Nawala MAMPU Kita Edisi 9 (Mei-Juni 2019)

Nawala MAMPU Kita terbit setiap dua bulan sekali, menyampaikan kabar capaian serta kegiatan Program MAMPU bersama kedua pemerintah dan mitra organisasi masyarakat sipil (OMS).

Program MAMPU adalah program inisiatif bersama antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia. Program ini mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan membangun kepemimpinan dan pemberdayaan perempuan, sehingga akses perempuan terhadap pelayanan dasar dan program pemerintah meningkat.

Edisi MAMPU Kita kali ini mengulas partisipasi Program MAMPU dan mitranya dalam konferensi Women Deliver 2019, sejumlah kegiatan mitra yang juga menjadi ajang pernyataan sikap seputar isu perempuan pekerja dan perlindungan perempuan dari kekerasan, serta upaya peningkatan kapasitas mitra MAMPU lewat pelatihan tentang disabilitas serta bisnis sosial.

Nawala dapat diakses melalui tautan berikut

Bahasa Indonesia | Bahasa Inggris

Festival Perempuan Pekerja Rumahan Kembali Digelar, Perlindungan Hukum Jadi Tuntutan Utama

Trade Union Rights Centre (TURC) didukung Program MAMPU kembali menggelar Festival Perempuan Pekerja Rumahan (FPPR) pada 14-15 Desember 2018 di Kerta Niaga, Kawasan Kota Tua, Jakarta. FPPR 2018 diselenggarakan untuk mensosialisasikan keberadaan pekerja rumahan yang tersembunyi dari rantai pasok industri, serta mendorong keterlibatan masyarakat, akademisi, pemerintah, dan media terkait perlindungan pekerja rumahan.

Ani Marissa, perwakilan pekerja rumahan dari Solo, Jawa Tengah, menyampaikan harapannya agar pekerja rumahan diakui undang-undang sehingga bisa mendapatkan jaminan sosial seperti tenaga kerja lainnya.

“Regulasi khusus mengenai pekerja rumahan mutlak dibutuhkan untuk memberikan pengakuan akan statusnya dan perlindungan sebagai pekerja. Hal ini sekaligus menunjukkan negara hadir memberikan perlindungan kepada warga negaranya dengan jenis pekerjaan apapun tanpa diskriminasi,” ujar Andriko Otang, Direktur Eksekutif TURC.

Dalam sambutannya, Umar Kasim, Kepala Bagian Penelaahan Hukum dan Konvensi, Biro Hukum Kementerian Ketenagakerjaan RI, mengatakan usulan Rancangan Peraturan Menteri tentang Pekerja Rumahan sudah disampaikan kepada Kementerian. Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan menuangkannya dalam pasal-pasal yang konkret agar tidak multitafsir.

Berbagai kegiatan menarik mengisi agenda FPPR 2008, seperti pemutaran film Angka Jadi Suara bersama sutradara Dian Septi Trisnanti, pameran karya pekerja rumahan, berbagi pengetahuan oleh peneliti feminis Ruth Indiah Rahayu dan pendiri majalah Magdalene Devi Asmarani, diskusi bersama ILO dan peneliti pekerja rumahan, diakhiri pertunjukan musik oleh Sister in Danger dan Ridlo Sorak.

FPPR 2018 diharapkan dapat menggalang dukungan lebih besar dari publik dan berbagi pihak terkait. Harapannya melalui kegiatan ini, masyarakat menjadi lebih paham dan mengenal siapa pekerja rumahan dan ikut berkontribusi dalam mendorong perlindungan hukum bagi pekerja rumahan.

Meningkatkan Kondisi Pekerjaan dan Menghapuskan Diskriminasi di Tempat Kerja

Mengapa isu ini penting

Dibandingkan laki-laki, perempuan memiliki akses yang lebih terbatas terhadap pekerjaan formal 55% perempuan dibandingkan 83% laki-laki (UNDP, 2015). Banyak perempuan miskin di daerah terpencil dengan pendidikan rendah, bekerja di sektor informal, termasuk para pekerja rumahan. UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tidak secara spesifik menjabarkan tentang pekerja rumahan dan Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO No.177 tentang Pekerja Rumahan. Tanpa adanya hukum, pekerja rumahan dipekerjakan tanpa kontrak formal, membuat mereka rentan eksploitasi.

