RFP: Technical Assistance as Creative Consultant for Women Leadership and Prevention of Child Marriage Collective Action

The Australia – Indonesia Partnership for Gender Equality and Women’s Empowerment, hereafter: MAMPU, is an Australian Government (DFAT) and Government of Indonesia (BAPPENAS) partnership working to improve the access of poor women to essential services and other government programs in order to achieve gender equality and women’s empowerment and support the achievement of Government of Indonesia Sustainable Development Goals  (SDGs) targets.

The MAMPU Program supports network and inclusive coalitions of women’s empowerment and gender equality organisations (the MAMPU partners), and parliamentarians to influence government policies, regulations and services, and in selected private sector arenas. Ultimately, this work aims to improve the access of poor women in Indonesia to critical services and programs. The program works through a number of national civil society partners who receive grants to implement projects around the following five thematic areas identified as entry points to achieving the program’s larger goal:

• Improving women’s access to government social protection programs;

• Increasing women’s access to jobs and removing workplace discrimination;

• Improving conditions for women’s overseas labor migration;

• Strengthening women’s leadership for better maternal and reproductive health;

• Strengthening women’s leadership to reduce violence against women.

An integral dimension of the MAMPU programme to achieve its goal is through collective action. With its collective action, MAMPU supports the strengthening of women and youth’s voice and influence at various levels.

The collective action at both agenda: women leadership and prevention of child marriage, have an already strong foundation of women and youth champions with their best practices in advocating the two agenda. It has resulted in formalization, commitment, and signings of programs, schemes, and even systems at targeted entities. MAMPU endeavors to socialize the profiles of these women and youth leaders, and the best practices of these activities along with its learnings and achievements.  These modalities will be valuable to be accessed by specific audiences to bring about and advocate more positive change and a way to profile the work to connect and strengthen the current activities. And with the MAMPU programme ending this year, documentation and dissemination of these practices and learnings needs to be amplified. The targeted audiences of the expected communication and knowledge production of learning and networking events and best practices products ranges from individuals, community groups, and local government. 

Considering that creative production of content creation to popular media is not a MAMPU core specialty, therefore MAMPU requires a strategic creative communication consultant that can facilitate and assist MAMPU to document and support the creative thinking and packaging of both agenda, to be developed as a MAMPU product that can be shared to others as shared learning experiences, as potential practices to be adopted and adapted. Therefore, MAMPU requires technical assistance from a creative consultant in supporting the communication strategy to capture the profile of two agenda: actors and activities throughout the implementation of the collective action processes.

For further detailed information on the RFQ, TOR and submission, please send a letter of interest to MAMPU Sr. Procurement & Risk Management Officer at email: mnurwaskito@mampu.or.id or through MAMPU website www.mampu.or.id

“MAMPU is a child-safe organisation. We have strong recruitment procedures to make sure the safest and most suitable people work with the children in our programs.”

Desa Pungkol Lahirkan Perdes Pertama Lindungi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Sulawesi Utara

Peraturan Desa (Perdes) Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan ditetapkan di Desa Pungkol, Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), pada Rabu 9 Oktober 2019. Mitra MAMPU, Forum Pengada Layanan melalui Suara Parangpuan Sulawesi Utara telah mengadvokasi Perdes ini sejak tahun 2017.

Turut hadir dalam kegiatan peluncuran Perdes ini yaitu Iptu Duwi Galih SIK (Kapolsek Tumpaan), Pelda Alex Wowiling (Danramil Tumpaan), Agustinus Baramula (Hukum Tua Desa Pungkol), Pemdes Pungkol, Pemerintah Kecamatan Tatapaan, Ketua BPD, tokoh masyarakat termasuk Swara Parangpuan Sulut, tokoh agama serta perwakilan masyarakat Desa Pungkol.

 

Sumber foto: BeritaManado.com

Dorong Implementasi PERMA No.3 Tahun 2017, Jamin Hak Perempuan Mengakses Keadilan

Implementasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) sangat dipengaruhi oleh situasi wilayah masing-masing. Wilayah kepulauan dan daratan, seperti di Kalimantan Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, misalnya, sangat kental dengan praktek hukum adat; sedangkan di daerah perbatasan dan transit, seperti di Kepulauan Riau, prevalensi terjadinya tindak perdagangan manusia lebih tinggi.

Menjawab tantangan ini, FPL bekerjasama dengan AIPJ dan didukung Program MAMPU mensosialisasikan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 Tahun 2017 dan buku pedoman terkait kepada Hakim, Aparat Penegak Hukum, Pemerintah Daerah dan Forum Pengada Layanan di kota Semarang (1 Oktober) dan Jakarta (24 Oktober). Kegiatan serupa akan dilanjutkan di Ambon (7 November) dan Kendari (21 November).

