Project Brief: Reses Partisipatif

Reses Partisipatif adalah suatu inisiatif di mana anggota parlemen dan kelompok konstituennya diundang untuk duduk bersama untuk membahas isu-isu yang mempengaruhi perempuan di tingkat akar rumput.

Reses partisipatif dikembangkan dengan bantuan MAMPU, dan sudah dilaksanakan di tingkat kabupaten dan provinsi pada saat reses parlemen sebanyak dua hingga tiga kali dalam setahun.

Project Brief: Balai Sakinah ‘Aisyiyah

Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) adalah kelompok perempuan yang dibentuk oleh Mitra MAMPU, ‘Aisyiyah yang bertujuan sebagai wadah pemberdayaan komunitas dalam hal pendidikan, konsultasi serta pengaduan layanan kesehatan reproduksi.

BSA berada di tingkat desa, dilaksanakan secara rutin di tempat yang mudah dijangkau oleh para anggotanya, seperti balai desa, rumah warga, maupun tempat ibadah. Setiap kelompok BSA memiliki kader BSA yang bertugas menggerakkan anggota BSA, masyarakat serta menjalin kerja sama dengan perangkat desa dan penyedia layanan kesehatan setempat.

Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI)

Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI)

Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) mengumpulkan dan mendistribusikan program bantuan pembangunan untuk Indonesia Timur serta mendukung kolaborasi tokoh dan inisiatif lokal sejak 2009. Program MAMPU mendukung kerja-kerja BaKTI dalam mengurangi kekerasan terhadap perempuan dengan meningkatkan kerja sama dengan parlemen di 85 desa/kelurahan di 7 kabupaten/kota di 5 provinsi di Indonesia.

 

Program organisasi sebagai mitra MAMPU:

  • Membentuk Kelompok Konstituen sebagai organisasi masyarakat akar rumput yang mengadvokasi hak-hak perempuan, termasuk menghapus kekerasan terhadap perempuan
  • Mengembangkan model ‘Reses Partisipatif’ yang mempertemukan Kelompok Konstituen dengan anggota parlemen daerah untuk memastikan isu-isu penting masuk dalam kebijakan, legislasi, dan perencanaan dan anggaran pembangunan daerah.

Capaian dalam program MAMPU:

  • Panduan untuk Reses Partisipatif telah dikompilasi dan diimplementasikan oleh 26 anggota parlemen di 7 kabupaten/kota.
  • Mendampingi Forum Pengada Layanan (FPL) untuk mereplikasi Reses Partisipatif di Kabupaten Sleman, Kota Bengkulu dan Kabupaten Minahasa Selatan untuk meningkatkan layanan bagi korban kekerasan, termasuk perempuan dan anak dengan disabilitas.
  • Lewat kerja sama erat dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Kota Maros, Sulawesi Selatan, berkontribusi dalam meningkatkan layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
  • Mendirikan Klinik Perencanaan dan Anggaran Responsif-Gender untuk meninjau dokumen perencanaan dan anggaran pemerintah.
  • Mengembangkan Layanan Berbasis-Komunitas (LBK) di 135 desa wilayah kerja BaKTI.

Andi Nurhanjayani: Jaminan Kesehatan untuk Warga Kota Parepare, Sulawesi Selatan

Andi Nurhanjayani, atau lebih dikenal sebagai Ibu Andi, merupakan salah satu sosok perempuan yang berjasa dalam pembangunan masyarakat, khususnya perempuan, yang ada di Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Ia adalah anggota DPRD Kota Parepare yang diamanahkan sebagai Ketua Pansus Perlindungan Perempuan dan Anak, serta anggota Komisi III. Salah satu keberhasilan Ibu Andi di DPRD adalah dalam hal advokasi APBD Kabupaten dan provinsi untuk pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi warga Parepare tahun 2016.

Sebelum menjadi anggota legislatif, Ibu Andi sudah terlibat aktif dalam berbagai kegiatan terkait perempuan. Sejak tahun 1999, Ibu Andi mulai melihat dan menyadari betapa kompleksnya isu-isu yang dihadapi perempuan, mulai dari ekonomi, sosial maupun budaya, sementara kebijakan pemerintah kota belum mengarah pada perlindungan dan pemberdayaan terhadap perempuan. Inilah yang mendorong Ibu Andi untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan dan masyarakat marginal melalui DPRD.

