Yayasan Annisa Swasti (Yasanti)

Yayasan Annisa Swasti (Yasanti)

Sejak 1982, Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) memberdayakan perempuan, khususnya perempuan pekerja, lewat pengorganisasian komunitas, pendidikan, advokasi, dan memperkuat kemandirian ekonomi perempuan. Pada pertengahan 2014, Yasanti dan mitra-mitra MAMPU untuk Area Tematik 2 didukung oleh International Labour Organization (ILO) melakukan studi pemetaan kondisi pekerja rumahan dan dan pekerja informal lainnya yang bekerja dari rumah, untuk memperkuat advokasi demi pengakuan atas mereka di peraturan daerah maupun nasional. Sejak 2015, didukung Program MAMPU, Yasanti memberdayakan perempuan pekerja rumahan di 2 provinsi, yakni Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta dan Jawa Tengah, 4 kabupaten/kota, dan 30 desa/kelurahan.

 

Program organisasi sebagai mitra MAMPU:

  • Advokasi tingkat daerah dan nasional untuk mendorong perlindungan hukum, jaminan sosial, kesehatan dan ketenagakerjaan, akses program pemerintah bagi perempuan pekerja rumahan dan keluarganya.
  • Mengorganisir lebih dari 395 perempuan pekerja rumahan yang tergabung dalam 15 kelompok/serikat di 30 desa/kelurahan di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
  • Penguatan kapasitas bagi perempuan pekerja rumahan melalui pendidikan dan pelatihan.
  • Program sekolah kepemimpinan feminis yang diimplementasikan di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta
  • Penguatan program ekonomi melalui usaha bersama kelompok.

 

Capaian dalam Program MAMPU:

  • Telah adanya dokumen lembar kebijakan hasil analisa, berupa naskah akademik dan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) ketenagakerjaan pekerja rumahan, yang menjadi acuan bagi Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk memberikan pengakuan dan perlindungan bagi perempuan pekerja rumahan.
    • DPRD Provinsi DI Yogyakarta telah melakukan kajian terkait perlindungan dan pengakuan sebagai dasar penyusunan Ranperda ketenagakerjaan pekerja informal.
    • Provinsi DI Yogyakarta melalui Biro Hukum dan Disnakertrans Propinsi DIY telah berkomitmen untuk penyelesaikan Peraturan Gubernur (Pergub) pekerja rumahan pada 2020.
    • Kelompok/serikat di desa/kelurahan di kabupaten/kota di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah mendapat akses program pelatihan, pemeriksaan kesehatan, dukungan dari Dewan Pengurus Daerah Ikatan Wanita Pengusah Indonesia DI Yogyakarta (IWAPI DPD DIY) terkait kesehatan dan keselamatan kerja (K3), dukungan usaha kelompok dan lainnya dari desa/kalurahan, dinas terkait di kabupaten/kota dan provinsi.
  •  Dilibatkannya pekerja rumahan dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan desa dalam Musrengbang dusun/desa di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta dan Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
  • Kelompok/serikat di desa/kelurahan di kabupaten/kota di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah mendapat akses program pelatihan, pemeriksaan kesehatan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), dukungan usaha kelompok dan lainnya dari desa/kalurahan, dinas terkait di kabupaten/kota dan provinsi.Dengan dukungan advokasi dari Yasanti yang bekerja sama dengan lembaga bantuan hukum setempat, Pengadilan Hubungan Industrial Provinsi Jawa Tengah telah memenangkan pekerja rumahan terkait kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja rumahan.

 

Meningkatkan Kondisi Pekerjaan dan Menghapuskan Diskriminasi di Tempat Kerja

Mengapa isu ini penting

Dibandingkan laki-laki, perempuan memiliki akses yang lebih terbatas terhadap pekerjaan formal 55% perempuan dibandingkan 83% laki-laki (UNDP, 2015). Banyak perempuan miskin di daerah terpencil dengan pendidikan rendah, bekerja di sektor informal, termasuk para pekerja rumahan. UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tidak secara spesifik menjabarkan tentang pekerja rumahan dan Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO No.177 tentang Pekerja Rumahan. Tanpa adanya hukum, pekerja rumahan dipekerjakan tanpa kontrak formal, membuat mereka rentan eksploitasi.

Pendekatan kami

Dukungan MAMPU terhadap pekerja rumahan berkontribusi pada target pembangunan jangka menengah pemerintah (RPJM 2015-2019), yaitu meningkatkan partisipasi tenaga kerja dan kesetaraan gender dalam peraturan dan hukum untuk melindungi perempuan lebih baik.

