Pemkot Malang Lakukan Rapat Koordinasi dengan MWPRI

Pemerintah Kota Malang yang diwakili oleh Bidang Litbang Bappeda Kota Malang melaksanakan rapat koordinasi dengan Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI), salah satu mitra Program MAMPU.

Agenda yang dilaksanakan pertengahan Maret yang lalu ini, membahas tentang pola kerjasama antara Pemerintah Kota Malang dengan MWPRI untuk pekerja Rumahan. Bertempat di Ruang Rapat Bappeda Kota Malang, rakor turut dihadiri oleh Dinas Teknis di Kota Malang, BPJS, BPS, Camat, PKK, Koordinator LPMK Kota Malang, Fasilitator PKH, Rumpun (NGO), dan HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) Kota Malang.

MWPRI: Pembukaan Kelas Baru Sekolah Pekerja Rumahan di Malang

Pada Minggu, 13 Maret 2016, MWPRI membuka “kelas baru” Sekolah Perempuan Pekerja Rumahan. Bertempat di Kelurahan Polehan, Kota Malang, pembukaan kelas ini adalah tindak lanjut dari kegiatan Diskusi Kampung yg diselengggarakan MWPRI di kelurahan tersebut. Kegiatan ini adalah bukti nyata dari kepedulian Kelurahan Polehan atas Pekerja Rumahan di daerahnya. Acara ini dihadiri oleh para pekerja rumahan, Bapak Lurah dan staf Kelurahan Polehan.

Perjuangkan Hak Pekerja Rumahan, Lewat Raperda Ketenagakerjaan

Pekerja Rumahan mengadakan Focus Group Discussion (FGD) terkait Raperda Ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Timur. Diskusi yang dilaksanakan pada awal April lalu di WIN Hotel Surabaya ini, dihadiri oleh anggota DPRD Jawa Timur Komisi E, Ibu Agatha Retnosari, Wakil Ketua Bidang Buruh, Ibu Hari Putri Lestari, SH. MH dan Bapak Hadi Subhan (Dosen Universitas Airlangga, tim Perumus NA Raperda), serta berbagai elemen organisasi Perburuhan di Jawa Timur.

Dalam diskusi tersebut dibahas beberapa isu penting seputar Pekerja Rumahan. Semua memiliki kesepahaman bahwa Pekerja Rumahan adalah termasuk dalam Pekerja sebagaimana diatur dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Oleh karenanya, Pekerja Rumahan perlu dimasukkan pada bagian definisi dan diatur khusus dalam bab atau pasal khusus tentang Pekerja Rumahan.

Masalah lain yang diatur dalam Raperda dan terkait langsung dengan Pekerja Rumahan adalah bidang pengawasan Ketenagakerjaan, khususnya kerja borongan, sebagaimana diatur pada Pasal 64 & 65 UU No. 13 tahun 2003.

Diharapkan dengan adanya diskusi ini, hak-hak pekerja rumahan dapat terjamin melalui raperda.

MWPRI Hadiri Konferensi Homebased Workers di India

Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI) berpartisipasi dalam konferensi internasional bertajuk “Celebrating Homebased Workers: Twenty Years and Time for Action“. Bertempat di Hotel Ramada, Ahmadabad – India, konferensi ini dilaksanakan selama dua hari pada 20 – 21 Maret 2016 yang lalu. Dalam hal ini MWPRI bertindak sebagai home-net Indonesia.

Dalam kegiatan tersebut, turut hadir perwakilan home-net dari negara Asia Tenggara lainnya, yaitu dari Thailand, Filipina dan Kamboja. Kehadiran para perwakilan tersebut ditujukan untuk penyusunan rencana persiapan untuk partisipasi dalam ILO Conference yang akan dilaksanakan di Jenewa pada Juni 2016 mendatang.

MWPRI adalah jaringan nasional untuk memberdayakan wanita pekerja rumahan dan organisasinya. MWPRI merupakan jaringan sekaligus wadah yang berfungsi untuk mewujudkan dan melaksanakan kegiatan bersama dengan seluruh anggotanya untuk meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan akses terhadap perlindungan sosial bagi pekerja rumahan. MWPRI juga bekerja sebagai katalis dalam pergerakan organisasi perempuan pekerja rumahan. Sebagai anggota dari Home-net Asia Tenggara, MWPRI disebut sebagai “Home-net Indonesia”.