Beliau pun mulai aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungannya, mulai dari menjadi relawan pemantau pemilu, petugas lapangan Wahana Wisata Lingkungan Makassar, relawan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat Parepare, aktif dengan rekan-rekan aktivis perempuan melalui Forum Pemerhati Masalah Perempuan Makassar, dan kemudian masuklah di Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan membentuk cabang KPI di Parepare. Semuanya berfokus untuk membangun kehidupan perempuan. Beliaupun mendorong pembentukan kelompok-kelompok balai perempuan dan kelompok pengembangan perempuan ketika di KPI.

Teman-teman aktivis kemudian mendorongnya untuk masuk menjadi anggota KPU Kota Parepare. Setelah berkecimpung di KPU, beliau bergabung dengan salah satu partai terbesar di Indonesia dan kemudian ikut serta dalam pencalonan anggota legislatif DPRD Parepare periode 2009 – 2014. Ia berhasil terpilih dan menduduki kursi anggota DPRD dalam pemilihan umum. Selama di DPRD, beliau bertugas di Komisi I selama 2 tahun, Komisi III selama 2 tahun, Komisi II selama 1 tahun (Komisi Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteran Rakyat), dan selama 5 tahun menjadi Anggota Badan Anggaran (Banggar).

Saat itu, di DPRD Parepare hanya ada 4 orang anggota legislatif perempuan. Walau begitu, Ia mendorong anggota DPRD perempuan lain untuk aktif turun ke konsituen, berbicara di depan forum, dan berani tampil di depan termasuk saat sidang komisi dan sidang lain di DPRD untuk memperjuangkan kepentingan. Melihat kinerja baiknya, masyarakat Parepare kembali memilihnya untuk periode 2014-2019.

Tahun 2016 BPJS Kesehatan Warga Parepare Ditanggung Pemerintah

Keberhasilan terbesar yang dicapai Ibu Andi adalah advokasi dana APBD pemerintah Parepare untuk menanggung sepenuhnya biaya BPJS Kesehatan bagi seluruh warga Parepare. Hal ini dilatarbelakangi oleh peristiwa yang terjadi di tahun 2014. Saat itu, pemerintah membayar Jamkesda sebagian warga Kota Parepare. Akibatnya program Jamkesda sering menimbulkan polemik. Saat itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel  menanggung sebesar 40 persen, sedangkan Pemerintah Kota Parepare menanggung  60 persen. Masalah yang sering muncul adalah pemerintah sering terlambat membayar biaya Jamkesda kepada rumah sakit sehingga petugas medis atau kesehatan sering mogok bekerja.

Ibu Andi bersama anggota Komisi II memanggil BPJS, Dinas Kesehatan, dan Rumah Sakit membicarakan masalah Jamkesda. Mereka diminta untuk mempresentasikan  anggaran yang dibutuhkan ASKES dan Jamkesda. Setelah data didapatkan, Komisi II mulai menghitung anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai Jamkesda. Hasilnya ditemukan anggaran Jamkesda lebih besar dibandingkan BPJS.

Masalah ini kemudian dikonsultasikan ke Kementerian Kesehatan dan pihak Asuransi Kesehatan (Askes) di Jakarta. Kedua lembaga itu, mendukung program inovatif yang diusulkan ke DPRD Kota Parepare. Komisi II saat itu mendesak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), menindaklanjuti program inovatif ini dan memberikan nota pertimbangan kepada Walikota Parepare agar semua biaya BPJS warga Kota Parepare ditanggung oleh Pemerintah Kota Parepare. Kemudian pemerintah kota melakukan pendataan semua warga untuk dibayarkan BPJS kesehatan. Lalu, disosialisasikan kepada semua warga melalui berbagai saluran komunikasi agar warga segera melakukan pendataan untuk calon peserta BPJS Kesehatan.

Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak, tahun 2016 disepakati anggaran BPJS Kesehatan untuk warga Parepare resmi dimasukan ke APBD sebesar Rp. 17 Milyar. Sejak itu, semua masyarakat Kota Parepare telah memiliki kartu BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Saat ini, warga Kota Parepare sudah menikmati perlindungan sosial seperti BPJS atau Jamkesda. Ke depannya, Ibu Andi akan terus memperjuangkan pemberdayaan, peningkatan kapasitas, dan pengembangan UKM untuk kaum perempuan agar mampu menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomi untuk menopang kebutuhan keluarganya.

Wanita kelahiran tahun 1956 ini berharap, kelak tidak ada warga di Kota Parepare yang menganggur. Selain itu, ia ingin mengubah pola pikir warga agar tidak hanya bercita-cita menjadi PNS. Yang terpenting adalah pendidikan politik bagi perempuan dan masyarakat kecil.

***

Keterlibatan Ibu Andi dengan Program MAMPU dimulai sejak awal program ini berjalan di Parepare. Ia membantu proses dan turut memperjuangkan penandatanganan MoU antara MAMPU dengan DPRD Parepare. Hal ini ia lakukan karena sebagian pelaksana program MAMPU di Parepare adalah rekan seperjuangannya saat menjadi aktivis dulu, serta program yang diusung MAMPU sejalan dengan program yang dijalankannya di Komisi II (Kesehatan, Pendidikan dan kesejahteraan sosial).

Selain itu, Ibu Andi aktif mengikuti berbagai pelatihan yang diadakan oleh Program MAMPU, antara lain pelatihan public speaking, workshop tupoksi DPRD, dan workshop legal drafting.

“Saya mendapat berbagai pelatihan dan juga praktik penyusunan Raperda inisiatif Dewan. Kami mendapatkan pendampingan yang intensif dari LP2EM – BaKTI dan Program MAMPU dalam penyusunan raperda Perlindungan Perempuan dan Anak. Kami jadi tahu bagaimana membuat naskah akademik dan penggalian masalah langsung ke masyarakat. Hal ini sangat penting dan bermanfaat bagi kami”, ujar Ibu Andi.

Adanya pendampingan tersebut membantu para anggota dewan untuk menjaring aspirasi masyarakat yang dapat menambah isi draft raperda tersebut melalui konsultasi publik.

Dilaporkan oleh: Samad Syam dan Suryanti Akkas

Kisah Ibu Ria, Anggota DPRD Maros yang Aktif Perjuangkan Isu Perempuan di Sulawesi Selatan

Hj. Haeriah Rahman, atau yang akrab disapa Ibu Ria, adalah salah satu dari 7 perempuan (dari total 35 aleg) di DPRD Maros, Sulawesi Selatan. Ibu Ria merupakan anggota parlemen perempuan yang menjadi champion di DPRD dan kini beliau diamanahkan sebagai Ketua Komisi III yang membidangi Pendidikan dan Kesehatan.

Ketertarikannya untuk bergabung di parlemen disebabkan oleh keinginan Ibu Ria untuk bisa menjadi salah satu pengambil kebijakan penentu nasib rakyat. Ia sudah menjadi anggota partai sejak lama, namun baru aktif setelah anak-anaknya besar. Awalnya, Ibu Ria aktif terlibat di PKK dan Aisyiyah untuk melakukan pemberdayaan perempuan, serta datang ke desa-desa membina keluarga. Beliau bahkan menjadi sekretaris PKK di tingkat kabupaten. Dari sanalah Ibu Ria melihat masih banyak ketimpangan di bawah, terutama perempuan. Oleh karenanya, ia ingin bisa mewarnai kebijakan di Maros.

Keterlibatannya di PKK membuat Ibu Ria sudah dikenal masyarakat. Akan tetapi, setahun sebelum bertarung dalam pemilihan, ia sudah turun  ke berbagai lokasi bahkan ke gunung-gunung untuk bertemu konstituen. Dengan turun ke daerah-daerah, Ia bisa melihat langsung kondisi dan permasalahan masyarakat, salah satunya terkait masalah infrastruktur. Dari aktivitas tersebut, Ia menemukan banyak hal yang menambah ketertarikannya untuk serius masuk ke DPRD.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi Ibu Ria untuk menjadi aleg adalah masih sedikitnya aleg perempuan di Maros. Sebelumnya hanya 6 orang aleg perempuan, namun sekarang bertambah menjadi 7 orang. Menurut Ibu Ria, sesungguhnya perempuan juga bisa jadi wakil masyarakat di DPRD dan yang terpenting perempuan bisa bersaing dengan caleg lainnya untuk meraih simpati masyarakat. Hampir setiap akhir pekan Ibu Ria berkunjung ke berbagai desa dan bersilaturrahmi dengan masyarakat. Tidak hanya perempuan saja, Ibu Ria juga menemui semua kalangan.

