Konsorsium Perempuan Sumatera MAMPU (PERMAMPU)

Konsorsium Perempuan Sumatera MAMPU (PERMAMPU)

PERMAMPU adalah konsorsium delapan organisasi perempuan Mitra MAMPU dari seluruh Pulau Sumatra, yaitu Flower Aceh dari Aceh, Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA) dari Sumatra Utara, Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) dari Sumatra Barat, Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita Sumatera (PPSW) dari Riau, Aliansi Perempuan Merangin (APM) dari Jambi, Women’s Crisis Centre (WCC) Cahaya Perempuan  dari Bengkulu, WCC Palembang dari Sumatra Selatan, dan DAMAR (Lampung).

Konsorsium PERMAMPU mengadvokasi tokoh strategis (pemimpin agama dan budaya, penyedia layanan kesehatan, sekolah, dan pemerintah daerah) untuk mempengaruhi norma sosial-budaya yang menghambat pemenuhan hak perempuan untuk mengakses informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi, dan gizi.

MAMPU mendukung PERMAMPU bekerja di 8 provinsi, 34 kabupaten dan 224 desa/ kelurahan.

 

Program organisasi sebagai mitra MAMPU:

  • Membentuk kelompok perempuan di tingkat desa dan mengembangkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, serta kapasitas kelompok untuk melakukan aksi kolektif guna meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan. Mengembangkan kapasitas ekonomi dengan membentuk kelompok credit union (CU) dan kelompok simpan-pinjam.
  • Melakukan penelitian tentang faktor-faktor penyebab kehamilan tidak diinginkan (KTD) di 8 provinsi.
  • Advokasi kebijakan secara langsung kepada Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat BAPPENAS, serta Direktorat Kesehatan Keluarga dan Pembiayaan Kesehatan dari Kementerian Kesehatan.
  • Advokasi untuk implementasi peraturan pemerintah tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM) untuk kesehatan reproduksi di puskesmas.
  • Mengembangkan layanan One Stop Service and Learning (OSSL) di puskesmas untuk penyediaan informasi kesehatan reproduksi dan layanan pemantauan, termasuk mendampingi perempuan korban kekerasan dalam mengakses informasi, layanan konseling dan rujukan.

Capaian dalam Program MAMPU:

  • Advokasi Forum Multi Stakeholder (FMS) melalui OSSL telah berkontribusi terhadap pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan dalam bentuk peraturan adat dan alokasi anggaran di 29 kabupaten/kota di Sumatera.
  • Mengembangkan sistem pencatatan kasus kekerasan seksual dan rujukan pada puskesmas di Kota Bandar Lampung.
  • Disahkannya 7 Nota Kesepahaman (MoU) antara PERMAMPU dengan 7 Puskesmas untuk memperkuat integrasi OSSL di unit puskesmas.
  • Membentuk 549 kelompok ekonomi perempuan beranggotakan lebih dari 20.000 perempuan, di 218 kelurahan, 31 kabupaten di 8 provinsi di Sumatra, dengan nilai total saham yang dikelola mencapai 40 milyar rupiah.
  • Pendidikan kesehatan reproduksi perempuan lewat sosialisasi PP 61/2014 dan SPM Kesehatan (Permenkes 43/2016) untuk kelompok perempuan, tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah daerah.
  • Mitra konsorsium PERMAMPU, Women’s Crisis Center untuk korban kekerasan, WCC Palembang, di Sumatra Selatan telah dimasukkan ke dalam Pusat Informasi dan Konsultasi untuk Perempuan Penyandang Disabilitas di bawah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) di Kota Palembang.
  • Berdasarkan penelitian yang dilakukan PERMAMPU di 8 provinsi, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) disebabkan oleh faktor-faktor berikut: kegagalan kontrasepsi, kemiskinan, pengaruh media, perkawinan anak, dan stigma negatif masyarakat.

Ketika Bicara Pendidikan Seks Tak Lagi Tabu

Nama lengkap saya Nurhasanah. Biasanya orang memanggil saya Nur. Saya lahir di Kampung Tengah pada 1965. Saat ini, saya tinggal di Kelurahan Pematang Kandis, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin. Saya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan duduk di posisi kepala bidang Pemberdayaan Perempuan di kantor Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana dan Perlindungan Anak (BPPKBPA) Kabupaten Merangin, Jambi.

Sudah banyak perubahan positif yang saya alami setelah terlibat dan mengikuti program Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dari Aliansi Perempuan Merangin (APM). Perubahan yang paling mendasar yang saya alami adalah kesadaran dan pemahaman saya mengenai pendidikan seks yang dulu tabu untuk dibicarakan.

