Kongres III SPR-Sejahtera Dorong Pengesahan Ranperda Ketenagakerjaan Sumatra Utara

Serikat Pekerja Rumahan Sejahtera (SPR-Sejahtera) yang kini telah berdiri selama empat tahun mengadakan Kongres III pada 24 Januari 2019 di Medan, Sumatra Utara. Acara ini bertujuan untuk menetapkan program strategis SPR-Sejahtera, memilih dewan pimpinan daerah periode 2019-2022, dan secara khusus membahas perkembangan Rancangan Peraturan Daerah Ketenagakerjaan Sumatra Utara.

 

Selain dihadiri oleh ratusan perempuan pekerja rumahan dari Deli Serdang, Binjai, dan Medan, Kongres SPR-Sejahtera juga dihadiri oleh perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra, perwakilan Dinas Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, perwakilan Program MAMPU, Yayasan BITRA Indonesia, serta Pimpinan Serikat Pekerja/Buruh yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pekerja Rumahan.

Juliani, Ketua SPR-Sejahtera, menyampaikan, “Pekerja rumahan merupakan bagian dari warga negara yang berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi Indonesia. SPR-Sejahtera akan terus memperjuangkan hak-hak pekerja rumahan dan negara juga harus hadir untuk melindungi pekerja rumahan.”

 

Perjuangan pekerja rumahan untuk mendapat pengakuan hukum dan perlindungan terus digaungkan. Saat ini, Ranperda Ketenagakerjaan yang mengandung aturan perlindungan pekerja rumahan telah menjadi Ranperda Inisiatif 2019. Anggota Komisi E DPRD Sumatra Utara Danil Siregar yang turut menghadiri Kongres III SPR-Sejahtera berjanji akan terus memperjuangkan Ranperda Ketenagakerjaan agar segera disahkan.

 

Pengurus SPR-Sejahtera terpilih untuk periode 2019-2022 adalah: Juliani (Ketua), Susiani (Wakil Ketua), Mislam (Sekretaris), Lisna Nasution (Wakil Sekretaris), Samsiah Harahap (Bendahara).

 

SPR-Sejahtera berdiri pada 2015 di Medan, berawal dari keinginan 10 kelompok  perempuan pekerja rumahan di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan yang mengalami dan melihat kondisi pekerja rumahan yang buruk dan perlu perjuangan bersama-sama untuk memperbaiki kondisi pekerja rumahan tersebut. Kini, SPR-Sejahtera telah beranggotakan sekitar 1.200 pekerja rumahan.

 

Erika Rosmawati, Koordinator Program Yayasan BITRA, menuturkan, “Kami menaruh harapan pada pengurus terpilih agar dapat terus memperjuangkan hak-hak perempuan pekerja rumahan dan khususnya mengawal pengesahan Ranperda Ketenagakerjaan Sumatera Utara.”

 

Sementara Diana Johannis, Koordinator Tema Perbaikan Kondisi Kerja Program MAMPU, berharap seiring bertambahnya pengalaman, kapasitas SPR Sejahtera akan semakin meningkat dalam berjejaring, memperluas kepemimpinan perempuan, serta memberi pengaruh dan dampak bagi pekerja rumahan, serikat, dan pembangunan daerah.

Derap Kepemimpinan Sang Penggunting Bawang

Hidup Lisna Nasution, seorang penggunting bawang di Medan, perlahan berubah setelah bergabung dalam jaringan pekerja rumahan.

Pada 2015, Lisna bersama rekan-rekan pekerja rumahan di Sumatra Utara membentuk Serikat Pekerja Rumahan (SPR) Sejahtera. Selain didaulat menjadi Sekretaris DPD SPR Sejahtera Sumatra Utara, ia juga diminta menjadi fasilitator dalam pertemuan rutin kelompok pekerja rumahan dan melakukan kaderisasi.

Pada Mei 2018, kiprah Lisna bersama SPR Sejahtera meluas ke tingkat nasional. Ketika itu serikat pekerja rumahan dari tujuh provinsi yaitu Sumatra Utara, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta bertemu di Medan membentuk Jaringan Pekerja Rumahan Indonesia (JPRI). Berhasil meraih suara terbanyak, Lisna pun terpilih sebagai ketuanya.