Konsep SPPT-PKKTP memasukkan perspektif gender dan hak korban dalam sistem hukum pidana di Indonesia, sehingga korban tidak mengalami beragam diskriminasi dalam proses peradilan, dan dapat mengakses pemulihan lebih cepat dan mudah.

Rayakan Kemerdekaan Indonesia, Rayakan Keberagaman

Pada 11 – 17 Agustus 2019 lalu, KAPAL Perempuan dengan jejaringnya dalam gerakan Gender Watch menyelenggarakan kegiatan tahunan Pekan Kemerdekaan Perempuan. Kegiatan yang berlangsung serentak di enam provinsi (YKPM Sulawesi Selatan, KPS2K Jawa Timur, LPSDM Nusa Tenggara Barat, Pondok PERGERAKAN Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, dan DKI Jakarta) dan melibatkan lebih dari 1.900 perempuan ini mengangkat tema besar “Rayakan Kemerdekaanmu dalam Keberagaman” dengan semangat menghormati keberagaman identitas dan budaya sebagai wujud penghormatan terhadap perjuangan kemerdekaan.


Sebagai organisasi perempuan akar rumput, KAPAL Perempuan meyakini bahwa kemerdekaan Indonesia akan utuh dengan tercapainya kesetaraan. “Kemerdekaan dan keberagaman bagi perempuan artinya perempuan merdeka dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan,” ujar Misiyah, Direktur KAPAL Perempuan. Beragam aktivitas yang diadakan turut memamerkan keindahan alam berbagai wilayah di Indonesia dengan keunikannya masing-masing, mulai dari eksotisme daratan pulau, hingga pesona bawah laut yang berpadu dengan bentangan Sang Saka Merah Putih.

Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Sapa Perempuan Kepala Keluarga Jawa Timur

Pada 15 Juli 2019, Allaster Cox, Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia mengunjungi kelompok perempuan kepala keluarga anggota PEKKA di Bangkalan dan Sampang, Jawa Timur.

Allaster berdiskusi dengan para anggota Serikat PEKKA tentang tantangan yang mereka hadapi dalam mengajak perempuan di desanya aktif bergabung dalam serikat. Anggapan negatif dari masyarakat sekitar Bangkalan dan Sampang pernah menghampiri anggota Serikat PEKKA, namun hal tersebut terbukti keliru dengan banyaknya perempuan Bangkalan dan Sampang yang merasa pengetahuan dan kepercayaan diri mereka meningkat setelah bergabung dengan Serikat PEKKA. Selain itu, mereka sekarang sadar atas hak-hak mereka termasuk mendapatkan akses ke layanan dasar pemerintah Indonesia.

Hal senada disampaikan oleh H. Kaprawi, Kepala Desa Tana Merah, Kabupaten Bangkalan yang turut hadir. Kaprawi mengapresiasi dukungan Serikat PEKKA di Kabupaten Bangkalan yang telah mengubah persepsi masyarakat tentang pentingnya dokumen legal/hukum untuk mengakses layanan dasar pemerintah. Sebelumnya, masyarakat tidak peduli dan hanya mencari akses ketika terjadi situasi darurat. Serikat PEKKA di Jawa Timur yang didukung oleh Program MAMPU bekerja di 2 kabupaten, yaitu Bangkalan dan Sampang merangkul lebih dari 900 perempuan kepala keluarga melalui 48 kelompok perempuan. PEKKA memulai kelompok perempuan di wilayah ini pada tahun 2010, lalu diperkuat dengan hadirnya MAMPU di tahun 2014.

Kelompok Perempuan Penggerak Pengembangan Potensi Desa

Kelompok perempuan binaan Yayasan Pondok Pergerakan, mitra KAPAL Perempuan di Desa Noelbaki dan Mata Air, Kupang, Nusa Tenggara Timur, dikunjungi oleh BAPPENAS pada 17-19 Juli silam menyusul keberhasilan mereka dalam mengembangkan potensi desa mereka masing-masing.

