SARI Adakan Lokakarya Penguatan Jaringan Buruh Migran di Wonosobo

Pada tanggal 25 Oktober, SARI (Social Analysis and Research Institute) salah satu mitra kerja Migrant CARE didukung oleh MAMPU  mengadakan lokakarya bertajuk “Penguatan Jaringan Buruh Migran untuk Pengawalan Perda No. 8 tahun 2016”. Lokakarya ini bertujuan untuk memperkuat peran serta dari jaringan peduli buruh migran, pemangku kepentingan terkait, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi dan organisasi masyarakat sipil lainnya.

Sejak tahun 2015, Raperda Perlindungan TKI telah dibahas oleh tim perumus. Bersama dengan tim perumus, SARI, anggota kelompok BMI (Buruh Migran Indonesia) telah melakukan dialog publik sampai dengan audiensi ke Pansus 3 DPRD.

Pada tanggal 7 Juni 2016, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penempatan dan Perlindungan TKI akhirnya telah ditanda tangani oleh Bupati Wonosobo, Eko Purnomo, S.E., M.M. dan secara resmi disahkan. Di dalamnya diatur tugas dan kewenangan pemerintah daerah, diatur pula kewajiban BMI asal Wonosobo.

Mulyadi selaku Direktur SARI, jelaskan hal-hal yang diatur dalam Perda ini.

“Perda ini mengatur mengenai kewajiban dan kewenangan pemerintah Kabupaten untuk melindungi TKI, sekaligus hak dan kewajiban para TKI.”

Perda tersebut juga menyatakan bahwa, TKI memiliki kewajiban yang harus dilakukan ketika pulang. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain pemeriksaankesehatan di Puskesmas serta lapor diri kepada Pemerintah Daerah (Daerah) tempat TKI berdomisili.

Dilanjutkan oleh Mulyadi, “Calon TKI juga berhak atas informasi mengenai jenis pekerjaan dan informasi soal upah yang akan diterima.”

Beberapa hak lainnya yang diatur adalah jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan selama penempatan, setelah penempatan hingga kepulangan ke daerah asal.

Annisa Hanifa, salah satu perempuan mantan buruh migran dan aktif dalam lembaga pemberdayaan para mantan TKI mengatakan bahwa Perda tersebut cukup akomodatif. Ia berharap masyarakat serta lembaga terkait memiliki kewajiban untuk mengawal implementasi dari Perda tersebut di lapangan.

 

Dilaporkan oleh: Tri Widiyanto (SARI)

Forum Mitra Migrant CARE – Strategi untuk Optimalisasi Peran dan Tanggung Jawab

Pada 30 September – 1 Oktober 2016 yang lalu, Migrant CARE didukung oleh MAMPU, mengadakan Forum Mitra MAMPU – Migrant CARE terkait Optimalisasi Peran dan Tanggung Jawab Bersama dalam Tata Kelola Program untuk Perluasan dan Penguatan Perlindungan Buruh Migran Indonesia dan Anggota Keluarganya. Pertemuan ini dihadiri oleh enam mitra kerja daerah Migrant CARE, yaitu SARI, Tanoker, YKS, PPK Mataram, MC Banyuwangi, dan MC Kebumen.

Kegiatan yang dilaksanakan di Batu Layar, Nusa Tenggara Barat tersebut, mendiskusikan capaian yang sudah dilakukan oleh Migrant CARE dan para mitra selama satu tahun terakhir.

Diskusi juga membahas terkait strategi implementasi program advokasi kebijakan baik di tingkat nasional (Revisi UU 39 tahun 2004 tentang RUU PPILN) maupun advokasi kebijakan di tingkat lokal (Peraturan Daerah dan Peraturan Desa), serta penguatan dan perluasan program Desa Peduli Buruh Migran untuk mendekatkan akses BMI Perempuan dan anggota keluarganya kepada layanan perlindungan yang integratif dan responsif gender.

Selain itu, forum ini juga membahas laporan perkembangan kondisi tata kelola program dan keuangan, diskusi dan bedah buku panduan membangun Desa Peduli Buruh Migran, serta perencanaan prioritas dan sinergi kegiatan program MAMPU – Migrant CARE tahun 2017.

