Bappeda Adakan Pelatihan PPRG bagi Driver PUG di Kabupaten Belu, NTT

Pemda Belu, yang diwakili oleh Bappeda, bekerjasama dengan Yayasan BaKTI melalui Program MAMPU, mengadakan pelatihan penguatan kelompok kerja Pengarusutamaan Gender (PUG) bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Hal ini berangkat dari keinginan untuk meningkatkan kualitas anggaran yang responsif gender. Hal ini dirasakan dalam penyusunan Program dan Anggaran OPD yang belum sepenuhnya menggunakan Analisis Gender dan Data Terpilah sebagai prasyarat PUG.

Karena terkait dengan Program MAMPU-BaKTI, PPSE-KA sebagai mitra Yayasan BaKTI di Kabupaten Belu mendorong advokasi kebijakan dan anggaran yang responsif gender, khususnya bagi perempuan dan anak korban kekerasan melalui layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Untuk itu pada tanggal 14 dan 15 Juni 2017, bertempat di Gedung Betelalenok, Kabupaten Belu, dilaksanakan Pelatihan PPRG (Perencanaan Penganggaran Responsif Gender) bagi Driver PUG di Kabupaten Belu.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menguatkan Kelembagaan PUG, melatih staff perencanaan dari OPD untuk membuat analisis gender dengan menggunakan tools gender analysis pathway (GAP) dan Gender Budget Statement (GBS), serta mempelajari dan menganalisis Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) Kab. Belu.

Kegiatan ini dihadiri dan dibuka oleh Wakil Bupati Belu, J.T Ose Luan. Dalam sambutan pembukaannya, J.T. Ose Luan menyampaikan, “Program Pembangunan dan Penganggaran di Kabupaten Belu harus mengutamakan kesetaraan gender agar terjadi keadilan, terutama dalam menyusun program bagi perempuan dan anak”.

Pada pelatihan ini, hadir pula Destri Handayani, Kasubdit Pemberdayaan Perempuan dan PUG, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas yang menjadi narasumber pelatihan. Destri Handayani menyampaikan materi tentang Konsep Gender dan PUG dalam Pembangunan Nasional.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 62 Orang yang terdiri dari 24 laki-laki dan 38 perempuan, yang berasal dari 33 OPD di lingkup Pemda Belu. OPD tersebut beberapa di antaranya adalah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dinas Kesehatan, Disnakertrans, Bappeda, Inspektorat, Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D), Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat, Bagian Organisasi, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB), dll.

Benny dari Bappeda sebagai penyelenggara kegiatan menyatakan, “Kami sangat senang dengan adanya kegiatan ini. Walaupun pemahaman tentang PUG sudah lama didengungkan, tetapi dengan pelatihan ini memberikan manfaat khususnya kepada setiap OPD tentang pemahaman gender. Diharapkan, ke depannya penyusunan program dan anggaran sudah bisa responsif gender, termasuk perlu diusulkan agar dibuatkan Peraturan Bupati, agar setiap OPD membuat analisis GAP dan GBS”.

Hal serupa juga dirasakan oleh salah satu peserta dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Agustina Haleserens, S.Psi (Kasubag Perencanaan dan Pelaporan), “Saya merasakan manfaat dari pelatihan ini karena mengerti tentang GAP dan GBS. Harapannya, dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran nanti bisa diaplikasikan.”

Kegiatan ini difasilitasi oleh Misbah Hasan (SEKNAS FITRA) dan Humaira Husain.

Dilaporkan oleh: Muh. Taufan (BaKTI)

TOT Kepemimpinan Perempuan di Ambon

 

Pada 9 – 12 Mei 2017 yang lalu, mitra MAMPU yang ada di Ambon, Maluku mengadakan ToT Kepemimpinan Perempuan. Kegiatan yang difasilitasi oleh Walang Perempuan ini, menyampaikan berbagai materi seputar Kepemimpinan Perempuan, salah satunya adalah materi konsep dasar gender dan seksualitas.

Materi lainnya adalah refleksi kepemimpinan perempuan, tantangan dan peluang, yang disampaikan oleh Ibu Mercy Barends, anggota DPR RI Daerah Pemilihan Maluku.

Selain paparan materi, peserta juga melakukan diskusi kelompok dan mempresentasikan hasil diskusinya.

Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Kunjungi Mitra MAMPU di Ambon

Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Dr. Justin Lee didampingi First Secretary, Murray O’Hanlon melakukan kunjungan ke Ambon untuk bertemu dengan mitra Program MAMPU. Mitra-mitra tersebut antara lain: Yayasan Arika Mahina, Yayasan Gasira, dan Yayasan Walang Perempuan. Kunjungan yang dilaksanakan pada 26 April 2017 ini, bertempat di Kantor Yayasan Arika Mahina.

Pertemuan ini membicarakan perkembangan kehidupan sosial masyarakat Maluku, sekaligus membahas perkembangan Program MAMPU yang dikelola oleh masing-masing lembaga serta kontribusinya bagi masyarakat.