Juara Bulutangkis Berawal dari Sini

Banyak yang tidak menyadari bahwa juara bulutangkis berawal dari salah satu proses ini. ShuttleCock, yang menjadi perlengkapan penting dalam permainan bulutangkis, dirakit oleh para Pekerja Rumahan yang ada di Dusun Mbiru, Desa Gunung Rejo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Sambil merawat anaknya, perempuan ini memasang bulu pada kepala ShuttleCock dengan upah Rp. 2000,- per dozen (Sloop), yang diselesaikan kurang lebih satu jam per dozennya. Dalam sehari mereka bekerja selama 6 hingga 10 jam. Pekerjaan memasang bulu tersebut adalah salah satu tahapan dari pembuatan ShuttleCock yang sebanyak delapan tahapan.

Pekerjaan memasang ShuttleCock tersebut diperoleh dari pengusaha ShuttleCock dari Kelurahan Arjosari, Kecamatan Blimbing Kota Malang melalui perantara yang ada di desanya. Pasar ShuttleCock tersebut tersebar ke seluruh penjuru Negeri. Bahkan beberapa brand besar ShuttleCock banyak memesan kepada pengusaha yang memperkerjakan Pekerja Rumahan dengan pesanan tanpa pita dan label di dalam produknya.

Mitra MAMPU Berkonsolidasi untuk Tingkatkan Perlindungan Pekerja Rumahan Perempuan

Akhir-akhir ini, pertumbuhan pekerja rumahan mengalami peningkatan yang signifikan di berbagai sektor industri dan jasa. Hal ini terjadi seiring berkembangnya jumlah angkatan kerja perempuan dalam pekerjaan berbayar. Sejak pertumbuhan industri di Asia yang mengalami peningkatan akibat globalisasi dan permintaan konsumen di negara-negara maju, kebutuhan strategis di berbagai sektor industri turut meningkat. Kebutuhan strategis itu dijawab dengan cara memindahkan sebagian aktivitas usahanya ke beberapa negara berkembang, seperti Indonesia.

Negara berkembang menjadi salah satu tujuan pemindahan aktivitas usaha karena tersedianya jumlah tenaga kerja yang banyak dengan upah buruh yang relatif murah. Hal tersebut menarik investor asing untuk untuk mengalihkan produksinya di negara-negara tersebut sehingga membentuk pola hubungan kerjasama antara negara industri pemilik modal dan negara tempat produksi. Hubungan produksi antara negara pemilik modal dan negara tempat produksi membentuk rantai pasok (supply chain) global.

Selain itu, peningkatan penggunaan pekerja rumahan juga disebabkan oleh adanya tekanan pasar terhadap pengusaha untuk mendapatkan cara yang murah, fleksible dan produktif untuk menghasilkan produk yang kompetitif. Untuk lebih menekan biaya produksinya, perusahaan mengeluarkan pekerjaan ke luar pabrik dan memberikannya kepada pekerja-pekerja di luar pabrik, atau disebut juga dengan pekerja rumahan.

Menurut Konvensi ILO No. 177 tahun 1996 tentang Kerja Rumahan, Kerja Rumahan adalah kerja yang dilakukan oleh seseorang di dalam rumahnya atau di tempat lain yang dipilihnya, di luar tempat kerja milik majikan/ pengusaha untuk memperoleh upah, dan hasilnya berupa produk atau jasa yang ditetapkan oleh majikan/ pengusaha terlepas dari siapa yang menyediakan bahan baku, peralatan, dan masukan lain yang dipergunakan.

Tidak seperti pekerja di dalam pabrik, pekerja rumahan dibayar berdasarkan target kerja, seperti jumlah produk yang mampu dihasilkannya (satuan), bukan berdasarkan lama kerja atau jam kerja, tanpa memperhitungkan penyediaan alat dan bahan tambahan yang harus disiapkan oleh pekerja rumahan.  Upah yang didapatkan langsung dari perusahaan atau pemberi kerja di mana ia mengambil barang untuk diproduksi. Biasanya, para pekerja rumahan menerima pekerjaan dari sub-kontraktor perusahaan tertentu atau perantara.

Berangkat dari kondisi di atas, program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) mendukung peningkatan akses perempuan terhadap pekerjaan, khususnya Perempuan Pekerja Rumahan, dengan melakukan kerja sama dengan Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI) di Malang, Yayasan Bitra Indonesia di Medan, Trade Union Right Center (TURC) di Jakarta dan Yayasan Annisa Swasti (YASANTI) di Yogyakarta untuk melakukan pengorganisasian, penguatan dan advokasi untuk Pekerja Rumahan sejak 2013 sampai sekarang. Hasil dari kegiatan untuk pekerja rumahan ini adalah terdata dan terbentuknya organisasi pekerja rumahan di Indonesia, khususnya di 7 provinsi di Indonesia. Saat ini, terhitung sebanyak 4.778 orang pekerja rumahan di tujuh provinsi tersebut yang sudah dijangkau oleh jaringan mitra Pekerja Rumahan.