SARI Dampingi Pertemuan Rutin Kelompok BMI di Wonosobo, Jawa Tengah

Pada 14 – 16 September 2016, SARI, salah satu mitra Migrant CARE mengadakan kegiatan pendampingan bagi pertemuan rutin kelompok Buruh Migran Indonesia (BMI) yang ada di Wonosobo. Pendampingan ini merupakan bagian dari penguatan organisasi atau kelompok yang dilakukan SARI setiap bulannya.

Pertemuan atau diskusi rutin kelompok membahas berbagai hal maupun mengadakan kegiatan pelatihan atau praktik keterampilan bagi anggota kelompok. Selain itu, mereka juga membahas tentang masukan, saran, serta penyampaian kemajuan kelompok. Diharapkan, dengan pertemuan ini para anggota maupun aparat desa semakin terbuka dan meningkat pemahamannya terkait migrasi aman.

Salah satu pendampingan yang dilakukan SARI yaitu pada pertemuan rutin Kelompok BMI Muiwo yang dilaksanakan di Balai Desa Lipursari, Kecamatan Leksono. Pertemuan ini dihadiri oleh anggota kelompok, Kepala Desa Lipursari, serta Koordinator program dan staff SARI.

Pendampingan juga dilakukan di Kelompok Bumi Sejati, Desa Rogojati, Sukoharjo yang melakukan pelatihan dan praktik pembuatan tempe Inoku. Di Kelompok Migran Bijak Mergosari (MBM) Desa Mergosari, Kecamatan Sukoharjo, dilakukan perkenalan dengan anggota baru yang memiliki kreatifitas membuat tas dari tali kur. Adapun di kelompok BKM Desa Kuripan, Kecamatan Watumalang membahas tentang rencana kegiatan oleh pengurus baru. Sedangkan di Kelompok Sindu Bumi, Desa Sindu Paten, Kecamatan Kertek, dilakukan diskusi kelompok.

Dilaporkan oleh: Tri Widiyanto (SARI)

Bentuk Kader dan Organisasi BMI yang Tangguh, SARI Adakan Pelatihan Pengorganisasian di Wonosobo, Jawa Tengah

Pada 20 – 21 Juli 2016, SARI, mitra Migrant CARE yang didukung oleh Program MAMPU, mengadakan kegiatan pelatihan Pengorganisasian bagi kader Buruh Migran Indonesia (BMI) di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

SARI memandang penting untuk memberikan pelatihan tentang pengorganisasian terhadap anggota organisasi yang telah ada, serta memunculkan kader-kader perempuan yang tangguh dan solid dalam berjejaring untuk menyuarakan, dan mengawal advokasi kebijakan yang memihak pada BMI.

Melalui pelatihan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman para mantan BMI terhadap sebuah organisasi agar lebih optimal dan mampu meningkatkan kesejahteraan hidup BMI dan keluarganya, serta dapat membentuk kader BMI dan organisasi BMI di desa yang tangguh dan kuat dalam pengorganisasian kelompok, advokasi dan berjejaring.

Peserta yang hadir dalam pelatihan ini adalah perwakilan kelompok yang didampingi oleh SARI, antara lain: Kelompok Muiwo Desa Lipursari – Kec. Leksono, MBM Desa Mergosari – Kec. Sukoharjo, BKM Desa Kuripan – Kec. Watumalang, PAESbumi (Paguyuban Eks Buruh Migran) Kertek, Bumi Sejati Desa Rogojati Sukoharjo, Bumi Sindupaten – Kec. Kertek, Kukuh Bumi, Adi Kusuma Capar – Kec. Kertek, Tanoshi, dan BMW (Buruh Migran Mandiri Wonosobo).

Pelatihan yang dilaksanakan di Homestay Cemara Tujuh, Garung – Wonosobo tersebut, difasilitasi oleh Margaretha T Andoea dari LAW Jakarta. Kegiatan pelatihan dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Wonosobo, Ibu Nuryana serta dihadiri pula oleh Camat Garung, Bapak Santosa.

Dilaporkan oleh: Tri Widiyanto (SARI)

Istana Rumbia, Upaya Perangkat Desa Wonosobo Beri Buruh Migran Informasi yang Dibutuhkan

Permasalahan buruh migran yang kompleks  di Wonosobo membuat Stevi Yean Marie tergerak untuk melakukan kontribusi dalam isu tersebut. Stevi sehari-hari bekerja sebagai perangkat desa Lipur Sari, Kepala Urusan Keuangan. Awalnya, Stevi hanya berpikir bagaimana caranya supaya bisa memberikan pemahaman yang tepat sasaran terkait segala informasi yang dibutuhkan Buruh Migran Indonesia (BMI). Stevi menggunakan kesempatan hadirnya Social Analysis and Research Institute (SARI) Solo, di bawah kemitraan Migrant Care dan MAMPU, untuk terlibat di dalam kegiatan terkait BMI.