Dr. Justin Lee memberikan apresiasi atas kerja yang telah dicapai oleh mitra MAMPU terhadap masalah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan berharap mitra MAMPU tetap semangat.

Dilaporkan oleh: Jemmy Talakua, Koordinator Program MAMPU-BaKTI Yayasan Arika Mahina

BaKTI dan PPSE: Advokasi Kebijakan “Pembahasan Renstra Dinas PPPA Belu”

Yayasan BaKTI dan Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Atambua (PPSE-KA) melakukan advokasi kebijakan legislasi untuk penyusunan rencana strategis (Renstra) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Advokasi yang berlangsung pada 15 Mei 2017 yang lalu ini dilaksanakan di kantor PPSE-KA.

Beberapa perwakilan SKPD yang hadir antara lain dari Dinas PPPA, Dinas Nakertrans, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan BPAD Kabupaten Belu. Penyusunan Renstra membutuhkan proses dan perlu dilakukan pertemuan-pertemuan yang intensif, khususnya terkait dengan data tentang Perempuan dan Anak.

Sementara itu, dalam lampiran Renstra dan indikator pencapaian sangat tergantung pada data awal sebagai pijakan untuk melihat pencapaian, baik per tahun maupun lima tahun ke depan.

Kepala Dinas PPPA dr. Jois Manek menyampaikan bahwa Dinas ini adalah Dinas yang baru dibentuk. Adanya program MAMPU bekerjasama dengan Yayasan BaKTI- Makassar dan PPSE Keuskupan Atambua, sangat membantu untuk mewujudkan kemajuan kegiatan Dinas PPPA Kabupaten Belu ke depan.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan ini, tim MAMPU-BaKTI dan PPSE mendatangi kantor Dinas untuk memberikan pemahaman bagi seluruh staf dinas terkait gender dan alur serta mekanisme kerja Dinas PPPA sehingga tercipta sinergi dalam pelaksanaan kegiatan program ke depan. Selain itu, saat ini Kabupaten Belu belum memiliki Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Oleh karenanya, BaKTI dan PPSE turut mendampingi dan mengawal dinas PPPA dalam membentuk P2TP2A tersebut.

Kartini di Mata Lusia Palulungan

Menyambut Hari Kartini, MAMPU ingin memperlihatkan Kartini di mata perempuan-perempuan hebat masa kini yang berjuang demi kepentingan perempuan.

Salah satunya adalah Lusia Palulungan. Lusia Palulungan, akrab dipanggil Lusi adalah Koordinator Program untuk MAMPU di Yayasan BaKTI. Lusi fokus terhadap isu gender; dukungan hukum dengan perspektif perempuan pada kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan, dan kekerasan perkawinan; peningkatan kapasitas bagi anggota parlemen perempuan; legal drafting; resolusi konflik; pluralisme; dan pengembangan masyarakat.

Berikut hasil duduk bareng MAMPU dengan Lusi mengenai Kartini dan nilai-nilai perjuangan Kartini yang beliau ambil untuk perjuangannya bagi perempuan Indonesia.

 

Apa yang biasanya Kak Lusi dengar tentang Kartini dan Hari Kartini?

Yang saya dengar selama ini tentang Kartini adalah tentang perjuangannya terhadap emansipasi perempuan. Hal ini juga dipahami masyarakat secara umum bahwa Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan negeri ini yang belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diizinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria, bahkan belum diizinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.

Sedangkan yang saya lihat selama ini tentang peringatan Hari Kartini, yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta hanya dalam bentuk upacara, penggunaan atribut dan pakaian “perempuan” (kebaya dan sanggul) yang dilakukan terus-menerus. Biasanya upacara peringatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi perempuan yang merupakan sub-ordinat dari organisasi pemerintah atau swasta.

 

Sisi mana yang sebenarnya Kak Lusi ingin masyarakat lebih tahu tentang perjuangan Kartini?

Yang saya ingin masyarakat lebih tahu adalah perjuangan Kartini melawan penindasan terhadap perempuan dan melawan penjajahan. Penjajahan asing (Belanda), sekaligus penjajahan terhadap kaumnya sendiri. Kartini memperjuangan perempuan agar memperoleh kesempatan atau akses yang sama dengan laki-laki di arena publik, terutama saat itu pada bidang pendidikan.

 

Apa nilai-nilai dari perjuangan Kartini yang Kak Lusi ambil dan tuangkan dalam perjuangan yang Kak Lusi lakukan?

Nilai penting dalam perjuangan Kartini yang saya ambil adalah keadilan dan kesetaraan. Nilai tersebut selama ini saya gunakan dalam setiap aktivitas saya dalam upaya meningkatkan kapasitas dan posisi perempuan di ranah publik.

 

Adakah capaian yang Kak Lusi rasa paling membanggakan yang diraih dalam memperjuangkan hak dan kepentingan perempuan Indonesia?