Menyediakan kondisi kerja yang baik bagi pekerja rumahan membantu mencapai Gol ke-8 dari SDG yaitu kondisi kerja yang layak dan pembangunan ekonomi.

MAMPU tema 2 berusaha untuk memperbaiki kondisi kerja dan menhilangkan diskriminasi di tempat kerja. Mendukung kegiatan empat mitra yaitu TURC, BITRA Indonesia, dan Yasanti untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pekerja rumahan, mengumpulkan data pekerja rumahan, advokasi peraturan dan kebijakan untuk perlindungan pekerja rumahan di tingkat nasional dan sub-nasional.

Mitra memberikan pelatihan kesadaran isu gender, organisasi, negosiasi, asuransi, organisasi buruh dan usaha kecil. Mereka juga melakukan advokasi untuk peningkatan gaji serta asuransi kesehatan. Kini ada 140 kelompok pekerja rumahan yang mendukung 3000 perempuan untuk meningkatkan kesadaran dan mendapatkan akses hak pekerja di 158 desa di 23 kabupaten dan 7 provinsi.

Capaian Area Tematik ini:

YASANTI Peringati Hari HAM Sedunia Bersama 500 Perempuan Pekerja Rumahan

Memeringati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia, Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) menggelar perayaan bertajuk “Kami Ada dan Kami Pekerja Rumahan” di Taman Hiburan Rakyat (THR) Gabusan Square, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu (10/12) silam. Sekitar 500 perempuan pekerja rumahan asal DIY dan Jawa Tengah menghadiri acara yang menyuguhkan pasar perempuan serta panggung seni dan budaya itu.

Ragam dukungan bagi perempuan pekerja rumahan pun turut disampaikan oleh pemerintah. Salah satunya adalah Bambang Guritno, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. Pemda mendukung para pekerja rumahan melalui layanan perizinan usaha yang lebih terbuka, mudah dan tidak dipungut biaya.

“Izin berusaha silakan diajukan ke (kantor) kecamatan. Itu semua kami buat gratis, supaya usaha ibu-ibu semua bisa berkembang,” ujarnya saat memberikan sambutan. “Membuka lapangan pekerjaan bisa mengurangi kemiskinan. Kami (Pemerintah Kabupaten Bantul) selama ini juga berusaha agar semakin banyak investasi dibuka, mulai dari tingkat dusun hingga ke kabupaten,” tambahnya.

Hal senada diutarakan oleh Isharyanto, Kepala Kelurahan Tahunan, Umbulharjo, Angga Suanggana, perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transportasi, DIY, serta Farah dari BPJS Ketenagakerjaan. Ketiganya menyatakan bahwa pekerja rumahan, melalui momentum ini, telah mendobrak keadaan dari “tidak ada” menjadi “ada” atau “terlihat”.

Dengan dukungan Yasanti sebagai organisasi yang mewadahi, pekerja rumahan tidak perlu takut memerjuangkan hak mereka sebagai pekerja. Semangat ini ditunjukkan lewat Deklarasi Perempuan Pekerja Rumahan yang dipimpin Warisah, ketua Federasi Serikat Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) Kabupaten Bantul. Deklarasi tersebut diwakili oleh 11 perempuan pekerja rumahan dari 11 serikat PPR, dan merupakan simbol pernyataan bahwa mereka adalah bagian dari pekerja. Mereka juga mendorong pemerintah, baik di tingkat lokal maupun nasional, untuk menjamin hak-hak mereka sebagai pekerja, serta memberikan perlindungan yang layak, termasuk akses terhadap program-program perlindungan sosial, kesehatan dan dukungan modal.

Sebagai ketua panitia, Warisah pun mengungkapkan rasa bahagia dan syukur atas terselenggaranya acara. Dengan adanya momentum ini, ia berharap dapat mempererat tali silaturahmi antarpekerja rumahan. Selain itu, ia juga memaparkan bahwa apa yang ia perjuangkan selama beberapa tahun ini membuahkan hasil di masa yang akan datang.

“Harapannya akan tumbuh kesadaran dari teman-teman buruh yang belum bergabung, mulai dari melihat keberhasilan teman-temannya yang sudah berserikat,” tuturnya, sambil tersenyum bangga. “Kita sama-sama satu perjuangan. Tidak ada yang terpisah-pisah antarburuh. Ini semua dari pekerja rumahan untuk pekerja rumahan,” tutupnya, sebelum kembali naik panggung.