SARI Solo didukung Migrant Care dan MAMPU, melakukan assessment sebaran BMI di beberapa desa di Kecamatan Leksono, Watu Malang dan Sukoharjo. Stevi berperan sebagai enumerator dalam pendataan BMI di wilayahnya, Kecamatan Leksono. Ia melihat ini adalah langkah awal untuk mengetahui jumlah, kondisi dan kebutuhan BMI.

Pekerjaannya sebagai perangkat desa justru memberikan kemudahan sebagai jembatan komunikasi dengan pihak pemerintah terhadap permasalahan ini. Misalnya, kemudahan kerjasama dengan Balai Latihan Kerja, Koperasi dan UMKM untuk para mantan buruh migran.

Dari enumerator, Stevi melangkah ke pemberdayaan buruh migran purna, yakni buruh migran yang telah kembali ke tanah air tetapi belum mempunyai arah tujuan untuk kehidupan selanjutnya.

“Banyak di sini buruh migran yang kebingungan menggunakan penghasilannya selama di luar negeri. Mereka kadang menggunakan uangnya tanpa tujuan, setelah habis balik lagi ke luar negeri,” kata Stevi.

Melihat permasalahan tersebut, ia berjuang tak sebatas menjadi enumerator. Stevi memanfaatkan perpustakaan pribadi di rumahnya, yang dinamai Istana Rumbia, sebagai tempat penyuluhan bagi buruh migran yang akan pergi atau sudah pulang dan keluarga buruh migran yang ditinggal.

“Di Istana Rumbia, semua anak bebas membaca dan belajar bahkan anak-anak buruh migran mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris gratis, gurunya anak saya sendiri yang mantan buruh migran di Singapura,” ujar Stevi.

Para buruh migran yang sudah pulang, diberi keterampilan untuk usaha di rumah, misalnya membuat manisan salak, karena salak di sana tumbuh subur. Selain itu diberi pengetahuan wirausaha dan diberi penyuluhan  terkait informasi yang dibutuhkan. Sedangkan untuk buruh migran yang akan berangkat, di Istana Rumbia melalui Program MAMPU, Stevi dan tim terus menyosialisasikan “Migrasi Aman”, yaitu sumber informasi yang benar meliputi prosedur kelengkapan dokumen, informasi hak-hak selama bekerja, pembekalan wawasan serta perizinan yang sah dari keluarga, dari kepala desa, dan lain-lain.

Buruh migran yang sudah pulang, merasa tertolong dengan adanya binaan di Istana Rumbia melalui Program MAMPU. Muliah, mantan buruh migran di Korea dan Taiwan, merasa terarah untuk menggunakan modal hasil kerjanya di luar negeri.

“Sebelumnya saya kebingungan buat apa uang yang saya dapat ini, ketika pulang dari Singapura, uang saya habis tidak karuan membuat saya bolak balik ke luar negeri lagi. Kalau sekarang, saya  sudah mendapat jalan. Uang saya belikan tanah, saya tanami salak dan kayu albasiah, hasilnya lumayan dan tidak hanya numpang lewat,” ujarnya.

Suharti juga merasakan manfaat ikut program diskusi yang difasilitasi MAMPU, “Setelah saya bolak-balik Malaysia dan Taiwan selama dua belas tahun, sekarang saya memilih membeli tanah dan ditanami salak dan durian untuk dijual. Sebagian modal, saya gunakan untuk membuat tempe, lumayan bisa membantu suami saya yang petani. Saya juga dapat banyak ilmu dan teman dari acara diskusi MAMPU,” kata Suharti.

Perubahan terlihat dari hasil pendataan Stevi dan tim, kini jumlah buruh migran tak sebanyak dulu dan yang kembali lagi ke luar negeri juga bisa dihitung.

“Kebanyakan mereka bekerja memanfaatkan potensi yang ada di Wonosobo, seperti menjadi petani, mengelola rumah makan, membuat oleh-oleh makanan khas dan pemandu wisata,” kata Stevi.