Sejak lulus dari Fakultas Hukum tahun 1997, saya langsung bekerja di LBH untuk Perempuan (LBH P2i) dan kemudian mendirikan LBH APIK Makassar tahun 2002. Pengalaman ini sangat membanggakan karena saya dapat mendedikasikan diri untuk kemajuan perempuan pencari keadilan yang mengalami kekerasan.

Sejak tahun 1998 saya bekerja secara pro-bono bagi perempuan korban kekerasan. Berdasarkan pengalaman bahwa hukum tidak sepenuhnya dapat memberikan rasa keadilan bagi perempuan korban, maka saya merasa peningkatan kesadaran hukum masyarakat penting dilakukan.

Akhirnya, sejak 2003, saya mulai aktif mengembangkan paralegal berbasis komunitas yang sampai saat ini masing terus berkembang. Para perempuan komunitas telah memiliki kemampuan untuk memperjuangkan hak-hak hukumnya bahkan juga telah mampu membantu orang lain di lingkungannya yang memiliki masalah hukum. Bahkan ada di antara paralegal yang telah dilatih pada tahun 2003, sampai saat ini telah menangani lebih dari 100 kasus dan masih aktif mendampingi.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai direktur LBH APIK Makassar, perjuangan untuk memajukan perempuan selalu mewarnai kerja-kerja pembangunan yang saya tekuni. Dengan diterapkannya affirmative action (30%) yaitu keterlibatan perempuan dalam segala bidang, merupakan salah satu upaya yang membanggakan yang dulu juga turut diperjuangkan. Hal ini kemudian berdampak di tingkat parlemen, terutama anggota DPRD dimana terjadi peningkatan jumlah perempuan.

Melalui Program MAMPU BaKTI, saya berkesempatan untuk turut menguatkan kapasitas anggota DPRD. Dimana saat ini juga mengalami peningkatan yang sangat membanggakan. Anggota DPRD perempuan di beberapa daerah berani tampil dan mengambil peran dalam setiap agenda-agenda di DPRD. Mereka telah menduduki jabatan strategis seperi pimpinan DPRD, ketua komisi, sekretaris dewan etik, termasuk sebagai ketua atau sekretaris pansus yang membahas kebijakan-kebijakan yang responsif gender dan pro poor.

Di sisi lain melalui Program MAMPU BaKTI, saya melakukan pemberdayaan masyarakat dengan membentuk Kelompok Konstituen (KK). KK umumnya diorganisir oleh perempuan untuk meningkatkan akses masyarakat dan perempuan miskin terhadap layanan-layanan pemerintah.

Hal ini juga meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan di tingkat desa atau kelurahan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya partisipasi perempuan dalam proses pembangunan, khususnya di tingkat desa atau kelurahan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang) dan partisipasi pembangunan lainnya.

Terus berkarya untuk perempuan Indonesia, Kak Lusi!

Musrenbang Perempuan dan Anak Pertama Parepare Dorong Partisipasi dalam Perencanaan Pembangunan

Bappeda (Badan Penelitian dan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kota Parepare melakukan inovasi dalam proses perencanaan pembangunan dengan melaksanakan Musrenbang Perempuan dan juga Musrenbang Anak untuk pertama kalinya pada 1-2 Maret 2017 lalu, bertempat di rumah jabatan Walikota Parepare.

Musrenbang Perempuan yang dilaksanakan pada hari kedua, difasilitasi oleh Ibrahim Fattah dari YLP2EM, serta Ghufran H. Kordi dan Puspita Ratna Yanti dari Yayasan BaKTI. Peserta Musrenbang sebanyak 60 orang, terdiri dari organisasi perempuan, kelompok konstituen (KK), kelompok usaha perempuan, petani perempuan, nelayan perempuan, kelompok pengrajin, Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polresta Parepare, wakil dari perempuan penyandang disabilitas, serta perencana organisasi perangkat daerah (OPD).

Dalam sambutan pembukaannya, Walikota Parepare Taufan Pawe, menyatakan bahwa, perempuan harus menjadi bagian yang mendorong kemajuan Kota Parepare. “Parepare akan dua kali lebih maju dan lebih baik, karena perempuan dan anak juga sudah dilibatkan dan terlibat dalam perencanaan pembangunan,” ungkap Taufan.

 

Ruang Perempuan

Pelaksanaan Musrenbang Perempuan dan Anak ini merupakan inovasi, karena selama ini musrenbang belum benar-benar melibatkan perempuan sebagai subyek. Seringkali, kehadiran perempuan dalam musrenbang merupakan perwakilan dari kelompok elit, ataupun hanya berfungsi sebagai kelengkapan administrasi dan menjadi penyedia dan pengatur konsumsi.

Karena itu, sekalipun Musrenbang dilakukan setiap tahun dan berjenjang, permasalahan perempuan banyak yang tidak tersentuh. Hasil musrenbang seringkali tidak membawa manfaat bagi perempuan, anak, atau kelompok marjinal lainnya, karena kebutuhan mereka seringkali tidak terpikirkan oleh kelompok laki-laki. Selain itu, seringkali, perencanaan dan kebijakan yang hanya dibuat oleh laki-laki tidak dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam masyarakat, karena tidak mendapat masukan dan sudut pandang dari perempuan dan anak sebagai bagian dari subjek pelaksanaan kebijakan.