Roadshow Federasi Serikat PPR ke Tiga Kepala Desa di Bantul, Yogyakarta

Federasi Serikat Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) melakukan roadshow ke kantor-kantor kepala desa di Bantul pada 31 Mei 2017 yang lalu. Roadshow ini dilakukan ke tiga desa, antara lain Desa Bawuran, Desa Bangunjiwo, dan Desa Segoroyoso.

Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan federasi serikat dan meminta dukungan dari para kepala desa. Roadshow diikuti oleh para pengurus federasi dan anggota yang berjumlah 20 orang.

Para kepala Desa menanggapi roadshow ini dengan dukungan terhadap terbentuknya federasi.

Kepala Desa Bangunjiwo, Bapak Praja, mengatakan “Apabila serikat hendak mengajukan pelatihan dan permohonan bantuan, mohon untuk mengirimkan proposal kegiatannya.” 

Pasca terbentuknya federasi serikat, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan memberikan pelatihan bagi 150 pekerja rumahan.

Dilaporkan oleh: Dian Buana

Pemimpin Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) Yogyakarta dan Jawa Tengah Berkonsolidasi

Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) yang didukung oleh MAMPU, mengadakan kegiatan konsolidasi pemimpin Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) se-DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Jawa Tengah pada 25 Mei 2017 yang lalu. Konsolidasi ini dihadiri oleh 12 orang dari perwakilan PPR DIY dan 12 orang PPR Jawa Tengah.

Dalam kegiatan ini, masing-masing perwakilan PPR saling menceritakan kegiatan terkait pengorganisasian dan kampanye di daerah masing-masing, juga capaian dan tantangan yang dihadapi oleh serikat.

Federasi Serikat Perempuan Pekerja Rumahan Kabupaten Bantul, DIY telah mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten dan Lurah di 5 desa untuk pembentukan federasi di tingkat Kabupaten. SPPR Ngudi Makmur sudah terdaftar di Disnakertrans Bantul serta mengikuti pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dari Disnakertrans DIY.

Adapun HBW Mandiri Ungaran, Jawa Tengah telah melakukan audiensi ke DPRD dan Bupati Semarang bersama jaringan dalam rangka May Day, serta melakukan advokasi kasus Bu Giyati sampai tahap proses mengajukan gugatan ke pengadilan.

Selain itu, peserta diminta untuk berpasangan dan saling menceritakan pekerjaan yang dilakukan. Dengan begitu, selain saling mengenal, para peserta dapat mengetahui kondisi dan pekerjaan peserta lainnya.

Salah satu peserta menceritakan pengalamannya. Wahyu Widiastuti (SPPR Kreatif Bunda Wonolelo) mengatakan, “Nasib teman saya, Bu Basiroh sama dengan saya, yang merupakan tulang punggung keluarga. Kita merasa hebat dan bisa bertahan di kondisi apapun. Kita menopang keluarga. Untuk upah, kondisi saya lebih baik. Dulunya Bu Basiroh menjahit sarung baseball yang dihargai Rp 750. Saat ini Bu Basiroh menumpuk kain perca untuk alas panas, setiap 1 kilo kain dihargai Rp 800”.

Sebagai rencana tindak lanjut dari kegiatan ini, PPR DIY bersama PPR Jawa Tengah melakukan konsolidasi untuk saling memajukan PPR satu sama lain, serta membentuk group komunikasi bersama untuk mempermudah dan mempercepat pembagian informasi terkait capaian serta tantangan yang dihadapi.

Dilaporkan oleh: Dian Buana

Peresmian Serikat PPR “Karya Bunda” di Desa Leyangan, Kab. Semarang

Pada 24 Mei 2017, Serikat Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) “Karya Bunda” di Desa Leyangan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah resmi dibentuk.

Peresmian ini dilakukan oleh Agus Susianto selaku Kepala Desa Leyangan.

Selain pembentukan dan peresmian nama serikat, dalam kegiatan ini dilakukan pula pengesahan anggota, program kerja serikat, dan pengurus serikat.

Ida Fitriany terpilih menjadi ketua Serikat Perempuan Pekerja Rumahan Karya Bunda untuk periode 2017-2020.

Dilaporkan oleh: Diana Buana

Quickbook Training untuk Para Mitra MAMPU di Surabaya

Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan para mitra dalam membuat laporan keuangan, MAMPU mengadakan quicbook training di Surabaya pada 16 – 18 Mei 2017.