Pendekatan kami

Dukungan MAMPU terhadap pekerja rumahan berkontribusi pada target pembangunan jangka menengah pemerintah (RPJM 2015-2019), yaitu meningkatkan partisipasi tenaga kerja dan kesetaraan gender dalam peraturan dan hukum untuk melindungi perempuan lebih baik.

Menyediakan kondisi kerja yang baik bagi pekerja rumahan membantu mencapai Gol ke-8 dari SDG yaitu kondisi kerja yang layak dan pembangunan ekonomi.

MAMPU tema 2 berusaha untuk memperbaiki kondisi kerja dan menhilangkan diskriminasi di tempat kerja. Mendukung kegiatan empat mitra yaitu TURC, BITRA Indonesia, dan Yasanti untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pekerja rumahan, mengumpulkan data pekerja rumahan, advokasi peraturan dan kebijakan untuk perlindungan pekerja rumahan di tingkat nasional dan sub-nasional.

Mitra memberikan pelatihan kesadaran isu gender, organisasi, negosiasi, asuransi, organisasi buruh dan usaha kecil. Mereka juga melakukan advokasi untuk peningkatan gaji serta asuransi kesehatan. Kini ada 140 kelompok pekerja rumahan yang mendukung 3000 perempuan untuk meningkatkan kesadaran dan mendapatkan akses hak pekerja di 158 desa di 23 kabupaten dan 7 provinsi.

Capaian Area Tematik ini:

TURC Menyelenggarakan Women Home Workers Festival 2017

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angkatan kerja bagi pekerja rumahan atau pekerja informal per-Februari 2017 adalah 131,55 juta orang. Dari angka tersebut tercatat laki-laki yang berada di sektor ekonomi informal sebesar 54,94%, sedangkan perempuan yang bekerja di sektor ekonomi formal sebesar 36,52% dan di sektor ekonomi informal sebesar 63,48%. Data dari BPS di atas menunjukkan bahwa tenaga kerja sektor informal didominasi oleh perempuan. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas jam kerja yang menjadi pesona dari sektor informal ini memungkinkan perempuan untuk dapat bekerja menghasilkan upah, namun masih tetap bisa menjalankan peran dan fungsi kulturalnya sebagai ibu rumah tangga. Sayangnya, perempuan pekerja rumahan masih mengalami berbagai persoalan seperti upah pekerjaan yang tidak sesuai dan jaminan perlindungan yang masih minim yang kesemuanya menambah daftar kerentanan perempuan dalam aspek ketenagakerjaan.

Bergerak dari keprihatinan di atas dan sebagai bagian dari program Tematik Area 2 yang berfokus pada peningkatkan kondisi pekerjaan dan penghapusan diskriminasi di tempat kerja, serta meningkatkan akses layanan pekerja rumahan terhadap kondisi kerja layak, MAMPU bekerjasama dengan Trade Union Rights Centre (TURC) sebagai pusat studi dan advokasi isu perburuhan menyelenggarkan Women Home Workers Festival 2017 yang dilangsungkan selama dua hari dari tanggal 22-23 Desember 2017 di Jakarta Creative Hub, Jakarta Pusat.

Women Home Workers Festival 2017 ini adalah wujud kampanye kreatif untuk menyuarakan isu-isu tentang perempuan-perempuan pekerja sektor informal untuk mengenal  lebih dekat mengenai isu-isu perempuan pekerja rumahan serta meningkatkan kesadaran akan fenomena informalisasi pekerjaan dan implikasinya pada perempuan pekerja rumahan. Kegiatan ini melibatkan publik, instansi pemerintah terkait, media dan  organisasi-organisasi masyarakat sipil seperti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Jurnal Perempuan, MWPRI, BITRA dan SINDIKASI, PEKKA, Jaringan Buruh Migran, KIARA. serta serikat pekerja/ serikat buruh. Pada penyelenggaraan tahun ini, organisasi-organisasi peserta memamerkan berbagai produk hasil kerja perempuan pekerja rumahan seperti, bantal, hasil anyaman, kotak pembungkus dan lain-lain. Selain itu festival ini juga menyelenggarakan beberapa diskusi panel yang membahas berbagai topik seperti: tren infromalisasi pekerjaan dan home based worker oleh Ratna Saptari sebagai Penulis Buku Perempuan dan Perubahan Sosial; pemutaran film tentang perempuan pekerja rumahan serta booth informasi berbagi lowongan pekerjaan rumahan.