Desa Mata air merupakan desa percontohan program Keluarga Berencana dari BAPPENAS yang telah menunjukkan berbagai kemajuan berkat kerja-kerja kelompok perempuan di desa ini yang tidak hanya mengembangkan potensi desa namun juga secara inklusif melibatkan kelompok disabilitas. Kelompok perempuan menginisiasi produksi VCO murni dan parfum VCO, membangun kelompok tenun ikat dan usaha kudapan, dan mengembangkan pariwisata Suramanda. Desa ini juga membangun kesadaran warga tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan pendidikan, dengan mendata dan mendorong anak putus sekolah untuk mengikuti kejar paket A, B dan C. Keseriusan desa dalam mengatasi permasalahan kesehatan terlihat dari adanya alokasi anggaran kesehatan desa untuk program stunting, disabilitas dan Posyandu anak & balita. Ragam kegiatan dan pencapaian ini diperkuat oleh kehadiran Sekolah Perempuan dukungan MAMPU yang menawarkan pendidikan alternatif bagi perempuan. Sekolah Perempuan Desa Mata Air terlibat dalam pemantauan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), khususnya JKN PBI, untuk memastikan agar perempuan memiliki akses terhadap layanan kesehatan.

Kunjungan BAPPENAS berlanjut ke Desa Noelbaki dimana anggota Sekolah Perempuan di desa tersebut berbagi pengalaman tentang keterlibatan mereka dalam perencanaan pembangunan desa.

Sebelum ada Sekolah Perempuan, suara perempuan kerap diabaikan dan jauh dari proses perencanaan pembangunan. Kini, Sekolah Perempuan Desa Noelbaki memiliki lebih dari 300 anggota. Mereka ikut terlibat dalam memantau implementasi JKN, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan layanan kesehatan reproduksi untuk mendeteksi dini kanker. Selain itu, mereka juga berpartisipasi aktif dalam Musrenbangdes yang berhasil melahirkan beragam kebijakan yang berpihak pada perempuan, di antaranya ‘Perdes 30% Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa’, pengurangan KDRT, serta pencegahan pernikahan dini.

Menggali Permasalahan Kerja Layak bagi Perempuan di Sektor Informal di IDF 2019

Empat mitra MAMPU yaitu BITRA, Migrant CARE, PEKKA, dan TURC berbagi informasi tentang ragam kerentanan yang dihadapi perempuan dalam mengakses pekerjaan dan bekerja di sektor informal pada sesi khusus MAMPU di Indonesia Development Forum 2019 (IDF2019) yang berjudul “Kerja Layak bagi Perempuan di Sektor Informal”. Sesi yang berlangsung pada 23 Juli lalu ini juga menawarkan ragam solusi alternatif untuk mendukung kerja layak bagi perempuan di sektor informal.

Dimoderasi oleh Andriko Otang dari TURC, sesi dibuka oleh Erika Rosmawati (BITRA) yang bercerita tentang Kebakaran Pabrik Korek Api di Binjai dan Pabrik Kembang Api di Asemka yang menelan korban jiwa, untuk menggambarkan mirisnya kondisi pekerja rumahan di Indonesia. Rosmawati juga memaparkan hasil survei tentang kondisi pekerja rumahan yang dilakukan oleh BITRA, Yasanti, TURC dan MWPRI di 29 kabupaten, di 7 provinsi, yang melibatkan 5.300 pekerja rumahan. Hasil survey memperlihatkan kenyataan bahwa pekerja rumahan bekerja 58 jam/ minggu dan berpenghasilan rata-rata Rp.100.000/ bulan, dimana 96% dari mereka tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan dan 95 % tidak memiliki BPJS Kesehatan. Mereka harus menyediakan peralatan kerja sendiri, dan 97% dari peralatan kerja yang dimiliki, tidak aman. Kondisi ini diperburuk dengan kenyataan bahwa 92% dari pekerja rumahan tidak memiliki kontrak kerja tertulis.

Potret kerentanan lain disampaikan oleh Nani Zulminarni dari Yayasan PEKKA, yang berbicara tentang perempuan kepala keluarga berdasar hasil survei PEKKA bersama SMERU. Survei tentang Sistem Pemantauan Kesejahteraan Berbasis Komunitas (SPKBK, 2012) ini dilaksanakan di 111 desa, di 17 propinsi wilayah kerja PEKKA. Hasil survei memperlihatkan bahwa 1 dari 4 keluarga dikepalai oleh perempuan, dan 71% keluarga kesejahteraan terendah adalah keluarga yang dikepalai perempuan, dengan pendapatan dari kerja informal rata-rata mencapai Rp 10,000/ hari. 57 % perempuan kepala keluarga buta huruf. Hanya 41% perempuan mencatatkan pernikahannya dan ketika bercerai dan menyandang status janda, perempuan kepala keluarga umumnya mengalami diskriminasi. Sebanyak 78% perempuan yang bercerai pernah mengalami KDRT.