Pelatihan ini diikuti oleh 18 orang perwakilan dari 10 mitra, seperti: Forum Pengada Layanan (FPL), TURC, Yasanti, MWPRI, Bitra, Swara Parangpuan, SAPA Institute, KJHAM, LBH APIK Aceh, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) dan Walang Perempuan.

Perempuan Pekerja Rumahan di Bantul Bentuk Federasi Serikat Pekerja

Perempuan Pekerja Rumahan Kabupaten Bantul, Yogyakarta mendeklarasikan pembentukan federasi serikat pekerja pada 15 Mei 2017. Deklarasi ini dilaksanakan di Pendopo Parasamya Kantor Bupati Bantul.

Adanya berbagai persoalan yang dihadapi perempuan pekerja rumahan, seperti upah yang rendah, tidak adanya jaminan kesehatan dan jaminan kerja, menjadikan kondisi perempuan pekerja rumahan sangat dirugikan.

Untuk itu, dengan pembentukan federasi serikat pekerja ini, posisi tawar pekerja rumahan menjadi lebih kuat karena dijamin oleh undang-undang. Perempuan pekerja rumahan diharapkan dapat mengakses program ketenagakerjaan paling tidak tingkat kabupaten dan mendapat keberpihakan pemerintah

Berdasarkan data sementara dari Yasanti, jumlah perempuan pekerja rumahan di Kabupaten Bantul ada sekitar 900 orang dari total 1.250 pekerja rumahan yang ada di Yogyakarta. Selain itu, saat ini di Bantul sudah terdapat lima serikat perempuan pekerja rumahan yang telah terdaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul. Oleh karenanya, Yasanti menindaklanjuti dengan Deklarasi Pembentukan Federasi Serikat Perrempuan Pekerja Rumahan Kabupaten Bantul.

Yayasan Yasanti (Yayasan Anisa Swasti), yang didukung oleh Program MAMPU, mengumpulkan sebanyak 125 perempuan pekerja rumahan dari lima Desa yaitu dari Desa Bangunjiwo, Bawuran, Wonolelo, Wukirsari dan Segoroyoso untuk mewakili perempuan pekerja rumahan se-Kabupaten Bantul dalam deklarasi ini.

Dalam deklarasi ini, turut hadir wakil Bupati Bantul H. Abdul Halim Mislih, Lurah Desa Wonolelo Dra. Pujiastuti Sugiyanto dan Lurah Desa Bangunjiwo Drs. Praja, yang memberikan dukungannya terhadap perempuan pekerja rumahan di Kabupaten Bantul agar dapat meningkatkan kesejahteraannya.

MAMPU Gelar Lokakarya Hasil Temuan Penelitian tentang Aksi Kolektif Perempuan

Program MAMPU bekerja sama dengan lembaga riset Migunani mengadakan Workshop Hasil Temuan Penelitian Aksi Kolektif Perempuan (AKP) di Hotel The Alana, Sleman, Yogyakarta, pada Selasa (21/2). Acara ini bertujuan untuk menjamin mutu penelitian tentang peran 8 mitra MAMPU terpilih; ‘Aisyiyah, Konsorsium Perempuan Sumatra MAMPU (PERMAMPU), Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan), Migrant CARE, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Institut KAPAL Perempuan dan mitra pekerja rumahan dalam membangun Aksi Kolektif Perempuan (AKP).

Diharapkan melalui workshop tersebut lembaga mitra MAMPU dapat mendiskusikan hasil studi dan memberikan umpan balik untuk perbaikan di masa mendatang.

Acara ini diisi dengan presentasi dari tim Program MAMPU dan Migunani tentang hasil penelitian dan draft laporan di depan mitra terpilih. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengorganisasian adalah elemen yang sangat penting dan efektif untuk membuka akses perempuan ke layanan publik. Sebagai bentuk rekomendasi dihasilkan langkah-langkah yang harus diambil untuk membuka akses perempuan ke layanan tersebut, yaitu; membangun kepercayaan diri, menguatkan kepemimpinan dan membuka akses terhadap program pemberdayaan dan pengorganisasian perempuan akar rumput. Ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk keberlanjutan capaian dari AKP.