Salah satu daya tarik dari festival tahun ini adalah ditampilkannya bantal-bantal dan selimut sebagai media instalasi dengan berbagai gambar dan tulisan/cerita menarik seperti: ’Kerja Layak’, ‘Home Worker Festival’, ‘Perempuan Pekerja Rumahan’, dan lain-lain. Ide medium bantal dan selimut ini merupakan hasil kolaborasi antara TURC dan mahasiswa lintas jurusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Bantal dan selimut ini merepresentasikan kondisi para perempuan pekerja rumahan saat ini yang kurang mendapatkan waktu untuk beristirahat.

Evania Putri, Ketua Pelaksana Women Home Workers Festival mengatakan, “Women Home Workers Festival ini dapat menjadi jembatan dan ruang diskusi bersama untuk menemukan solusi perbaikan kondisi kerja bagi para pekerja sektor informal, serta menjadi wujud nyata dalam mendorong perlindungan hukum bagi pekerjaan berbasis rumahan yang banyak didominasi oleh pekerja perempuan.”

Trade Union Rights Centre (TURC)

Trade Union Rights Centre (TURC)

Sejak 2003, Trade Union Rights Centre (TURC) mewakili pekerja dan membangun kapasitas mereka untuk berorganisasi, demi memperjuangkan reformasi peraturan tenaga kerja di tingkat daerah maupun nasional. Didukung oleh Program MAMPU, TURC bekerja di 33 desa/kelurahan di 7 kabupaten/kota di 4 provinsi untuk meningkatkan kondisi kerja, dengan fokus pada pekerja rumahan.

 

Program organisasi sebagai mitra MAMPU:

  • Mengorganisasi hampir 300 pekerja rumahan perempuan di 22 desa di Solo dan Sukoharjo, Jawa Tengah
  • Penelitian tentang kondisi pekerja rumahan sebagai dasar makalah posisi kebijakan
  • Advokasi untuk pekerja rumahan pemasok produk bermerk nasional dan internasional

 

Capaian dalam Program MAMPU:

  • Melakukan pemetaan kondisi pekerja rumahan di 6 kabupaten/kota di 2 provinsi, termasuk pekerja rumahan dengan disabilitas
  • Memimpin pengembangan naskah akademik dan rancangan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Keselamatan Kerja bagi Pekerja Rumahan, yang telah diserahkan pada Kementerian Ketenagakerjaan pada 2018
  • Mendirikan koperasi kelompok pekerja rumahan perempuan di Cirebon
  • Bersama mitra-mitra Area Tematik Perbaikan Kondisi Kerja lainnya, melakukan penelitian tentang kondisi pekerja rumahan di rantai pasok industri garmen, alas kaki, dan rotan. Hasil penelitian dibagikan pada para pemangku kepentingan, akademisi, dan pemberi kerja di Jakarta. Bukti ini juga mendukung advokasi dan konten rancangan undang-undang terkait perlindungan pekerja rumahan
  • Untuk memperkuat advokasi di tingkat nasional, para mitra Area Tematik Perbaikan Kondisi Kerja meresmikan Jaringan Pekerja Rumahan Indonesia (JPRI) sebagai organisasi payung advokasi nasional yang mewakili jaringan perempuan pekerja rumahan (JPPRI) di daerah.

Quickbook Training untuk Para Mitra MAMPU di Surabaya

Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan para mitra dalam membuat laporan keuangan, MAMPU mengadakan quicbook training di Surabaya pada 16 – 18 Mei 2017.

Pelatihan ini diikuti oleh 18 orang perwakilan dari 10 mitra, seperti: Forum Pengada Layanan (FPL), TURC, Yasanti, MWPRI, Bitra, Swara Parangpuan, SAPA Institute, KJHAM, LBH APIK Aceh, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) dan Walang Perempuan.