Perjalanan Lisna dari penggunting bawang menjadi Ketua JPRI berawal pada 2014. Diana Silalahi, fasilitator lapangan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia, mitra MAMPU untuk tema perbaikan kondisi kerja, mengajak Lisna membentuk kelompok pekerja rumahan di wilayah tempat tinggalnya. Meski sempat ditolak, Diana tak patah arang.

“Awalnya saya meminta Diana mengajak tetangga saya yang juga penggunting bawang. Akhirnya, saya dan tetangga saya sama-sama ikut,” kenang Lisna, tertawa.

Sementara itu, Diana punya alasan tersendiri untuk bersikukuh mengajak Lisna berorganisasi dalam kelompok pekerja rumahan. Ia yakin, Lisna memiliki potensi sebagai calon pengurus serikat pekerja rumahan.

“Saya melihat Lisna orang yang mengenal hampir semua warga di lingkungan rumahnya. Ia juga orangnya polos dan bertanggung jawab. Kalau diminta melakukan sebuah tugas, pasti dijalankan dengan baik,” jelas Diana.

Dari berbagai kegiatan yang diikutinya dalam kelompok pekerja rumahan, yang paling berkesan di hati Lisna adalah pelatihan hukum dan hak asasi manusia, terutama yang terkait pekerja rumahan.

“Ternyata sebagai manusia, kami pekerja rumahan juga punya hak asasi. Seperti soal upah. Kalau dulu mikirnya, ‘Terima nasib sajalah, yang penting gajian setiap bulan,’” kenang Lisna. Berbekal pengetahuan baru ini, Lisna bisa mendapatkan kenaikan upah menggunting bawang. Kini, ia diupah Rp150 per kg, naik Rp50 dari upah tahun pertama.

 

Ikut Merancang Strategi Advokasi

Keterlibatan Lisna dalam merancang strategi advokasi untuk pekerja rumahan melalui proses yang panjang. Mulanya, ia mengikuti pelatihan ROCCIPI (Rules, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, and Ideology), sebuah metode untuk melakukan identifikasi masalah dalam perancangan perundang-undangan. Dari 30 peserta pelatihan, enam orang termasuk Lisna didapuk sebagai perwakilan pekerja rumahan dalam tim perumus rancangan peraturan daerah (Raperda) mengenai pekerja rumahan pada 2016.

Bersama rekan-rekannya sesama pekerja rumahan, Lisna mengidentifikasi berbagai permasalahan yang mereka hadapi dalam bekerja. Selain upah yang tidak layak, pekerja rumahan juga harus menyediakan alat kerja sendiri. Bahkan ada pekerjaan yang alat kerjanya membutuhkan biaya besar, seperti pembuatan kursi balita yang mengharuskan mereka memiliki mesin jahit sendiri. Hal ini tentu sangat memberatkan para calon pekerja rumahan. Mereka juga tidak memperoleh jaminan kesehatan dari pemberi kerja, padahal pekerjaan mereka pun ada yang berisiko tinggi.

“Misalnya, penganyam panggangan dari kawat. Ada teman saya yang tangannya terluka karena tertusuk kawat saat bekerja,” kata Lisna.

Nasib Lisna pun tak jauh berbeda. Demi mengejar target setoran ke agen, ia tak jarang harus begadang semalaman. Kulit di jemari kanannya mengeras akibat terus-menerus menggunting bawang. Para pekerja pun harus mengolah limbah bawang sendiri. Meminta petugas sampah mengangkut limbah bawang butuh biaya, sehingga para penggunting bawang terpaksa membakar limbah di halaman rumah masing-masing, sehingga asapnya mengganggu tetangga.

“Bila ada peraturannya, akan ada jaminan bagi perlindungan dan kesejahteraan pekerja rumahan,” tegas Lisna, yang bekerja dalam tim perumus bersama perwakilan dari berbagai pihak, seperti organisasi masyarakat sipil, serikat buruh, akademisi, Dinas Ketenagakerjaan, dan lembaga bantuan hukum.

Kini, sebagai ketua JPRI, ia memiliki tanggung jawab lebih besar.  Lisna mengenang betapa kagetnya dia saat mendapatkan amanah sebagai ketua.

“Tapi, karena teman-teman menyemangati dan janji untuk mendukung, saya optimis. Yang penting ikhlas hati, agar nanti gampang menjalaninya,” pungkas Lisna sambil tersenyum. (*)

Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia (BITRA)

Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia (BITRA)

Didirikan pada 1986, BITRA bekerja untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat di pedesaan melalui advokasi kebijakan, aliansi strategis, pendidikan dan pelatihan. Didukung Program MAMPU, BITRA bekerja 30 desa/kelurahan di 4 kabupaten di Sumatra Utara.