MWPRI, didukung oleh Program MAMPU, melaksanakan konsolidasi nasional Perempuan Pekerja Rumahan yang dilaksanakan selama dua hari, dari tanggal 19-20 April 2016 di Fave Hotel, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh 24 perwakilan pekerja rumahan dari 7 Provinsi (Sumatra Utara, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur). Kegiatan ini menjadi ruang berbagi cerita dan pengalaman terkait pengorganisasian, penguatan kapasitas dan advokasi pekerja rumahan yang sudah dilaksanakan, mulai dari tingkat lokal, kabupaten, kota, provinsi maupun tingkat nasional. Hal ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk memperkuat pengorganisasian, penguatan dan advokasi yang selama ini sudah dilakukan.

Dalam kesempatan tersebut, disampaikan pula materi advokasi nasional berupa “Kerangka Kertas Kebijakan: Pengakuan dan Perlindungan Bagi Pekerja Rumahan di Indonesia”, yang merekomendasikan kepada kementrian terkait untuk melakukan tindakan dan langkah nyata untuk memberikan pengakuan dan perlindungan bagi Pekerja Rumahan.

Pekerja Rumahan yang menjadi mayoritas tenaga kerja sektor informal, keberadaannya tidak terlindungi oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan sehingga mereka sangat rentan terhadap praktik eksploitasi, perbudakan modern dan pelanggaran HAM. Kondisi pekerja rumahan masih jauh dari standar upah minimum yang berlaku serta tidak adanya perlindungan kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja, maupun jaminan sosial.

Sampai sekarang, belum ada kebijakan lokal maupun nasional yang secara jelas mengarah pada perlindungan dan pemberdayaan pekerja rumahan. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya menyinggung secara implisit mengenai pekerja rumahan, sehingga pekerjaan rumahan yang berada di sektor informal tidak dapat dijangkau oleh aturan tersebut.  Pekerjaan rumahan dikenal sebagai area yang sulit untuk diawasi, dipantau dan ditegakkan hukum ketenagakerjaannya.

Pemerintah diharapkan dapat memberikan pengakuan dan perlindungan melalui aturan hukum bagi pekerja rumahan yang menyandang posisi hukum, sosial dan ekonomi sangat lemah. Bentuk aturan hukum yang dimaksudkan adalah melalui kebijakan dan perlindungan bagi pekerja rumahan di Indonesia, pendataan pekerja rumahan dan memasukkan pekerja rumahan dalam program-program pembangunan di Indonesia.

Konsolidasi Pekerja Rumahan Indonesia ini juga menyepakati untuk melakukan advokasi dan aksi terkait advokasi kebijakan, yaitu dengan melakukan audiensi ke tiga kementerian, antara lain: Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kementerian Dalam Negeri.

Dilaporkan oleh: Dardiri Dardak (MWPRI)

Pekerja Rumahan di Probolinggo Audiensi ke Pemerintah Kabupaten Probolinggo

Selasa, 15 Maret 2016 rombongan pekerja rumahan di bawah naungan MWPRI, mitra MAMPU, menggelar audiensi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Probolinggo. Di dalam audiensi ini, para pekerja rumahan menyampaikan kondisi kerja mereka sehari-hari. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Kepala Disnaker, Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas)​, Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Sosial (Dinsos). Kegiatan ini bertujuan untuk mencari solusi bersama dalam mewujudkan kondisi kerja dan hidup lebih layak bagi para pekerja rumahan.

Pelatihan Melukis Kain para Pekerja Rumahan di Malang

 

 

 

Pekerja rumahan di Kota Malang mengikuti pelatihan melukis dengan media kain yang diselenggarakan oleh MWPRI, mitra MAMPU. Pelatihan ini dilaksanakan pada 6 Feb 2016, diikuti oleh 14 pekerja rumahan. Pelatihan ini bermaksud untuk mengembangkan potensi para pekerjarumahan di luar pekerjaannya sebagai pekerja rumahan.

Pekerja Rumahan Ikut Serta dalam Otonomi Award di Malang

Bu Wiwik, adalah salah satu pekerja rumahan sekaligus ketua dari salah satu kelompok pekerja rumahan di Kota Malang binaan Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI), mitra MAMPU. Ia dan kelompoknya berpartisipasi dalam pameran di Kelurahan dalam rangka penilaian Otonomi Award sebuah program dari Pemerintah Kota Malang. Otonomi Award adalah kompetisi antar kelurahan, dalam hal pelayanan publik, inovasi dan kreatifitas.

Bu Wiwik memamerkan produk hasil kelompok, mulai dari hasil pekerjaan dari pemberi kerja (konveksi) dan produk-produk kelompoknya sendiri, seperti daster Malangan, tempat tisu, tas serba guna dengan bahan kain perca sisa dari bahan pekerjaan yang diperoleh dari pemberi kerja.