TURC: Audiensi Pekerja Rumahan dan Serikat Buruh ke Komisi E DPRD & BPJS Kesehatan Jawa Tengah

Pada 16 September 2016, elemen Serikat Buruh dan Pekerja Rumahan dari Semarang, Solo, Sukoharjo, Pekalongan melakukan Audiensi ke Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah dan Kantor BPJS Kesehatan Provinsi Jawa Tengah di Semarang.

Acara yang difasilitasi oleh Trade Union Rights Centre (TURC) ini, mempertemukan perwakilan Perempuan Pekerja Rumahan dan perwakilan serikat buruh untuk berkolaborasi dan memetakan temuan-temuan lapangan terkait pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah berlangsung sejak tahun 2014.

Dalam kesempatan tersebut, para perwakilan menyampaikan hasil temuan masalah di lapangan kepada Komisi E DPRD dan BPJS, terkait dengan kepesertaan, fasilitas kesehatan (dasar dan lanjutan), portabilitas sistem rujukan, ketiadaan akses PBI (Penerima Bantuan Iuran) bagi buruh yang terkena PHK.

Melalui audiensi langsung, perwakilan Perempuan Pekerja Rumahan juga menyampaikan rekomendasi yang diberikan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pengawasan Jaminan Kesehatan Provinsi Jawa Tengah agar menjadi rujukan dan bahan pertimbangan untuk membenahi sistem pelayanan kesehatan. Diharapkan, adanya rekomendasi ini dapat memaksimalkan pelaksanaan integrasi Nasional Jaminan Kesehatan secara menyeluruh, guna menghentikan rantai pemiskinan terhadap rakyat yang sakit.

Dilaporkan oleh: Ratih Sukma (TURC)

TURC Adakan Pelatihan untuk Bangun Kesadaran Hak Pekerja Rumahan

Pada 21 – 23 September 2016, Trade Union Rights Centre (TURC) mengadakan pelatihan tentang pembangunan kesadaran hak pekerja rumahan di Cirebon, Jawa Barat. TURC adalah salah satu mitra yang didukung oleh Program MAMPU. Sejak tahun 2015, TURC turut memotivasi dan membantu para pekerja perempuan di Cirebon, Jakarta dan Tangerang untuk membentuk organisasi dan rutin melakukan kegiatan bersama-sama.

Pelatihan yang diikuti oleh 30 orang peserta perempuan pekerja rumahan Cirebon ini, dilatarbelakangi oleh fenomena pekerja rumahan yang semakin marak terjadi. Beberapa alasan pekerja rumahan semakin menjamur adalah karena praktik buruh rumahan sangat menguntungkan pihak perusahaan karena ditengarai bisa mengurangi biaya produksi antara 40-50%. Selain itu, pengusaha juga tidak perlu membayar upah sesuai UMK ataupun UMR, tidak harus membayar jaminan kecelakaan kerja, kesehatan, pajak dan tunjangan hari raya. Fenomena tersebut mulai menyebar di beberapa provinsi di Indonesia seperti Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

Menjadi buruh rumahan merupakan problematika sendiri. Selain kondisi kerja yang kurang layak, mereka juga kurang mendapatkan pengakuan dan memiliki suara. Hal itu bisa terjadi karena mereka bekerja di dalam ruang pribadi dan tidak teroganisir, sehingga mereka memiliki hambatan untuk terlibat dalam organisasi pekerja.

Selain itu, sebagian besar pekerja rumahan adalah perempuan dengan tingkat pendidikan rendah. Ini berarti mereka memiliki pengetahuan dan akses informasi yang terbatas untuk meningkatkan kondisi kerja mereka. Oleh karena itu, dalam upaya untuk memberdayakan pekerja rumahan dibutuhkan pembentukan organisasi pekerja rumahan agar mereka lebih teroganisir atau memiliki keterwakilan terkait advokasi perbaikan kondisi kerja mereka.

Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pekerja rumahan mengenai hak-hak mereka sebagai pekerja, memberikan pengetahuan kepada pekerja rumahan pentingnya berorganisasi dan pengetahuan seputar koperasi. Diharapkan, pelatihan ini dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas organisasi pekerja rumahan.

Salah satu narasumber dalam pelatihan ini adalah Bapak Yohanes Haryono, perwakilan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Cirebon yang menjelaskan informasi seputar koperasi. Selain paparan materi, peserta juga diajak untuk mengevaluasi kegiatan mereka serta program kerja organisasi ke depan.