Dengan begitu, musrenbang perempuan dan anak menjadi sebuah inovasi yang dapat dibanggakan. Kebijakan Pemerintah Kota Parepare tersebut merupakan suatu terobosan yang sangat berharga.

Upaya membuka ruang partisipasi perempuan dalam musrenbang, sebetulnya telah diupayakan Pemerintah Kota Parepare melalui Perda Kota Parepare No. 1 Tahun 2010 tentang Perencanaan dan Penganggaran daerah Berbasis Masyarakat. Namun, keterwakilan perempuan masih terbatas pada kelompok elit. Di samping itu, usulan-usulan perempuan tidak selalu diakomodasi dalam dokumen perencanaan.

Pada 2015 Pemerintah mengesahkan Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor No. 12 Tahun 2015 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Pasal 10 huruf c Perda tersebut mewajibkan pemerintah melaksanakan pra Musrenbang Perempuan dan Anak, yang kemudian diimplementasikan pada tahun 2017 ini.

Metode Musrenbang Perempuan dan Anak dilaksanakan dalam bentuk yang lebih partisipatif, dengan menggunakan teknik curah pendapat (brain storming), diskusi kelompok, dan presentasi. Peserta dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) kelompok infrastuktur, (2) kelompok ekonomi, dan (3) kelompok sosial budaya. Dalam diskusi kelompok, peserta mengidentifikasi berbagai permasalahan perempuan, selanjutnya menganalisis cara penyelesaian masalah tersebut, dan membuat prioritas untuk diakomodasi dalam dokumen perencanaan.

Masing-masing kelompok memilih tiga orang sebagai wakil untuk merumuskan dan mempertajam hasil musrenbang tersebut, yang kemudian akan di bawa pada Musrenbang Kota Parepare pada 8 Maret 2017.

 

“Memanusiakan Pembangunan”

Pelaksanaan Musrenbang Perempuan yang pertama ini masih memiliki beberapa kekurangan, di antaranya adalah waktu yang terbatas, peserta yang cukup banyak, dan pembagian kelompok yang hanya membatasi tiga sektor sebagaimana yang digunakan dalam musrenbang konvensional.

Kekurangan ini juga diakui oleh E. W. Ariady, Kepala Bidang (Kabid) Sosial Budaya Bappeda Kota Parepare. Menurutnya, sebagai langkah awal, musrenbang ini diharapkan dapat memberi pelajaran untuk perbaikan pada musrenbang di tahun-tahun yang akan datang. ”Ke depan, Musrenbang Perempuan harus dilakukan di tingkat kecamatan, sehingga perwakilan-perwakilan perempuan, terutama perempuan marjinal dapat diakomodasi dan menjadi peserta aktif dalam Musrenbang,” demikian harapan E. W. Ariady, yang akrab dipanggil pak Edy ini.

Terlepas dari sejumlah kekurangan dari musrenbang perempuan yang pertama ini, langkah Pemerintah Kota Parepare melaksanakan musrenbang ini patut diapresiasi. Dengan memberi ruang bagi perempuan untuk terlibat dalam perencanaan pembangunan dan penyusunan kebijakan, Pemerintah Kota Parepare tidak hanya melakukan terobosan dalam pembangunan, tetapi juga telah berusaha “memanusiakan pembangunan”, dengan membuka ruang untuk berbagai kelompok masyarakat.

Ditulis oleh M. Ghufran H. Kordi. K. (BaKTI)

Kelompok Konstituen Naekasa, NTT Dorong Partisipasi Perempuan dalam Pemerintahan Desa

Undang-Undang Desa membuka peluang bagi perempuan desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Namun partisipasi perempuan desa tidak serta-merta dapat diakomodasi di dalam kelembagaan yang ada. Sedikit sekali perempuan terlibat di dalam lembaga pemerintahan desa dan lembaga atau organisasi di luar pemerintahan.

Di dalam kelompok petani, peternak, usaha bersama, dan lainnya yang ada di desa, hanya sedikit sekali melibatkan perempuan. Karena itu, aspirasi perempuan tidak mudah diakomodasi dalam dokumen perencanaan dan kebijakan di desa.

Upaya para pihak untuk mendorong penguatan perempuan, termasuk dalam bentuk kelompok adalah salah satu jalan keluar untuk memfasilitasi perempuan dalam berpartisipasi melalui kegiatan desa terkait dengan kebijakan dan perencanaan.

Langkah strategis yang dilakukan program MAMPU adalah membentuk Kelompok Konstituen (KK). Kelompok yang dibentuk ini adalah sebagai wadah untuk menghimpun perempuan desa agar dapat menyuarakan hak-haknya, serta mengadvokasi kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan perempuan desa menuju kesejahteraan hidup.