Akhirnya, dengan berbekal 5.159 suara, Ibu Ria berhasil terpilih menjadi anggota legislatif DPRD Maros periode 2014 – 2019 mewakili daerah pemilihan 4 yang mencakup Mandai, Tanralili, Tompobulu, Moncongloe, dan Marusu. Ibu Ria dilantik menjadi anggota DPRD Maros pada 20 Agustus 2014.

Sebelumnya, pengetahuan Ibu Ria seputar isu perempuan masih terbatas pada hal-hal umum saja. Namun kemudian ia mengetahui lebih banyak isu tersebut setelah Program MAMPU hadir di Maros pada Oktober 2014. Saat itu, BaKTI dan MAUPE Maros, yang merupakan mitra MAMPU, melakukan diskusi dengan Ibu Ria agar memiliki visi misi yang sama dan menawarkan bantuan penguatan DPR.

Ketertarikan Ibu Ria terhadap isu perempuan, selain karena ia seorang perempuan, juga karena ia merasa masih banyaknya perempuan yang belum memiliki ilmu, kemampuan dan kesadaran tentang perannya. Menurutnya, perempuan tidak terlalu mementingkan dirinya untuk tampil.

“Kadang perempuan memarginalkan diri sendiri.  Padahal belum tentu kemampuan laki-laki lebih baik dari perempuan. Berikan peran sekecil apapun sebagai perempuan, misalnya peran pendidikan di keluarga”, ucap Ibu Ria.

Kemudian Ibu Ria menambahkan, begitu masyarakat mengetahui ada kepala SKPD dan juga aleg DPRD perempuan, perempuan menjadi berani bersuara.

“Kalau ada kemungkinan, bersuaralah. Yang penting kita paham esensi permasalahan. Bagaimana bisa berani bicara kalau tidak paham pokok persoalan. Sehingga perlu belajar. Kekuatan literasinya paling penting dan dengan banyak membaca”, saran Ibu Ria kepada para perempuan.

Penguatan Kapasitas Anggota Legislatif

Untuk memperkuat kapasitas anggota DPRD, BaKTI didukung Program MAMPU melakukan serangkaian kegiatan, misal public speaking, legal drafting, budgeting,fungsi penganggaran, tupoksi dan mentoring technical assistance (TA). Hal ini dimaksudkan agar anggota DPRD yang berasal dari berbagai kalangan dan latar belakang keilmuan dapat mengetahui tugas, kewajiban dan fungsi peran anggota legislatif. Kegiatan ini dirasakan manfaatnya oleh Ibu Ria pada khususnya.

“Pelatihan dan penguatan dari MAMPU ini luar biasa. Walaupun selama ini saya sudah bisa berbicara, tapi belum sistematis dan belum bisa beretorika. Sekarang lebih terstruktur, intonasi bagus. Selain itu juga saya jadi tahu proses pembuatan perda, bahwa harus ada uji publik, Naskah Akademik, dll”, kata Ibu Ria.

Dalam proses pembuatan legal drafting, sebelumnya naskah akademik tidak menjadi syarat dalam proses pembuatan kebijakan. Namun saat ini naskah akademik menjadi wajib. Namun, masih banyak anggota legislatif yang tidak mengetahui hal tersebut. Setelah mengetahui adanya syarat ini, Ibu Ria semakin memahami tupoksi dan proses yang benar, serta senantiasa melakukan assesment dan mengikuti prosedur dalam pembuatan sebuah kebijakan, khususnya raperda.