Dilaporkan oleh: Talita Rahma (TURC)

TURC Fasilitasi Audiensi Pekerja Rumahan dan Serikat Buruh ke Komisi E DPRD & BPJS Kesehatan Jawa Tengah

Pada 16 September 2016, elemen Serikat Buruh dan Pekerja Rumahan dari Semarang, Solo, Sukoharjo, Pekalongan melakukan audiensi ke Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah dan Kantor BPJS Kesehatan Provinsi Jawa Tengah di Semarang.

Acara yang difasilitasi oleh Trade Union Rights Centre (TURC) ini, mempertemukan perwakilan Perempuan Pekerja Rumahan dan perwakilan serikat buruh untuk berkolaborasi dan memetakan temuan-temuan lapangan terkait pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah berlangsung sejak tahun 2014.

Dalam kesempatan tersebut, para perwakilan menyampaikan hasil temuan masalah di lapangan kepada Komisi E DPRD dan BPJS, terkait dengan kepesertaan, fasilitas kesehatan (dasar dan lanjutan), portabilitas sistem rujukan, ketiadaan akses PBI (Penerima Bantuan Iuran) bagi buruh yang terkena PHK.

Melalui audiensi langsung, perwakilan Perempuan Pekerja Rumahan juga menyampaikan rekomendasi yang diberikan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pengawasan Jaminan Kesehatan Provinsi Jawa Tengah agar menjadi rujukan dan bahan pertimbangan untuk membenahi sistem pelayanan kesehatan. Diharapkan, adanya rekomendasi ini dapat memaksimalkan pelaksanaan integrasi Nasional Jaminan Kesehatan secara menyeluruh, guna menghentikan rantai pemiskinan terhadap rakyat yang sakit.

Dilaporkan oleh: Ratih Sukma (TURC)

Mitra MAMPU Berkonsolidasi untuk Tingkatkan Perlindungan Pekerja Rumahan Perempuan

Akhir-akhir ini, pertumbuhan pekerja rumahan mengalami peningkatan yang signifikan di berbagai sektor industri dan jasa. Hal ini terjadi seiring berkembangnya jumlah angkatan kerja perempuan dalam pekerjaan berbayar. Sejak pertumbuhan industri di Asia yang mengalami peningkatan akibat globalisasi dan permintaan konsumen di negara-negara maju, kebutuhan strategis di berbagai sektor industri turut meningkat. Kebutuhan strategis itu dijawab dengan cara memindahkan sebagian aktivitas usahanya ke beberapa negara berkembang, seperti Indonesia.

Negara berkembang menjadi salah satu tujuan pemindahan aktivitas usaha karena tersedianya jumlah tenaga kerja yang banyak dengan upah buruh yang relatif murah. Hal tersebut menarik investor asing untuk untuk mengalihkan produksinya di negara-negara tersebut sehingga membentuk pola hubungan kerjasama antara negara industri pemilik modal dan negara tempat produksi. Hubungan produksi antara negara pemilik modal dan negara tempat produksi membentuk rantai pasok (supply chain) global.

Selain itu, peningkatan penggunaan pekerja rumahan juga disebabkan oleh adanya tekanan pasar terhadap pengusaha untuk mendapatkan cara yang murah, fleksible dan produktif untuk menghasilkan produk yang kompetitif. Untuk lebih menekan biaya produksinya, perusahaan mengeluarkan pekerjaan ke luar pabrik dan memberikannya kepada pekerja-pekerja di luar pabrik, atau disebut juga dengan pekerja rumahan.

Menurut Konvensi ILO No. 177 tahun 1996 tentang Kerja Rumahan, Kerja Rumahan adalah kerja yang dilakukan oleh seseorang di dalam rumahnya atau di tempat lain yang dipilihnya, di luar tempat kerja milik majikan/ pengusaha untuk memperoleh upah, dan hasilnya berupa produk atau jasa yang ditetapkan oleh majikan/ pengusaha terlepas dari siapa yang menyediakan bahan baku, peralatan, dan masukan lain yang dipergunakan.