Ternyata pendidikan kesehatan reproduksi penting diberikan kepada seluruh elemen masyarakat secara gamblang agar tidak salah dalam menafsirkan masalah pendidikan seks. Bahkan pendidikan ini juga perlu diberikan kepada anak sejak usia dini, tentunya disesuaikan dengan tingkat usia dan kebutuhannya.

Saya sudah mengenal lembaga APM sejak tahun 2007 karena sering bersama-sama dalam mendampingi perempuan korban tindak kekerasan dan mendorong adanya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Kabupaten Merangin.

Sejak tahun 2015, saya mengikuti kegiatan dan terlibat dalam program HKSR yang diadakan APM, baik kegiatan pendidikan maupun dalam diskusi reguler Forum Multi Stakeholders (FMS) dan Forum Perempuan Pejabat Publik. Saya juga pernah mendapat kesempatan untuk menjadi peserta kegiatan Lokakarya Penguatan Forum Multi Stakeholder (FMS) di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tanggal 22-23 Desember 2016 yang diadakan oleh PERMAMPU.

Saya merasakan bahwa APM berbeda dengan lembaga lainnya karena kerja-kerjanya konsisten dengan isu pemberdayaan perempuan. Mulai dari pendampingan perempuan dan anak korban tindak kekerasan, sampai mengentaskan perempuan dari kemiskinan serta upaya pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi.

Melalui diskusi reguler di forum perempuan pejabat publik dan forum multi-stakeholders, banyak pengetahuan dan pemahaman baru yang saya peroleh. Sekarang saya sudah mulai terbiasa dengan istilah seks, seksualitas, gender, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), dan organ reproduksi laki-laki dan perempuan.

Melalui forum yang diinisiasi APM ini, saya bersama para pemangku kepentingan lainnya bertemu, berkomunikasi dan membicarakan serta menanggapi sesuatu sebagai upaya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu berperan dalam upaya peningkatan efektifitas pelayanan publik, terutama pelayanan terhadap perempuan korban tindak kekerasan dan kesehatan reproduksi yang berbasis pada Hak.

Dulu ketika menjabat di kantor camat sebagai sekretaris Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), saya sering turun ke kecamatan dan desa – desa untuk memberikan penyuluhan program kesehatan. Saat itu saya belum berani untuk berbicara hal yang berkaitan dengan seks dan organ reproduksi meskipun materinya tentang alat reproduksi, KB, dan Kesahatan Ibu dan Anak (KIA).

Saat itu, saya masih beranggapan bahwa itu tabu dan tidak pantas untuk dibicarakan di depan umum. Namun setelah saya bergabung di APM dengan program HKSR ini, saya menjadi sadar dan paham kalau pendidikan kesehatan reproduksi penting diberikan kepada seluruh elemen masyarakat.

Selain itu, setelah terlibat dalam pelatihan penyadaran gender dan HKSR yang diadakan APM, ada proses yang terjadi dalam diri saya. Pandangan saya terhadap persoalan-persoalan HKSR Perempuan serta fakta-fakta di lapangan terkait dengan kekerasan seksual dan pernikahan pada usia anak semakin objektif. Ternyata kita sebagai orang tua tidak hanya cukup memberi nafkah secara materi, namun ada hal yang lebih penting yaitu mendampingi dan menjadi teman bagi anak.

Sangat penting membangun komunikasi yang baik sehingga jika anak memiliki masalah terkait kehidupan seksual dan reproduksinya, dia akan merasa nyaman dan terbuka dengan kita orang tuanya. Pengetahuan ini saya praktikkan pada diri saya di keluarga dan di lingkungan tempat saya bekerja (kantor).

Harapan saya, para perempuan perlu mempersiapkan diri dari sekarang dalam menghadapi hari tua, baik dari segi materi maupun fisik untuk tetap merasa bahagia. Adapun kepada APM, saya berharap agar APM mengembangkan Program HKSR ini ke lebih banyak desa dan wilayah kota lain. Agar informasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi lebih banyak membawa manfaat baik bagi perempuan.

“Penyempurnaan dari cerita Most Significant Change yang ditulis oleh Sri Lestari”

MAMPU Gelar Lokakarya Hasil Temuan Penelitian tentang Aksi Kolektif Perempuan

Program MAMPU bekerja sama dengan lembaga riset Migunani mengadakan Workshop Hasil Temuan Penelitian Aksi Kolektif Perempuan (AKP) di Hotel The Alana, Sleman, Yogyakarta, pada Selasa (21/2). Acara ini bertujuan untuk menjamin mutu penelitian tentang peran 8 mitra MAMPU terpilih; ‘Aisyiyah, Konsorsium Perempuan Sumatra MAMPU (PERMAMPU), Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan), Migrant CARE, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Institut KAPAL Perempuan dan mitra pekerja rumahan dalam membangun Aksi Kolektif Perempuan (AKP).