Wahyu Susilo dari Migrant CARE memotret kerentanan perempuan di sektor informal dari sudut pekerja migran. Dari 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri, 62% adalah perempuan (World Bank, 2017). Mereka rentan terhadap praktik perekrutan illegal, dan bahkan perekrutan yang dilakukan oleh kelompok teroris. Mereka juga rentan terhadap praktik perdagangan manusia, pemerasan, pelecehan seksual dan kekerasan selama bekerja. Mereka bekerja dengan jam kerja panjang dan pendapatan rendah.

Sesi MAMPU di IDF 2019 ini berlanjut dengan diskusi tentang solusi inovatif berdasarkan kerja-kerja yang telah dilakukan BITRA, PEKKA maupun Migrant CARE, seperti pembentukan kelompok pekerja rumahan, penguatan kepemimpinan perempuan kepala keluarga melalui pemberdayaan ekonomi, serta pendekatan berbasis desa (DESBUMI) untuk meningkatkan perlindungan buruh migran.

Presiden Undang Perempuan Akar Rumput, Mitra MAMPU Turut Hadir

Saraiyah memaparkan pengalaman menangani kasus kekerasan terhadap perempuan di tenda pengungsian pascagempa di Kab. Lombok Utara, di hadapan Presiden Jokowi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut perempuan akar rumput dari seluruh Indonesia untuk bersilaturahmi dan bersama-sama memperingati Hari Perempuan Internasional di Istana Negara, Rabu (6/3) lalu. Perwakilan sejumlah organisasi masyarat sipil (OMS) mitra Program MAMPU ikut menghadiri acara tersebut.

Dalam kesempatan ini, Presiden Jokowi juga mengundang 16 perempuan pelopor di bidangnya masing-masing. Empat di antara mereka adalah perempuan akar rumput yang berperan aktif dalam kerja-kerja mitra Program MAMPU yaitu Institut KAPAL Perempuan, Migrant CARE, dan ‘Aisyiyah.

Mereka adalah: Saraiyah, Ketua Sekolah Perempuan dan anggota Majelis Krama di Desa Sukadana, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat; Nurlina, perempuan nelayan asal Pulau Sabangko, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan; Jumiatun, purna pekerja migran dan kader Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI) Desa Dukuhdempok, Kab. Jember, Jawa Timur; dan Sri Nani, kader Balai Sakinah ‘Aisyiyah yang aktif mengampanyekan hak-hak perempuan dan kesehatan reproduksi dari Desa Sampiran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Di hadapan Presiden Jokowi, Saraiyah berkesempatan memaparkan pengalamannya menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di tenda pengungsian pascagempa di Kab. Lombok Utara.

Selain Saraiyah, anggota Sekolah Perempuan lainnya, Fitri, mengungkapkan pentingnya akses warga miskin terhadap Jaminan Kesehatan Nasional bagi Penerima Bantuan Iuran (JKN-PBI). Sekolah Perempuan melakukan pemantauan JKN-PBI di 6 desa di Kab. Gresik, Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Timur, Kab. Pangkajene dan Kepulauan, Kota Kupang, dan Kota Jakarta Timur.

Training of Facilitator tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Perempuan bagi Kelompok Konstituen Maros, Sulawesi Selatan

Pada 16-18 Maret 2016, bertempat di Kedai Coklat, Maros, Sulawesi Selatan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat untuk Perempuan (MAUPE) Maros melaksanakan Trainning of Facilitator (ToF) tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hak Asasi Perempuan (HAP) untuk pengurus Kelompok Konstituen (KK) Maros.

ToF dibagi ke dalam tiga angkatan, dan masing-masing angkatan diikuti oleh 25 peserta. Peserta sebanyak 25 orang tersebut merupakan perwakilan dari 5 KK. Dengan demikian, sebanyak 75 orang, perwakilan dari 15 KK yang mengikuti ToF HAM-HAP ini.

ToF HAM-HAP difasilitasi oleh Sri Wahyuningsih, Direktur ICJ (Institute of Community Justice) Makassar. Selain dikenal sebagai seorang aktivis, Sri—nama panggilannya—juga dikenal sebagai seorang pengacara yang fokus pada ha-hak dan perlindungan perempuan dan anak.

ToF HAM-HAP adalah bagian dari kegiatan Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan), kerjasama MAUPE dan Yayasan BaKTI. ToF bertujuan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan peserta tentang Gender, HAM, dan HAP. Pemahaman dan pengetahuan pengurus dan anggota KK mengenai Gender, HAM, dan HAP ini penting, karena mereka akan menjadi fasilitator bagi kaum perempuan dan  masyarakat miskin, yang mendorong keterlibatan perempuan dan masyarakat miskin untuk mengakses dan mengadvokasi hak-haknya.

Ditulis oleh Tenripada, dilaporkan oleh M. Ghufran H. Kordi K.