Mama Siska berupaya mengadvokasi sampai tuntas walau banyak oknumā€oknum tertentu yang tidak suka dengan kehadiran kelompok konstituen di desa.

***

Tiada hari tanpa masalah. Banyaknya keluhan yang datang dari masyarakat desa terkait susahnya akses informasi tentang perlindungan sosial dari pemerintah. Mama Siska kemudian menjelaskan tentang tugas pokok dan fungsi dari kelompok konstituen, antara lain mengadvokasi ke pihakā€pihak yang berkepentingan sampai selesai.

Sejak saat itu, masyarakat lebih banyak mengadu kepada kelompok konstituen. Salah satunya adalah penerima manfaat program GSC (Generasi Sehat dan Cerdas), sebuah program bagi anak gizi buruk. Ada dugaan pemotongan biaya bantuan makanan sehat seperti telur dari masingā€masing anak penerima bantuan. Setelah itu, kelompok konstituen berdiskusi untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menghubungi koordinator yang mengurus program GSC tersebut.

Koordinator program tersebut menanggapi dengan baik dan langsung menanyakan langsung kepada kader. Pada saat pertemuan bulanan yang dilakukan oleh kelompok, kader program langsung memberi penjelasan dan klarifikasi dari dugaan tersebut.

Tidak hanya sampai di situ, ada banyak masalah lain yang ditangani kelompok konstituen. Masyarakat mengeluhkan betapa susahnya mendapatkan akses pelayanan publik dari pemerintah terkait pengurusan Akta Kelahiran dan Akta Nikah bagi perempuan miskin dan anakā€anak. Untuk itu Mama Siska langsung mendatangi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk berkoordinasi, sehingga pelayanan pencatatan atau pengurusan akta lahir dan hak identitas lainnya tidak terkendala lagi.

Pengalaman menangani masalah lainnya adalah terkait penganggaran dana desa tahun anggaran 2016. Mama Siska dan anggota kelompok konstituen mengusulkan adanya penganggaran bagi pemberdayaan kaum perempuan. Para perempuan di desa perlu diberikan sosialisasiā€sosialisasi yang berkaitan dengan Buruh Migranā€TKI/TKW untuk mengetahui berbagai keuntungan dan kerugian calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri, serta terkait Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bagi masyarakat desa.

Ditulis oleh: Frida Roman dan Siju Moriera

Kisah Mama Walde Menyuarakan Hak-Hak Perempuan di Desa Leosama, NTT

Waldetrudis Lin yang akrab disapa Mama Walde, adalah sosok perempuan berusia 45 tahun yang penuh semangat dan gigih dalam menyuarakan aspirasi dan hak-hak kaum perempuan melalui Kelompok Konstituen (KK), sebuah kelompok lokal dampingan Program MAMPU-BaKTI. Ia adalah satu dari sedikit perempuan desa yang menjadi pelopor untuk pemberdayaan kaumnya di Nusa Tenggara Timur.

Saat ini Mama Walde dan keluarga tinggal di Desa Leosama, Kecamatan Kakuluk Mesak. Mama Walde yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) ini tidak bisa melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi keluarganya yang memprihatinkan. Alasan ekonomi pula yang memaksa ia dan suaminya menetap di daerah pesisir untuk mencari nafkah.

Selain mencari nafkah, Mama Walde yang memang menyenangi kegiatan sosial ini kerap hadir dalam pertemuan komunitas. Partisipasinya dalam berbagai kegitan sosial ini membuatnya terpilih menjadi kader Pos Pelayanan Keluarga Berencana – Kesehatan TerpaduĀ (posyandu) pada tahun 1989. Keterbatasan pendidikan yang dimilikinya tidak mencegahnya untuk menorehkan sebuah prestasi. Ia juga dipilih menjadi tutor pada PAUD (pendidikan anak usia dini) di Desa Leosama. Pengalamannya sebagai kader posyandu dan tutor PAUD ini membuatnya berpikir bahwa pendidikan sangatlah penting. Ia akhirnya memutuskan untuk mengikuti pendidikan paketĀ  B dan C.

Potensi dalam diri Mama Walde semakin bertambah semenjak bertemu dengan Program MAMPU. Saat itu, Program MAMPU tengah bekerja sama dengan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) Makassar dan PPSE-KA (Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Atambua) dalam membentuk KK di Desa Leosama, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan kesepakatan bersama, Mama Walde dipilih menjadi Ketua KKĀ Laran IdaĀ Desa Leosama. Walaupun pemahamannya tentang lima tema MAMPU masih minim, namun ia tetap serius dan tekun dalam mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh MAMPU dan KK. Ia percaya bahwa berbagai kegiatan ini dapat menambah pengetahuan. Pemahaman perempuan Desa Leosama tentang hak – hak perempuan dan warga juga semakin bertambah berkat KK Ā Laran Ida.

Menurut Mama Walde, mengikuti kegiatan dalam KK ini sangat bermanfaat dalam menyuarakan hak-hak kaum perempuan dan masyarakat miskin di Desa Leosama. Berbekal pengalaman yang didapatnya melalui program tersebut, ia mencoba mengajak anggota KK untuk membantu pemerintah desa dalam tugas-tugas pelayanan di tingkat desa.

Sekarang, semua anggota KK di setiap dusun diundang dalam musyawarah dusun (musdus). Pada tingkat musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes), Mama Walde dipilih menjadi perwakilan perempuan yang akan ikut dalam musrenbang kecamatan. Tidak hanya itu, ketika ada pengaduan masalah terutama apabila berkaitan dengan hak – hak perempuan, Mama Walde bersama beberapa anggota KK segera menyampaikan kepada kepala desa setempat.

Selain itu, Mama Walde bersama anggota KK berinisiatif untuk mengolah makanan lokal dari hasil laut dan pertanian untuk menunjang ekonomi produktif. Hasil dari olahan makanan tersebut direncanakan akan dijual pada hari minggu dan hari rabu di sepanjang jalan umum di depan gereja di Desa Leosama. Berkat produk olahan ini, para anggota KK memperoleh penghasilan tambahan.

Tim KK juga diharapkan dapat membantu pemerintah desa dan warganya dalam terlaksananya berbagai program pemberdayaan perempuan dan meningkatkan angka keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. Mama Wade juga menambahkan bahwa perempuan tidak harus selalu menunggu, tetapi harus berinisiatif untuk kepentingan kaum mereka.

Prestasi Mama Wade tidak berhenti hanya disitu saja. Tahun 2016 masa kepemimpinan Kepala Desa Leosama akan berakhir. Sebagai ketua KK ā€œLaran Idaā€ dan profil perempuan yang mumpuni, Mama Walde diusung untuk masuk dalam bursa pencalonan Kepala Desa Leosama Periode 2016-2021. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan para tokoh adat setempat serta masyarakat meminta kesediaannya untuk maju dalam pencalonan Kepala Desa. Hal ini tentu akan membantu keterwakilan suara perempuan di Desa Leosama.

Selain itu, Kepala Desa Leosama meminta Mama Walde dan KK untuk memasukan kegiatan tematik MAMPU ke dalam Alokasi Dana Desa (ADD) agar hak – hak perempuan juga dapat dijamin. Usulan itu sudah diajukan dan terdokumentasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Desa Leosama. Diharapkan dengan terpilihnya Mama Walde nanti, Desa Leosama semakin maju.

Semangat, Mama Walde!

 

*Cerita ini diambil dan dituliskan kembali dari Cerita Perubahan (Most Signifcant Change Story) yang dituliskan oleh Frida Roman (BaKTI), untuk digunakan sebagai produk komunikasi dan pengelolaan pengetahuan.