Perjuangan yang dilakukan Kelompok Konstituen (KK) Lalian Tolu Desa Naekasa, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur berhasil mempengaruhi kebijakan Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk mengumpulkan perwakilan perempuan dari setiap dusun di Desa Naekasa, guna membicarakan persoalan kaum perempuan di sana.

Dalam pertemuan bersama ini, perempuan miskin dan perempuan desa lainnya menyampaikan aspirasi tentang kemampuan dan potensi yang dimiliki saat ini. Namun sejauh ini belum ada dukungan dari para pihak.

Setiap kegiatan Musyawarah Dusun dan Musyawarah Desa hampir tidak melibatkan perempuan untuk hadir dalam pertemuan. Musyawarah lebih didominasi oleh kaum laki-laki.

Pada tempat terpisah, Koordinator Program MAMPU PPSE Keuskupan Atambua, menjelaskan bahwa Kelompok Konstituen di desa sesungguhnya merupakah wadah untuk mengorganisir kaum perempuan untuk bisa bersuara dan menyampaikan hak-haknya. Kaum perempuan perlu terlibat, mulai dari musyawarah dusun hingga ada keterwakilan sampai pada tingkat desa.

Perempuan harus mampu untuk memberikan argumentasi terkait usulan kegiatan untuk kepentingan kelompok perempuan, sehingga pemberdayaan kaum perempuan benar-benar menjadi salah satu perhatian serius dari pemerintah Desa.

Menyimak hasil pembicaraan dan diskusi yang begitu alot, Ketua BPD Desa Nakeasa menegaskan bahwa perhatian pemerintah saat ini tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga penguatan kapasitas manusia. Isu Gender juga menjadi salah satu isu prioritas yang membutuhkan perhatian dari pemerintah desa.

Romanus M. Kali selaku ketua BPD menegaskan, “Sekembalinya dari pertemuan ini, diharapkan agar segera dibentuk kelompok perempuan tingkat dusun, dan mempersiapkan usulan kegiatan yang cocok dengan konteks dusun. Sehingga bisa diusulkan pada musyawarah dusun, dan dikawal hingga Musyawarah Rencana Pengembangan Desa. Usulan kegiatan yang tidak lolos ke Kabupaten, akan menjadi perhatian pemerintah desa melalui Anggaran Pendapatan, dan Belanja Desa (APBDes) dan Alokasi Dana Desa (ADD)”.

Ibu Herikulana Taek menambahkan,“Oleh karenanya, kelompok tenun perempuan maupun kelompok usaha sayur-mayur dapat didukung dengan dana dari APBDes atau ADD tersebut.”

Pada akhirnya keterwakilan perempuan yang hadir merasa bahwa hasil pertemuan ini benar-benar memberikan satu dukungan untuk kaum perempuan agar bisa berjuang menuju kesejahteraan hidup ke depan.

DItulis oleh: Mikhael Leuape

Andi Nurhanjayani: Jaminan Kesehatan untuk Warga Kota Parepare, Sulawesi Selatan

Andi Nurhanjayani, atau lebih dikenal sebagai Ibu Andi, merupakan salah satu sosok perempuan yang berjasa dalam pembangunan masyarakat, khususnya perempuan, yang ada di Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Ia adalah anggota DPRD Kota Parepare yang diamanahkan sebagai Ketua Pansus Perlindungan Perempuan dan Anak, serta anggota Komisi III. Salah satu keberhasilan Ibu Andi di DPRD adalah dalam hal advokasi APBD Kabupaten dan provinsi untuk pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi warga Parepare tahun 2016.

Sebelum menjadi anggota legislatif, Ibu Andi sudah terlibat aktif dalam berbagai kegiatan terkait perempuan. Sejak tahun 1999, Ibu Andi mulai melihat dan menyadari betapa kompleksnya isu-isu yang dihadapi perempuan, mulai dari ekonomi, sosial maupun budaya, sementara kebijakan pemerintah kota belum mengarah pada perlindungan dan pemberdayaan terhadap perempuan. Inilah yang mendorong Ibu Andi untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan dan masyarakat marginal melalui DPRD.

Beliau pun mulai aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungannya, mulai dari menjadi relawan pemantau pemilu, petugas lapangan Wahana Wisata Lingkungan Makassar, relawan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat Parepare, aktif dengan rekan-rekan aktivis perempuan melalui Forum Pemerhati Masalah Perempuan Makassar, dan kemudian masuklah di Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan membentuk cabang KPI di Parepare. Semuanya berfokus untuk membangun kehidupan perempuan. Beliaupun mendorong pembentukan kelompok-kelompok balai perempuan dan kelompok pengembangan perempuan ketika di KPI.

Teman-teman aktivis kemudian mendorongnya untuk masuk menjadi anggota KPU Kota Parepare. Setelah berkecimpung di KPU, beliau bergabung dengan salah satu partai terbesar di Indonesia dan kemudian ikut serta dalam pencalonan anggota legislatif DPRD Parepare periode 2009 – 2014. Ia berhasil terpilih dan menduduki kursi anggota DPRD dalam pemilihan umum. Selama di DPRD, beliau bertugas di Komisi I selama 2 tahun, Komisi III selama 2 tahun, Komisi II selama 1 tahun (Komisi Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteran Rakyat), dan selama 5 tahun menjadi Anggota Badan Anggaran (Banggar).