Salah satu peran penting Ibu Ria adalah memperjuangkan anggaran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Maros. Mulanya, anggaran ini tidak dimasukkan dalam anggaran Maros walaupun secara kelembagaan sudah dibentuk. Dana yang ada hanya sebesar 8 juta rupiah. Namun mengingat pentingnya isu-isu terkait P2TP2A ini, Ibu Ria memperjuangkan dana untuk pengelolaan P2TP2A.

Dengan perannya sebagai ketua Komisi, Ibu Ria mampu bekerjasama dengan SKPD yang menjadi penentu kebijakan dan bertemu mereka jika ada masalah terkait perempuan di Maros. Kemudian Ibu Ria mengusulkan penambahan anggaran untuk penanganan kasus perempuan dan anak-anak dalam anggaran perubahan di Maros. Usulan ini akhirnya diterima dan diterapkan pada APBD sejak tahun 2015 sampai sekarang.

Reses Partisipatif di Maros

Salah satu bentuk kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat oleh anggota legislatif adalah melalui reses. Akan tetapi, dalam praktiknya banyak reses yang dilakukan hanya bersifat formalitas saja, dan kurang memberikan manfaat bagi masyarakat maupun DPRD. Ada anggapan bahwa reses menjadi ajang penghakiman dan penuntutan janji-janji anggota legislatif oleh konstituen.

Untuk mengubah hal tersebut, Program MAMPU memperkenalkan Reses Partisipatif kepada anggota legislatif di Maros. Reses berperan sebagai media untuk informasikan program pemerintah dan peran-peran DPR dalam pembuatan dan pemantauan kebijakan. Dalam reses partisipatif, peserta yang hadir berasal dari perwakilan berbagai pihak dan mengajak masyarakat aktif menyampaikannya. Ibu Ria adalah salah satu anggota legislatif pertama yang terbuka untuk reses partisipatif ini. Dengan publikasi media yang ada, akhirnya anggota legislatif lainnya juga tertarik untuk melakukan reses partisipatif.

Untuk mempermudah proses, sebelum dilakukan reses, MAUPE menjembatani para anggota Kelompok Konstituen yang ada di Maros untuk bertemu dengan Ibu Ria secara langsung. Perwakilan dari mereka melakukan hearing dan menyampaikan permasalahan di desa. Dari situ, Ibu Ria akan menindaklanjuti permasalahan tersebut dan menyampaikan dalam reses bertema. Salah satu contoh yang ada adalah kendala dalam program kesehatan ibu hamil dan menyusui. Ibu Ria merespon permasalahan tersebut dengan turun langsung menyelesaikannya. Penguasaan permasalahan lapangan membuat Ibu Ria terpilih dan dipercaya menjadi Ketua Komisi.

Ditulis berdasarkan hasil wawancara oleh Desy Mutialim (Communications and Knowledge Management Manager – Program MAMPU)

Penyampaian Aspirasi Warga Waihaong Ambon Lewat Reses Partisipatif

Arika Mahina, mitra BaKTI yang didukung oleh Program MAMPU, melakukan FGD model Reses Partisipatif  di Kelurahan Waihaong, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Maluku. Kegiatan ini diikuti oleh Kelompok Konstituen (KK) Paparisa dan dihadiri oleh Ketua Komisi III DPRD Kota Maluku, Bapak Rovik Akbar.

Usulan KK untuk perbaikan sanitasi lingkungan seperti saluran got, mendapat respon yang cepat dari Ketua Komisi III tersebut. Bapak Rovik memasukkan aspirasi ini dalam pembahasan anggaran 2016.

Sebagai realisasi usulan, Tim dari Arika Mahina bersama Ketua Komisi III dan konsultan, melakukan survey dan pengukuran lokasi di Kelurahan Waihaong untuk pembangunan sanitasi tersebut.

Reses Partisipatif Beri Ruang Keterlibatan Perempuan Miskin di Lombok Timur

Wakil rakyat atau anggota parlemen (DPR/DPRD) sebagai representasi rakyat dalam menjalankan fungsinya tetap mengacu pada kebutuhan dan suara konstituen. Kebutuhan itu beragam, mulai dari kebutuhan yang paling mendasar hingga aspek sosial dan budaya.