Perbaikan Kondisi Kerja: Sebuah Cerita dari Pekerja rumahan di Yogyakarta

Siti (58) tinggal di sebuah desa di kota Yogyakarta dengan dua anaknya yang sudah dewasa, seorang menantu dan dua cucu di sebuah rumah yang dimilikinya setelah suaminya meninggal dunia pada tahun 2002. Setelah tamat sekolah menengah atas pada pertengahan tahun 70-an, ia mulai mengerjakan beberapa pekerjaan yang berbeda.  Ketika ia bertemu dengan suaminya pada akhir tahun 70-an, ia telah menjalani pekerjaan paruh waktu dan penuh waktu, pekerjaan formal dan informal, sebagian besar di bidang garmen.

Ia tetap bekerja penuh waktu di sebuah rumah mode setelah menikah, tetapi ketika anak bungsunya tumbuh menjadi remaja, pada sekitar tahun 1998, ia merasa bahwa ia perlu menyediakan lebih banyak waktu dan perhatian kepada keluarganya.   Ia kemudian meninggalkan pekerjaan penuh waktunya dan mengerjakan pekerjaanya di rumah, membuat lubang kancing pakaian dan menjahit kancingnya.

Sebagai langkah pertama, Siti meminjam uang dari koperasi setempat untuk membeli mesin jahit sendiri dan bahan-bahan yang diperlukan.  Ia kemudian menghubungi perantara yang dikenalnya dari sesama pekerja rumahan dan dari tempat kerjanya yang terakhir.

Sampai sekarang, Siti telah bekerja sebagai pembuat lubang kancing dan menjahit kancing selama 16 tahun.  Secara umum ia menikmati hidupnya – menghabiskan waktu dengan keluarga dan bekerja dari rumah – tetapi ia tidak sepenuhnya puas dengan pekerjaannya. Ia menerima upah Rp 200 (AUD 1sen) untuk setiap lubang kancing dan Rp 450 (AUD 4sen) untuk setiap lubang kancing & untuk setiap kancing yang dijahitnya. Ia dapat mengantungi penghasilan sebesar Rp 1.000.000 (AUD $100) per bulan, yang harus disisihkannya untuk membeli bahan keperluan menjahit dan membayar listrik serta untuk pemeliharaan mesin jahitnya.  Anak dan menantunya melakukan pekerjaan yang berbeda, tetapi sama-sama di sektor informal dan bersifat paruh waktu.

Gabungan penghasilan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.  Mereka tidak mampu menjangkau program perlindungan sosial seperti Jamkesmas dan BPJS, tetap mereka tidak termasuk dalam kategori “miskin” menurut pemerintah, yang dalam kondisi sebaliknya akan memberikan perlindungan tersebut secara cuma-cuma.

Pada tahun 2008, Siti bergabung dengan kelompok pekerja rumahan yang diorganisir oleh Yasanti, sebuah LSM lokal yang beroperasi di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah salah satu mitra MAMPU.

“Saya senang mempelajari topik-topik baru melalui grup ini, seperti masalah gender, hak asasi manusia dan kualitas kerja,” katanya. Ia telah memanfaatkan pengetahuannya, misalnya untuk meningkatkan kualitas produknya.

“Sebelumnya, saya mengukur jarak antara dua lubang kancing dengan menggunakan jari saya atau hanya berdasarkan perkiraan. Setelah saya belajar tentang kualitas kerja, saya memahami bahwa saya harus menawarkan produk-produk yang berkualitas tinggi. Sejak saat itu, saya membeli meteran kain dan pensil; dan jarak antara dua lubang kancing sekarang sudah sama.”

Siti menceritakan bahwa tidak pernah sekalipun  perantaranya menawarkan kenaikan upah.

Selama 16 tahun melakukan pekerjaan yang sama, upah membuat lubang kancing dan menjahit kancing yang diterimanya lambat laun naik dari Rp 150 (AUD 1sen) menjadi Rp 450 (AUD 4sen).  Kenaikan ini diberikan karena permintaannya.

Ia menekankan bahwa ia selalu mendukung permintaan kenaikan upahnya dengan fakta kenaikan harga bahan atau tarif listrik. Siti mempelajari hal ini sendiri, jauh sebelum ia bergabung dengan kelompok Yasanti.  Sekarang, dengan senang ia menceritakan pendekatan yang diterapkannya kepada para anggota kelompok lainnya.

“Saya senang karena kita semua dapat saling berbagi pelanggan dan mendukung satu sama lain dalam kelompok ini.  Dengan cara demikian, semoga kita semua dapat menciptakan kondisi kerja yang lebih baik.”  

– Siti adalah seorang pekerja rumahan yang telah bekerja selama 16 tahun.