Saat itu, di DPRD Parepare hanya ada 4 orang anggota legislatif perempuan. Walau begitu, Ia mendorong anggota DPRD perempuan lain untuk aktif turun ke konsituen, berbicara di depan forum, dan berani tampil di depan termasuk saat sidang komisi dan sidang lain di DPRD untuk memperjuangkan kepentingan. Melihat kinerja baiknya, masyarakat Parepare kembali memilihnya untuk periode 2014-2019.

Tahun 2016 BPJS Kesehatan Warga Parepare Ditanggung Pemerintah

Keberhasilan terbesar yang dicapai Ibu Andi adalah advokasi dana APBD pemerintah Parepare untuk menanggung sepenuhnya biaya BPJS Kesehatan bagi seluruh warga Parepare. Hal ini dilatarbelakangi oleh peristiwa yang terjadi di tahun 2014. Saat itu, pemerintah membayar Jamkesda sebagian warga Kota Parepare. Akibatnya program Jamkesda sering menimbulkan polemik. Saat itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel  menanggung sebesar 40 persen, sedangkan Pemerintah Kota Parepare menanggung  60 persen. Masalah yang sering muncul adalah pemerintah sering terlambat membayar biaya Jamkesda kepada rumah sakit sehingga petugas medis atau kesehatan sering mogok bekerja.

Ibu Andi bersama anggota Komisi II memanggil BPJS, Dinas Kesehatan, dan Rumah Sakit membicarakan masalah Jamkesda. Mereka diminta untuk mempresentasikan  anggaran yang dibutuhkan ASKES dan Jamkesda. Setelah data didapatkan, Komisi II mulai menghitung anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai Jamkesda. Hasilnya ditemukan anggaran Jamkesda lebih besar dibandingkan BPJS.

Masalah ini kemudian dikonsultasikan ke Kementerian Kesehatan dan pihak Asuransi Kesehatan (Askes) di Jakarta. Kedua lembaga itu, mendukung program inovatif yang diusulkan ke DPRD Kota Parepare. Komisi II saat itu mendesak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), menindaklanjuti program inovatif ini dan memberikan nota pertimbangan kepada Walikota Parepare agar semua biaya BPJS warga Kota Parepare ditanggung oleh Pemerintah Kota Parepare. Kemudian pemerintah kota melakukan pendataan semua warga untuk dibayarkan BPJS kesehatan. Lalu, disosialisasikan kepada semua warga melalui berbagai saluran komunikasi agar warga segera melakukan pendataan untuk calon peserta BPJS Kesehatan.

Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak, tahun 2016 disepakati anggaran BPJS Kesehatan untuk warga Parepare resmi dimasukan ke APBD sebesar Rp. 17 Milyar. Sejak itu, semua masyarakat Kota Parepare telah memiliki kartu BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Saat ini, warga Kota Parepare sudah menikmati perlindungan sosial seperti BPJS atau Jamkesda. Ke depannya, Ibu Andi akan terus memperjuangkan pemberdayaan, peningkatan kapasitas, dan pengembangan UKM untuk kaum perempuan agar mampu menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomi untuk menopang kebutuhan keluarganya.

Wanita kelahiran tahun 1956 ini berharap, kelak tidak ada warga di Kota Parepare yang menganggur. Selain itu, ia ingin mengubah pola pikir warga agar tidak hanya bercita-cita menjadi PNS. Yang terpenting adalah pendidikan politik bagi perempuan dan masyarakat kecil.

***

Keterlibatan Ibu Andi dengan Program MAMPU dimulai sejak awal program ini berjalan di Parepare. Ia membantu proses dan turut memperjuangkan penandatanganan MoU antara MAMPU dengan DPRD Parepare. Hal ini ia lakukan karena sebagian pelaksana program MAMPU di Parepare adalah rekan seperjuangannya saat menjadi aktivis dulu, serta program yang diusung MAMPU sejalan dengan program yang dijalankannya di Komisi II (Kesehatan, Pendidikan dan kesejahteraan sosial).

Selain itu, Ibu Andi aktif mengikuti berbagai pelatihan yang diadakan oleh Program MAMPU, antara lain pelatihan public speaking, workshop tupoksi DPRD, dan workshop legal drafting.

“Saya mendapat berbagai pelatihan dan juga praktik penyusunan Raperda inisiatif Dewan. Kami mendapatkan pendampingan yang intensif dari LP2EM – BaKTI dan Program MAMPU dalam penyusunan raperda Perlindungan Perempuan dan Anak. Kami jadi tahu bagaimana membuat naskah akademik dan penggalian masalah langsung ke masyarakat. Hal ini sangat penting dan bermanfaat bagi kami”, ujar Ibu Andi.