Untuk mendengarkan suara konstituen, dalam setahun sebanyak tiga kali anggota DPR/DPRD mengunjunginya untuk melihat, merasakan dan mendengarkan secara langsung persoalan yang dihadapi, serta memastikan program yang dilakukan pemerintah dirasakan dampaknya secara langsung oleh masyarakat. Kunjungan ke konstituen ini dikenal sebagai Reses.

Reses menjadi penting karena anggota DPR/DPRD mengunjungi konstituen di daerah pemilihan (dapil) masing-masing untuk: (1) menyampaikan/melaporkan apa yang telah dikerjakannya sebagai anggota DPR/DPRD; (2) memantau/mengawasi realisasi pembangunan di dapil masing-masing; (3) melihat lebih dekat berbagai permasalahan di dapil; dan (4) menerima atau menjaring aspirasi konstituen di dapil.

Bagi kostituen, reses adalah salah satu sarana yang efektif dalam mengusulkan suatu kegiatan. Dan proses eksekusinyapun dirasakan cepat, dengan berbasis kebutuhan prioritas konstituen.  Dengan besaran alokasi peserta yang cukup banyak, ruang partisipasi perempuan miskin sangat terbuka dan menemukan tempatnya.

Partisipasi Perempuan

Namun, berkaca pada model reses yang selama ini dilakukan oleh anggota parlemen, dengan anggaran yang besar, seharusnya mereka mendapatkan usulan-usulan yang variatif dari masyarakat. Tetapi yang terjadi pada setiap reses adalah usulan yang banyak dikeluhkan atau disampaikan warga selalu terkait infrastruktur. Oleh karenanya, warga miskin dan perempuan yang seharusnya mengusulkan bantuan kebutuhan langsung atau pokok, tidak selalu masuk di dalam usulan yang dibawa oleh anggota parlemen. Hal ini karena peserta yang menghadiri reses didominasi oleh laki-laki, pemerintah setempat, dan elit.

Maka, Reses Partisipatif muncul dari harapan publik agar bisa menjadi sarana yang efektif bagi anggota legislatif untuk mendengar aspirasi dan kehendak masyarakat yang diwakilinya. Selama ini, sebagian besar reses hanya diwakili oleh konstituen laki-laki. Tetapi, dengan metode partisipatif dan mengedepankan keterwakilan perempuan, khususnya suara perempuan miskin, maka suara perempuan dapat didengar langsung oleh anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

Selain mengutamakan keterwakilan perempuan, Reses Partisipatif juga menggunakan metode yang lebih partisipatif. Usulan-usulan masyarakat dilakukan dalam diskusi kelompok dan dipresentasikan di depan anggota DPRD. Usulan-usulan tersebut menjadi dokumen bagi peserta reses dan akan dibawa oleh anggota DPRD.

Pola ini perlu dikembangkan agar aspirasi yang diperjuangkan anggota DPRD betul-betul murni, lahir dari persoalan sehari-hari masyarakat, suara perempuan miskin dan kelompok marginal. Sehingga reses tidak hanya menyampaikan kebutuhan dan kepentingan kepada wakil rakyat, tetapi dapat dioptimalkan sebagai sarana advokasi kepentingan konstituen dan publik yang lebih luas.

Reses Partisipatif di Lombok Timur

Kantor Sub-office MAMPU BaKTI di Nusa Tenggara Barat melakukan pengembangan Reses Partisipatif di Lombok Timur. Hal ini diapresiasi oleh DPRD Kabupaten Lombok Timur.

Reses Partisipatif tersebut kemudian dipraktikkan oleh pimpinan DPRD. Ketua DPRD Lombok Timur (H. Khaerul Rizal) melakukan Reses secara Partisipatif yang dipusatkan di Pondok Pesantren Syafi’iyah Darul Muhsin Nahdlatul Wathan dan Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan (MI NW) Dasan Lekong. Sedangkan untuk Wakil Ketua DPRD, Fadil Na’im, melakukan reses partisipatif di Desa Peneda Gandor dan Desa Labuhan Haji, Kecamatan Labuhan Haji. Sementara anggota parlemen perempuan (APP) Baiq Nurhasanah, melaksanakan reses di rumahnya, Desa Sukamulia, Kecamatan Suralaga.