 

Program yang dilakukan sebagai Mitra MAMPU:

  • Mengorganisir lebih dari 1.700 perempuan miskin untuk membentuk ‘Serikat Pekerja Rumahan’ di wilayah kerja mereka sejak 2014.
  • Mengembangkan kapasitas pekerja rumahan melalui diskusi rutin, pelatihan, peningkatan kesadaran, Sekolah Peningkatan Kapasitas, dan pembentukan serikat pekerja dan kelompok Credit Union (CU).
  • Mewakili dan mendampingianggotanya dalam diskusi dan negosiasi dengan pengusaha dan perusahaan untuk meningkatkan upah dan kesejahteraan pekerja rumahan.
  • Advokasi kebijakan dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Utara untuk mengembangkan peraturan daerah yang melindungi pekerja rumahan.
  • Advokasi akses Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat (JKN/KIS) sebanyak 1,841 orang pekerja rumahan dan keluarganya.

 

Capaian melalui Program MAMPU:

  • Jaringan pekerja rumahan telah membentuk 28 credit union di Sumatra Utara beranggotakan 500 orang, dengan tujuh kelompok di antaranya telah memulai usaha mikro.
  • Melakukan pengumpulan dan pemetaan data pekerja rumahan di Sumatra Utara (Binjai, Langkat, Deli Serdang, dan Medan).
  • Hasil-hasil kerja telah digunakan oleh mitra Area Tematik 2 untuk menyusun naskah akademik dan rancangan peraturan nasional untuk melindungi pekerja rumahan yang diajukan kepada Menteri Tenaga Kerja pada tahun 2018 (dipimpin oleh TURC).
  • Mengadvokasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perlindungan Pekerja Rumahan. Pada 2018, Ranperda Perlindungan Pekerja Rumahan berganti nama menjadi Ranperda Ketenagakerjaan dan masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2018.
  • Pada 2018, mengadvokasi kenaikan upah untuk 150 pekerja rumahan di Sumatra Utara dan tunjangan untuk menutupi biaya produksi dan listrik.

Meningkatkan Kondisi Pekerjaan dan Menghapuskan Diskriminasi di Tempat Kerja

Mengapa isu ini penting

Dibandingkan laki-laki, perempuan memiliki akses yang lebih terbatas terhadap pekerjaan formal 55% perempuan dibandingkan 83% laki-laki (UNDP, 2015). Banyak perempuan miskin di daerah terpencil dengan pendidikan rendah, bekerja di sektor informal, termasuk para pekerja rumahan. UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tidak secara spesifik menjabarkan tentang pekerja rumahan dan Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO No.177 tentang Pekerja Rumahan. Tanpa adanya hukum, pekerja rumahan dipekerjakan tanpa kontrak formal, membuat mereka rentan eksploitasi.

Pendekatan kami

Dukungan MAMPU terhadap pekerja rumahan berkontribusi pada target pembangunan jangka menengah pemerintah (RPJM 2015-2019), yaitu meningkatkan partisipasi tenaga kerja dan kesetaraan gender dalam peraturan dan hukum untuk melindungi perempuan lebih baik.

Menyediakan kondisi kerja yang baik bagi pekerja rumahan membantu mencapai Gol ke-8 dari SDG yaitu kondisi kerja yang layak dan pembangunan ekonomi.

MAMPU tema 2 berusaha untuk memperbaiki kondisi kerja dan menhilangkan diskriminasi di tempat kerja. Mendukung kegiatan empat mitra yaitu TURC, BITRA Indonesia, dan Yasanti untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pekerja rumahan, mengumpulkan data pekerja rumahan, advokasi peraturan dan kebijakan untuk perlindungan pekerja rumahan di tingkat nasional dan sub-nasional.

Mitra memberikan pelatihan kesadaran isu gender, organisasi, negosiasi, asuransi, organisasi buruh dan usaha kecil. Mereka juga melakukan advokasi untuk peningkatan gaji serta asuransi kesehatan. Kini ada 140 kelompok pekerja rumahan yang mendukung 3000 perempuan untuk meningkatkan kesadaran dan mendapatkan akses hak pekerja di 158 desa di 23 kabupaten dan 7 provinsi.