Adanya pendampingan tersebut membantu para anggota dewan untuk menjaring aspirasi masyarakat yang dapat menambah isi draft raperda tersebut melalui konsultasi publik.

Dilaporkan oleh: Samad Syam dan Suryanti Akkas

Agusnawati: Berbagi Pengetahuan Politik kepada Perempuan

“Awalnya forum-forum aspirasi perempuan desa ini melakukan penguatan-penguatan. Bagaimana advokasi, pendampingan, menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan sosial kita, termasuk bagaimana cara menyampaikan aspirasi ke perlemen. Kami merasa kalau kami bergerak terpisah, perjuangannya tidak terarah. Oleh karena itu kami membentuk Jaringan Perempuan Maros (JPM). Dari JPM ini muncul ide terbentuknya Sekolah Politik Perempuan Maros. Sekolah ini kami kembangkan menjadi kelas politik di desa dengan program MAMPU. Kami menyebutnya kelas politik desa karena para pengajar yang datang untuk mengajar ke desa, siswa-siswa tidak datang ke sekolah.”

– Agusnawati (Pendiri Yayasan Maupe). Maupe adalah salah satu mitra BaKTI yang fokus untuk bekerjasama dengan parlemen untuk semua 5 tema MAMPU.

Kisah Ibu Ria, Anggota DPRD Maros yang Aktif Perjuangkan Isu Perempuan di Sulawesi Selatan

Hj. Haeriah Rahman, atau yang akrab disapa Ibu Ria, adalah salah satu dari 7 perempuan (dari total 35 aleg) di DPRD Maros, Sulawesi Selatan. Ibu Ria merupakan anggota parlemen perempuan yang menjadi champion di DPRD dan kini beliau diamanahkan sebagai Ketua Komisi III yang membidangi Pendidikan dan Kesehatan.

Ketertarikannya untuk bergabung di parlemen disebabkan oleh keinginan Ibu Ria untuk bisa menjadi salah satu pengambil kebijakan penentu nasib rakyat. Ia sudah menjadi anggota partai sejak lama, namun baru aktif setelah anak-anaknya besar. Awalnya, Ibu Ria aktif terlibat di PKK dan Aisyiyah untuk melakukan pemberdayaan perempuan, serta datang ke desa-desa membina keluarga. Beliau bahkan menjadi sekretaris PKK di tingkat kabupaten. Dari sanalah Ibu Ria melihat masih banyak ketimpangan di bawah, terutama perempuan. Oleh karenanya, ia ingin bisa mewarnai kebijakan di Maros.

Keterlibatannya di PKK membuat Ibu Ria sudah dikenal masyarakat. Akan tetapi, setahun sebelum bertarung dalam pemilihan, ia sudah turun  ke berbagai lokasi bahkan ke gunung-gunung untuk bertemu konstituen. Dengan turun ke daerah-daerah, Ia bisa melihat langsung kondisi dan permasalahan masyarakat, salah satunya terkait masalah infrastruktur. Dari aktivitas tersebut, Ia menemukan banyak hal yang menambah ketertarikannya untuk serius masuk ke DPRD.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi Ibu Ria untuk menjadi aleg adalah masih sedikitnya aleg perempuan di Maros. Sebelumnya hanya 6 orang aleg perempuan, namun sekarang bertambah menjadi 7 orang. Menurut Ibu Ria, sesungguhnya perempuan juga bisa jadi wakil masyarakat di DPRD dan yang terpenting perempuan bisa bersaing dengan caleg lainnya untuk meraih simpati masyarakat. Hampir setiap akhir pekan Ibu Ria berkunjung ke berbagai desa dan bersilaturrahmi dengan masyarakat. Tidak hanya perempuan saja, Ibu Ria juga menemui semua kalangan.

Akhirnya, dengan berbekal 5.159 suara, Ibu Ria berhasil terpilih menjadi anggota legislatif DPRD Maros periode 2014 – 2019 mewakili daerah pemilihan 4 yang mencakup Mandai, Tanralili, Tompobulu, Moncongloe, dan Marusu. Ibu Ria dilantik menjadi anggota DPRD Maros pada 20 Agustus 2014.

Sebelumnya, pengetahuan Ibu Ria seputar isu perempuan masih terbatas pada hal-hal umum saja. Namun kemudian ia mengetahui lebih banyak isu tersebut setelah Program MAMPU hadir di Maros pada Oktober 2014. Saat itu, BaKTI dan MAUPE Maros, yang merupakan mitra MAMPU, melakukan diskusi dengan Ibu Ria agar memiliki visi misi yang sama dan menawarkan bantuan penguatan DPR.

Ketertarikan Ibu Ria terhadap isu perempuan, selain karena ia seorang perempuan, juga karena ia merasa masih banyaknya perempuan yang belum memiliki ilmu, kemampuan dan kesadaran tentang perannya. Menurutnya, perempuan tidak terlalu mementingkan dirinya untuk tampil.