H. Khaerul Rizal mengatakan, “Reses Partisipatif memberikan ruang seluas-luasnya bagi perempuan”.

Dengan tingkat kehadiran peserta reses mencapai 100 % dan tingkat partisipasi dan keaktifan peserta mencapai 85 %, dari proses tersebut dihasilkan dokumen aspirasi yang valid yang terbagi dalam beberapa sektor prioritas, seperti: Kesehatan, Sosial Budaya, Pendidikan, Pertanian, Infrastruktur, dan Program Perlindungan Sosial.

Reses sebagai Sumber Legitimasi

Reses adalah kewajiban anggota DPRD yang diselenggarakan secara berkala dalam 3 kali masa sidang. Khusus anggota DPRD Kabupaten Lombok Timur yang berjumlah 50 orang, mereka akan hadir secara langsung ke masyarakat.

Dengan jumlah pertemuan yang berlangsung sebanyak 3 kali periode reses x 6 pertemuan = 18 kali pertemuan dengan dihadiri rata-rata 90 peserta, maka terhitung sekitar 1.620 orang peserta hadir dan bertemu setiap tahunnya untuk setiap anggota DPRD nya, atau 81.000 peserta reses untuk 50 anggota DPRD.

Melihat jumlah ini, reses menjadi sumber legitimasi bagi fungsi budgeting, legislasi, dan pengawasan yang dimiliki oleh anggota DPRD. Dan hal ini bisa dijadikan sebagai instrumen pembanding bagi proses perencanaan pembangunan yang dihimpun melalui musrenbang desa (kelurahan), kecamatan, kabupaten/kota, hingga perumusan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang diajukan oleh eksekutif.

Jika reses dilakukan secara benar, maka usulan dalam reses dapat dipertemukan dengan usulan dalam Musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan). Usulan-usulan tersebut dipastikan akan sama karena berasal dari masyarakat, keterwakilan, dan lokasi yang sama.

Urgensi Reses Partisipatif

Dengan melihat pola pelaksanaan reses yang berlangsung selama ini, Reses Partisipatif memberikan keuntungan tersendiri bagi anggota DPRD. Misalnya memudahkan anggota DPRD dalam mengidentifikasi persoalan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dan mampu menjalin komunikasi yang intensif dengan pola partisipatif antara pemilih dengan anggota DPRD.

Melalui Reses Partisipatif juga, diharapkan memudahkan anggota DPRD dalam merawat jaringan tim sukses dan partai yang selama ini mendukungnya. Yang terpenting dari semua itu, melalui anggota DPRD ada kemungkinan peningkatan alokasi advokasinya, di luar besaran kesepakatan plafon aspirasi yang telah diperjuangkan sehingga advokasi kepentingan konstituen semakin optimal. Muaranya, Reses Partisipatif melahirkan dokumen aspirasi masyarakat yang faktual (data per hari ini), legitimate (81.000 peserta per tahun), dan terukur.

Reses Partisipatif, bukan hanya memudahkan capaian kinerja DPRD, melainkan eksekutif juga dapat mengambil manfaat dari pola ini. Pemerintah daerah bisa mendapatkan data primer langsung dari masyarakat terkait dengan aspirasi masyarakat yang telah dihimpun melalui Reses Partisipatif, sehingga memudahkan sinkronisasi program dan kegiatan yang dihasilkan melalui pendekatan partisipatif-teknokratik dengan pendekatan politis melalui parlemen. Maka dari itu, fungsi saling dukung dokumen antara keduanya, melahirkan perencanaan yang lebih valid melalui partisipasi masyarakat yang lebih besar.

Adapun manfaat bagi masyarakat (konstituen) yaitu mereka dapat memantau perkembangan aspirasinya melalui wakil-wakilnya. Mereka dapat menilai secara langsung wakil rakyat yang sungguh-sungguh mengadvokasi kepentingannya, serta bisa merasakan kebijakan pembangunan yang tumbuh dari kehendak masyarakat bersama.

Dilaporkan oleh: Nur Janah dan M. Ghufran H. Kordi K.