Diharapkan melalui workshop tersebut lembaga mitra MAMPU dapat mendiskusikan hasil studi dan memberikan umpan balik untuk perbaikan di masa mendatang.

Acara ini diisi dengan presentasi dari tim Program MAMPU dan Migunani tentang hasil penelitian dan draft laporan di depan mitra terpilih. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengorganisasian adalah elemen yang sangat penting dan efektif untuk membuka akses perempuan ke layanan publik. Sebagai bentuk rekomendasi dihasilkan langkah-langkah yang harus diambil untuk membuka akses perempuan ke layanan tersebut, yaitu; membangun kepercayaan diri, menguatkan kepemimpinan dan membuka akses terhadap program pemberdayaan dan pengorganisasian perempuan akar rumput. Ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk keberlanjutan capaian dari AKP.

Diskusi dengan Tokoh Agama di Merangin Dorong Pemahaman untuk Isu Kesehatan Perempuan

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), kehamilan tak diinginkan, kenakalan remaja dan sisi negatif pengaruh teknologi yang semakin tinggi di Merangin, membuat Aliansi Perempuan Merangin (APM) bergerak lebih kuat untuk menyosialisasikan Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Kelompok-kelompok perempuan yang tergabung dalam APM pun bersinergi dengan tokoh agama dalam memberikan pemahaman HKSR kepada masyarakat.

Dukungan Program MAMPU semakin memuluskan kegiatan diskusi rutin APM, yang melibatkan beberapa unsur tokoh agama dan tokoh adat. Dengan demikian, peran perempuan dalam berorganisasi tak dipandang negatif, dan banyak para suami yang akhirnya memahami HKSR untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sis Sumanto, tokoh agama Islam di Merangin sangat mendukung Program APM yang mengangkat permasalahan perempuan untuk dibahas bersama dalam forum diskusi rutin. Menurut Sumanto, pemahaman dasar tentang HKSR ada dalam ajaran agama Islam. Misalnya, masa nifas perempuan dan masa haid perempuan yang harus dihindari suami untuk berhubungan suami-istri, karena akan menimbulkan penyakit baik bagi istri maupun suaminya. Begitu pula dengan berhubungan seks tanpa pengaman, yang bisa memicu banyak penyakit terutama penyakit kelamin.

“Dalam setiap diskusi rutin yang melibatkan masyarakat baik perempuan maupun laki-laki, disinggung pemahaman HKSR kaitannya dengan agama, agar tak ada salah persepsi terhadap aturan agama yang selama ini dipahaminya. Misalnya, ketika seorang suami tidak mengizinkan istrinya melahirkan yang ditangani oleh dokter laki-laki, dengan alasan bukan muhrim. Padahal dalam kondisi yang darurat dan alasan kesehatan hal itu diperbolehkan,” Sumanto menjelaskan.

“Sikap fanatik seseorang yang melakukan sesuatu tanpa dasar ilmu serta menganggap tabu ketika membahas masalah pendidikan seks, bisa merugikan dirinya sendiri. Maka siapapun semestinya bisa bertukar pikiran dan berdiskusi dengan orang yang lebih paham. Diskusi rutin ini adalah wadah yang tepat bagi masyarakat dalam berbagi pemahaman masalah HKSR terkait agama,” tambah Sumanto.

Sumanto dan para tokoh agama yang mendukung Program APM dalam setiap pertemuan tak hanya membahas masalah HKSR semata, akar permasalahan yang memicu terjadinya KDRT pun ikut dibahas. “Masalah peningkatan perekonomian yang wajib dilakukan oleh setiap keluarga, karena jika ekonomi mencukupi, sebuah keluarga akan baik-baik saja dan tak akan timbul gesekan-gesekan yang akan memicu kekerasan dalam rumah tangga. Gizi keluarga pun akan tercukupi,” kata Sumanto.

Sumanto berprofesi sebagai Pengawas Sekolah di TK dan SD di Kecamatan Ranah Pamenang juga menjabat Ketua Muhammadiyah Daerah Merangin sejak 1995, dan tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani serta Majelis Taklim Desa. Banyaknya pengalaman berorganisasi, membuat dirinya sangat memahami HKSR dan hak-hak sosial perempuan. Ia juga mendukung kiprah perempuan dalam beraktualisasi di luar rumah atau bekerja membantu perekonomian keluarga. Bahkan Ia mendukung setiap suami istri untuk berbagi peran dalam menjalankan tugas rumah tangga.