“Kadang perempuan memarginalkan diri sendiri.  Padahal belum tentu kemampuan laki-laki lebih baik dari perempuan. Berikan peran sekecil apapun sebagai perempuan, misalnya peran pendidikan di keluarga”, ucap Ibu Ria.

Kemudian Ibu Ria menambahkan, begitu masyarakat mengetahui ada kepala SKPD dan juga aleg DPRD perempuan, perempuan menjadi berani bersuara.

“Kalau ada kemungkinan, bersuaralah. Yang penting kita paham esensi permasalahan. Bagaimana bisa berani bicara kalau tidak paham pokok persoalan. Sehingga perlu belajar. Kekuatan literasinya paling penting dan dengan banyak membaca”, saran Ibu Ria kepada para perempuan.

Penguatan Kapasitas Anggota Legislatif

Untuk memperkuat kapasitas anggota DPRD, BaKTI didukung Program MAMPU melakukan serangkaian kegiatan, misal public speaking, legal drafting, budgeting,fungsi penganggaran, tupoksi dan mentoring technical assistance (TA). Hal ini dimaksudkan agar anggota DPRD yang berasal dari berbagai kalangan dan latar belakang keilmuan dapat mengetahui tugas, kewajiban dan fungsi peran anggota legislatif. Kegiatan ini dirasakan manfaatnya oleh Ibu Ria pada khususnya.

“Pelatihan dan penguatan dari MAMPU ini luar biasa. Walaupun selama ini saya sudah bisa berbicara, tapi belum sistematis dan belum bisa beretorika. Sekarang lebih terstruktur, intonasi bagus. Selain itu juga saya jadi tahu proses pembuatan perda, bahwa harus ada uji publik, Naskah Akademik, dll”, kata Ibu Ria.

Dalam proses pembuatan legal drafting, sebelumnya naskah akademik tidak menjadi syarat dalam proses pembuatan kebijakan. Namun saat ini naskah akademik menjadi wajib. Namun, masih banyak anggota legislatif yang tidak mengetahui hal tersebut. Setelah mengetahui adanya syarat ini, Ibu Ria semakin memahami tupoksi dan proses yang benar, serta senantiasa melakukan assesment dan mengikuti prosedur dalam pembuatan sebuah kebijakan, khususnya raperda.

Salah satu peran penting Ibu Ria adalah memperjuangkan anggaran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Maros. Mulanya, anggaran ini tidak dimasukkan dalam anggaran Maros walaupun secara kelembagaan sudah dibentuk. Dana yang ada hanya sebesar 8 juta rupiah. Namun mengingat pentingnya isu-isu terkait P2TP2A ini, Ibu Ria memperjuangkan dana untuk pengelolaan P2TP2A.

Dengan perannya sebagai ketua Komisi, Ibu Ria mampu bekerjasama dengan SKPD yang menjadi penentu kebijakan dan bertemu mereka jika ada masalah terkait perempuan di Maros. Kemudian Ibu Ria mengusulkan penambahan anggaran untuk penanganan kasus perempuan dan anak-anak dalam anggaran perubahan di Maros. Usulan ini akhirnya diterima dan diterapkan pada APBD sejak tahun 2015 sampai sekarang.

Reses Partisipatif di Maros

Salah satu bentuk kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat oleh anggota legislatif adalah melalui reses. Akan tetapi, dalam praktiknya banyak reses yang dilakukan hanya bersifat formalitas saja, dan kurang memberikan manfaat bagi masyarakat maupun DPRD. Ada anggapan bahwa reses menjadi ajang penghakiman dan penuntutan janji-janji anggota legislatif oleh konstituen.

Untuk mengubah hal tersebut, Program MAMPU memperkenalkan Reses Partisipatif kepada anggota legislatif di Maros. Reses berperan sebagai media untuk informasikan program pemerintah dan peran-peran DPR dalam pembuatan dan pemantauan kebijakan. Dalam reses partisipatif, peserta yang hadir berasal dari perwakilan berbagai pihak dan mengajak masyarakat aktif menyampaikannya. Ibu Ria adalah salah satu anggota legislatif pertama yang terbuka untuk reses partisipatif ini. Dengan publikasi media yang ada, akhirnya anggota legislatif lainnya juga tertarik untuk melakukan reses partisipatif.

Untuk mempermudah proses, sebelum dilakukan reses, MAUPE menjembatani para anggota Kelompok Konstituen yang ada di Maros untuk bertemu dengan Ibu Ria secara langsung. Perwakilan dari mereka melakukan hearing dan menyampaikan permasalahan di desa. Dari situ, Ibu Ria akan menindaklanjuti permasalahan tersebut dan menyampaikan dalam reses bertema. Salah satu contoh yang ada adalah kendala dalam program kesehatan ibu hamil dan menyusui. Ibu Ria merespon permasalahan tersebut dengan turun langsung menyelesaikannya. Penguasaan permasalahan lapangan membuat Ibu Ria terpilih dan dipercaya menjadi Ketua Komisi.

Ditulis berdasarkan hasil wawancara oleh Desy Mutialim (Communications and Knowledge Management Manager – Program MAMPU)