Capaian Area Tematik ini:

Didukung SPR Sejahtera, Pekerja Rumahan Kini Hidup Lebih Layak

Saya Nurhayati, seorang pekerja rumahan yang sehari-hari menganyam kawat untuk alat panggang di Tanjung Morawa, Sumatra Utara. Dulunya, saya tinggal di daerah Tapanuli Selatan, tetapi karena kehidupan ekonomi yang kurang mencukupi di sana, saya dan suami memutuskan untuk merantau ke Tanjung Morawa pada 2014.

Sejak itu pula, suami saya bekerja sebagai buruh pabrik. Saya ikut membantu mencari penghasilan tambahan sebagai penganyam kawat di sebuah bisnis rumahan. Sebagai pekerja rumahan, saya hanya menerima upah atas setiap produk yang saya kerjakan. Namun demikian, waktu pengerjaan anyaman kawat tersebut sungguh menyita waktu, sehingga upah yang saya terima setiap hari tidaklah besar. Saya merasa sistem pembagian upah ini merugikan pekerja rumahan.

Berusaha untuk memperbaiki keadaan pekerja rumahan ini, saya mencari bantuan ke beberapa pihak. Beberapa kawan yang mengetahui kondisi saya menyarankan untuk bergabung di Serikat Pekerja Rumahan (SPR) Sejahtera, salah satu kelompok dampingan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia (BITRA) dan Program MAMPU. Setelah bergabung dengan SPR Sejahtera, saya mengikuti berbagai kegiatan kelompok seperti pendampingan untuk pekerja rumahan, pendidikan musyawarah bagi kelompok masyarakat dan pengorganisasian. Saya berharap dapat meningkatkan potensi diri melalui berbagai kegiatan tersebut.

Sebelum bertemu SPR Sejahtera dan BITRA, saya takut untuk bicara  di depan publik dan selalu gugup ketika menghadiri pertemuan-pertemuan di desa. Saya juga tidak mengerti hak-hak pekerja rumahan. Bahkan di rumah pun saya tidak berani mengkomunikasikan perasaan pada suami terkait pembagian pekerjaan rumah yang saya rasa tidak adil.

Tapi semua itu telah berubah semenjak mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh kedua kelompok tersebut. Saya merasa ada perubahan positif pada diri saya dan suami. Saya menemukan keberanian untuk bernegosiasi dengan atasan mengenai upah yang diberikan. Berkat hal tersebut, saya kini mendapat upah yang lebih layak.

Selain itu, saya mampu untuk mengkomunikasikan perasaan pada suami, terutama dalam hal pembagian pekerjaan rumah. Kini, ia memahami perasaan saya dan mau membantu pekerjaan di rumah. Saya merasa bahagia karena pembagian peran yang dijalankan dengan baik di dalam keluarga kami ini menimbulkan rasa saling menghormati. Kami sekarang hidup layak dan harmonis.

Saya berterima kasih pada SPR Sejahtera dan BITRA, berkat bantuan mereka kini kami memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Maju terus SPR Sejahtera! Maju terus BITRA!

Ditulis oleh: Nurhayati (SPR Sejahtera)

Audiensi BITRA dan Aliansi Peduli Pekerja Rumahan ke DPRD Sumut

Sebagai bagian bentuk advokasi, BITRA bersama aliansi peduli Pekerja Rumahan melakukan audiensi ke DPRD Sumatera Utara pada 02 Mei 2017 lalu.

Dalam kesempatan tersebut, Wahyudi, Direktur BITRA menyampaikan isu terkait pekerja rumahan.

Sebagai tanggapan, DPRD Sumatera Utara Komisi E menyampaikan adanya usulan rancangan peraturan daerah (Ranperda). Selain itu, Dinas Tenaga Kerja Sumatera Utara menyatakan urgensi penetapan Ranperda Pekerja Rumahan.

Akademisi dari Universitas Sumatera Utara, Agus Midah menegaskan bahwa payung hukum ranperda perlindungan pekerja rumahan cukup jelas.

Quickbook Training untuk Para Mitra MAMPU di Surabaya

Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan para mitra dalam membuat laporan keuangan, MAMPU mengadakan quicbook training di Surabaya pada 16 – 18 Mei 2017.