Tidak seperti pekerja di dalam pabrik, pekerja rumahan dibayar berdasarkan target kerja, seperti jumlah produk yang mampu dihasilkannya (satuan), bukan berdasarkan lama kerja atau jam kerja, tanpa memperhitungkan penyediaan alat dan bahan tambahan yang harus disiapkan oleh pekerja rumahan.  Upah yang didapatkan langsung dari perusahaan atau pemberi kerja di mana ia mengambil barang untuk diproduksi. Biasanya, para pekerja rumahan menerima pekerjaan dari sub-kontraktor perusahaan tertentu atau perantara.

Berangkat dari kondisi di atas, program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) mendukung peningkatan akses perempuan terhadap pekerjaan, khususnya Perempuan Pekerja Rumahan, dengan melakukan kerja sama dengan Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI) di Malang, Yayasan Bitra Indonesia di Medan, Trade Union Right Center (TURC) di Jakarta dan Yayasan Annisa Swasti (YASANTI) di Yogyakarta untuk melakukan pengorganisasian, penguatan dan advokasi untuk Pekerja Rumahan sejak 2013 sampai sekarang. Hasil dari kegiatan untuk pekerja rumahan ini adalah terdata dan terbentuknya organisasi pekerja rumahan di Indonesia, khususnya di 7 provinsi di Indonesia. Saat ini, terhitung sebanyak 4.778 orang pekerja rumahan di tujuh provinsi tersebut yang sudah dijangkau oleh jaringan mitra Pekerja Rumahan.

MWPRI, didukung oleh Program MAMPU, melaksanakan konsolidasi nasional Perempuan Pekerja Rumahan yang dilaksanakan selama dua hari, dari tanggal 19-20 April 2016 di Fave Hotel, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh 24 perwakilan pekerja rumahan dari 7 Provinsi (Sumatra Utara, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur). Kegiatan ini menjadi ruang berbagi cerita dan pengalaman terkait pengorganisasian, penguatan kapasitas dan advokasi pekerja rumahan yang sudah dilaksanakan, mulai dari tingkat lokal, kabupaten, kota, provinsi maupun tingkat nasional. Hal ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk memperkuat pengorganisasian, penguatan dan advokasi yang selama ini sudah dilakukan.

Dalam kesempatan tersebut, disampaikan pula materi advokasi nasional berupa “Kerangka Kertas Kebijakan: Pengakuan dan Perlindungan Bagi Pekerja Rumahan di Indonesia”, yang merekomendasikan kepada kementrian terkait untuk melakukan tindakan dan langkah nyata untuk memberikan pengakuan dan perlindungan bagi Pekerja Rumahan.

Pekerja Rumahan yang menjadi mayoritas tenaga kerja sektor informal, keberadaannya tidak terlindungi oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan sehingga mereka sangat rentan terhadap praktik eksploitasi, perbudakan modern dan pelanggaran HAM. Kondisi pekerja rumahan masih jauh dari standar upah minimum yang berlaku serta tidak adanya perlindungan kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja, maupun jaminan sosial.

Sampai sekarang, belum ada kebijakan lokal maupun nasional yang secara jelas mengarah pada perlindungan dan pemberdayaan pekerja rumahan. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya menyinggung secara implisit mengenai pekerja rumahan, sehingga pekerjaan rumahan yang berada di sektor informal tidak dapat dijangkau oleh aturan tersebut.  Pekerjaan rumahan dikenal sebagai area yang sulit untuk diawasi, dipantau dan ditegakkan hukum ketenagakerjaannya.

Pemerintah diharapkan dapat memberikan pengakuan dan perlindungan melalui aturan hukum bagi pekerja rumahan yang menyandang posisi hukum, sosial dan ekonomi sangat lemah. Bentuk aturan hukum yang dimaksudkan adalah melalui kebijakan dan perlindungan bagi pekerja rumahan di Indonesia, pendataan pekerja rumahan dan memasukkan pekerja rumahan dalam program-program pembangunan di Indonesia.

Konsolidasi Pekerja Rumahan Indonesia ini juga menyepakati untuk melakukan advokasi dan aksi terkait advokasi kebijakan, yaitu dengan melakukan audiensi ke tiga kementerian, antara lain: Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kementerian Dalam Negeri.

Dilaporkan oleh: Dardiri Dardak (MWPRI)