Pelatihan ini diikuti oleh 18 orang perwakilan dari 10 mitra, seperti: Forum Pengada Layanan (FPL), TURC, Yasanti, MWPRI, Bitra, Swara Parangpuan, SAPA Institute, KJHAM, LBH APIK Aceh, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) dan Walang Perempuan.

Pekerja Rumahan Berdaya lewat Koperasi Simpan Pinjam

Memfi Dianti atau Yanti adalah seorang penjahit dompet asal Desa Paya Bakung, Deli Serdang. Keterampilan menjahit didapatnya dari berlatih bersama tetangganya selama 3 bulan dengan membayar Rp. 300.000,-. Setelah mahir, ia mulai dipercaya untuk mengerjakan pesanan jahitan dari produsen dompet di Deli Serdang.

Saat ini, ia sudah 8 tahun bekerja sebagai penjahit dompet. Upah yang didapatnya sekitar Rp. 30.000,- hingga Rp. 50.000 ,- dengan waktu kerja 9 jam per harinya. Dengan upah tersebut, ia mampu menyekolahkan ketiga anaknya. Ia sangat bersyukur karena mendapat uang tambahan dari menjahit dompet, mengingat pendapatan suaminya sebagai kuli bangunan tidaklah menentu.

“Saya cukup beruntung, meskipun gaji saya tidaklah besar, tapi cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” ucapnya.

Ia bercerita bahwa kesejahteraannya ini tidak akan didapatkan tanpa bantuan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia (BITRA), salah satu mitra MAMPU. Sekitar 2 tahun lalu, seorang perwakilan BITRA mengunjungi desanya dan berdiskusi mengenai isu-isu yang dihadapi oleh pekerja rumahan. Dengan dampingan BITRA, ia dan para pekerja rumahan membentuk Serikat Pekerja Rumahan (SPR) Sejahtera. Anggota SPR Sejahtera kerap mengikuti berbagai pelatihan dan diskusi mengenai isu-isu ketenagakerjaan. Yanti sendiri sekarang menjabat sebagai pengurus Serikat Pekerja Rumahan Sejahtera (SPR Sejahtera) di Deli Serdang.

“Kami berharap, pekerja rumahan di wilayah kami betul-betul mendapatkan kesejahteraan melalui SPR Sejahtera,” harapnya.

Selain memberikan wadah untuk berdiskusi dan mencari solusi dari permasalahan pekerja rumahan di wilayahnya, SPR Sejahtera juga memberikan pengaruh positif bagi pribadinya. Begabung dengan SPR Sejahtera telah menambah pengetahuan dan meningkatkan kepercayaan dirinya. Sebelumnya, ia tidak memiliki kepercayaan diri karena pendidikannya yang tidak tinggi. Setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia bekerja sebagai buruh pabrik seperti anak-anak lain di desanya.

Kurangnya kesadaran warga Desa Paya Bakung tentang pendidikan inilah yang menyebabkan anak-anak di desa tersebut banyak yang putus sekolah dan memilih untuk mencari pekerjaan sebagai kuli bangunan dan buruh pabrik. Hal ini menyebabkan kehidupan di desa tersebut tidak meningkat. Perekonomian masyarakat disana hanya berada di skala menegah ke bawah. Tidak terkecuali dengan pekerja rumahan. Kondisi perekonomian mereka yang kurang layak membuat para pekerja rumahan sering meminta bantuan pada rentenir. Padahal, bunga yang diberikan oleh para rentenir ini sangat tinggi, sebesar 20% dari jumlah pinjaman yang diajukan.

Menyadari kondisi yang cukup memprihatinkan ini, SPR Sejahtera membentuk Koperasi Simpan Pinjam Paya Bakung pada Januari 2016. Koperasi ini sudah beranggotakan 11 orang. Besaran simpanan pokoknya adalah Rp 30.000,- dan simpanan wajibnya sebesar Rp 10.000,-. Kini jumlah saldo yang dapat digunakan untuk pinjaman para anggotanya adalah sebesar Rp. 1000.000,-. Bunga pinjaman yang diberikan pun tidak besar, hanya sebesar 2%.

Kini, para anggotanya dapat meminjam uang untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan membiayai pendidikan anak mereka dengan bunga rendah. Mereka tidak harus berhadapan lagi dengan rentenir. Selain membantu perekonomian warga, koperasi ini juga membawa pengaruh positif bagi para anggotanya.

“Kehadiran Koperasi Simpan Pinjam Paya Bakung ini semakin mempererat hubungan di antara para pekerja rumahan di desa kami,” ujar Yanti.

Para pekerja rumahan di wilayahnya kini aktif berorganisasi. Mereka sangat antusias mengikuti setiap pertemuan bulanan yang diadakan SPR Sejahtera dan Koperasi Simpan Pinjam Paya Bakung.

“Kami berharap Koperasi Simpan Pinjam ini dapat berjalan lancar dan bermanfaat bagi anggotanya. Selain itu, SPR Sejahtera juga tetap konsisten untuk memperjuangkan hak-hak pekerja rumahan di wilayah kami,” ujarnya penuh harap.

 

* Penyempurnaan dari cerita Most Significant Changes yang ditulis oleh Dewi Bernike Tampubolon 

Kisah Serikat Pekerja Rumahan (SPR) Rekrut 11 Peraut Lidi dalam Sebulan

Serikat Pekerja Rumahan (SPR) mengadakan pelatihan pengorganisasian masyarakat yang dilaksanakan pada tanggal 21-23 September 2016 di Hotel Grand Antares Medan. Peserta pelatihan ini adalah para pengurus inti SPR di Dewan Pengurus Daerah (DPD), Dewan Pengurus Cabang (DPC) Medan, DPC Deli Serdang, dan beberapa dari pengurus kelompok. Total peserta yang datang adalah sebanyak 30 orang.

Sebagai rencana tindak lanjut pelatihan ini, kami peserta yang disebut “Tim 30” mempunyai komitmen bersama untuk melakukan pengorganisasian di masing-masing daerah. Kesepakatan yang dibangun dalam pelatihan ini adalah setiap peserta harus dapat mengajak 11 orang pekerja rumahan untuk masuk menjadi anggota Sebelas Pekerja Rumahan (SPR) Sejahtera.

Saya, Karlina, diamanahkan sebagai wakil ketua SPR DPC Kota Medan. Saya merasa bertanggung jawab penuh dalam tugas ini. Oleh karenanya, pada akhir bulan September 2016 saya mulai berkeliling keluar masuk kampung untuk mengajak pekerja rumahan yang ada di sekitar Kecamatan Medan Marelan.

Bulan Oktober saya bertemu dengan seorang pekerja rumahan bernama Bu Evi yang tinggal di Siobak Lingkungan, Marelan. Ketika saya berbincang-bincang dengan beliau, mulanya Bu Evi mengira saya seorang Pengusaha atau Agen yang akan memberikan mereka pekerjaan baru.

Bu Evi pun memanggil penduduk kampung untuk datang. Dalam hitungan 10 menit, 20 orang pekerja rumahan. Mayoritas perempuan yang ada di Lingkungan VII Penghulu Lama ini adalah pekerja rumahan peraut lidi selama hampir satu tahun. Setelah menjelaskan kepada mereka tentang organisasi SPR, saya kemudian mengajak mereka untuk dapat bergabung ke SPR.

Saya sangat senang sekali bertemu Bu Evi dan teman-temannya sesama pekerja rumahan peraut lidi. Saya juga meminta kepada mereka agar mau membentuk kelompok pekerja rumahan peserta peraut lidi dalam waktu dekat.

Pada tanggal 13 Oktober 2016, saya berserta Fasilitator lapangan untuk wilayah Medan melakukan diskusi dengan mengundang ibu-ibu pekerja rumahan untuk berdiskusi seputar pekerja rumahan dan SPR. Dalam diskusi tersebut, saya sangat terkejut mendengar bahwa informasi kedatangan saya ke sana langsung tersebar ke lingkungan lain, di mana para ibunya juga pekerja rumahan peraut lidi. Di diskusi tersebut, mereka juga meminta untuk segera dibentuk kelompok peraut lidi.

Tanggal 28 November 2016 para pekerja rumahan peraut lidi mengadakan Konferta (Konferensi Tingkat Anggota). Saya bangga dengan terbentuknya kelompok pekerja rumahan ini, karena target untuk mengajak 11 Orang pekerja rumahan per bulan yang menjadi komitmen kami, sudah saya lakukan pada bulan November 2016. Setelah itu, saya pun menjajaki beberapa pekerja rumahan di beberapa tempat dan beberapa sektor untuk membetuk kelompok pekerja rumahan lainnya.

Ditulis oleh: KarlinaÂ