“Perempuan dianjurkan memajukan dirinya sendiri untuk berkarya, tak dilarang berorganisasi. Jika perempuan banyak memahami tentang HKSR dan hal lainnya, pemahaman itu dapat memberi solusi ketika masalah menghampirinya,” ujar Sumanto.

M. Sugianto, Kepala Dusun Tanjung Benuang  yang kerap hadir dalam pertemuan dan diskusi dengan tokoh agama, Ia mengatakan bahwa ketika aturan agama tak tercantum dalam Alquran dan hadis, banyak tokoh agama yang salah persepsi dan tak siap menerima hal baru.

“Misalnya tentang KB, banyak yang menentang karena dianggap menghalangi lahirnya anak. Padahal, KB sebenarnya tak bermaksud membatasi atau menolak kelahiran anak, tetapi menunda hingga orang tua siap untuk mencukupi kebutuhannya. Karena anak lahir juga punya hak untuk dicukupi dari mulai kesehatan, pendidikan, gizi, sandang dan lain-lainnya,” ujar Sugianto.

Sumanto berpesan bahwa sekarang sudah saatnya seluruh elemen masyarakat bergerak untuk memajukan perempuan dan memperoleh hak-hak sosial serta HKSR sehingga dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Ia berharap untuk ke depannya ada banyak tokoh agama perempuan yang ikut bekerja sama dengan tokoh agama laki-laki.

Siswa SMA di Merangin Sebarkan Kesadaran Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi pada Remaja Sebaya

Aliansi Perempuan Merangin (APM), yang merupakan salah satu anggota Konsorsium PERMAMPU yang didukung oleh Program MAMPU, menggandeng pihak sekolah sebagai target sosialisasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Hal ini didorong oleh pentingnya pemberian pemahaman bagi remaja usia sekolah, dan juga pentingnya mengajak mereka untuk berperan aktif dalam mencegah pernikahan dini dan gangguan kesehatan reproduksi pada remaja.

Banyaknya kasus pernikahan dini, yang disebabkan oleh pergaulan seks bebas di kalangan remaja, kurangnya pemahaman terhadap kesehatan reproduksi dan etika sosial dalam pergaulan remaja, serta pengaruh sisi negatif dari teknologi yang semakin mudah diakses, membuat kasus tersebut berkembang cepat tanpa adanya pengendali yang memadai. Selain itu, kehamilan usia muda sangat rawan penyakit karena ketahanan tubuhnya masih kurang. Belum siapnya psikologis saat menjalani rumah tangga dan adanya tuntutan ekonomi, dapat memicu timbulnya KDRT.

Pengawasan orang tua dan guru pun dirasa tidak cukup, sehingga diperlukan kesadaran dari remaja itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman tentang HKSR dan segala hal terkait pergaulan remaja.

APM bersama beberapa sekolah di Merangin, Jambi, membentuk Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK R) yang didukung oleh MAMPU. Melalui PIK R, setiap sekolah memilih perwakilan murid yang menjadi duta atau konselor sebaya bagi teman-temannya. Mereka dididik sebagai pengurus PIK R dan diberi latihan khusus (Training on Trainer) serta penyuluhan untuk diberi wawasan tentang HKSR dan segala hal terkait pergaulan remaja. Penyuluhan tersebut menghadirkan narasumber dari APM dan pihak-pihak yang berkompeten seperti pakar kesehatan, dokter, bidan dan tokoh agama.

Dalam pelaksanaannya, PIK R bekerjasama dengan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Organisasi Intra Sekolah (OSIS). PIK R juga terintegrasi dengan pihak pemerintah dan institusi lainnya, seperti Bupati, Dinas Kesehatan, Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, Polisi, Pengadilan, Tokoh Adat dan Tokoh Agama.

Asa Ayu, Siswi dari SMAN 5 Merangin menjadi pengurus PIK R mewakili sekolahnya. Ia memaparkan bahwa mengikuti kegiatan ini sangat memberi asupan banyak ilmu, khususnya tentang HKSR. Ia memahami seksualitas sebagai wawasan luas, bukan hanya dipahami sebagai hubungan intim saja. Asa merasa pengetahuan tersebut sangat penting untuk dirinya.

“Saya jadi mengenal fungsi alat reproduksi secara detail dan memahami tentang Napza serta Narkoba yang tak boleh disalahgunakan”, kata Asa. Ia menambahkan, “Saya bersyukur dengan adanya program MAMPU melalui APM sehingga saya dapat terlibat dalam upaya memberikan pemahaman tentang HKSR dan berbagai permasalahan remaja. Ilmu dan wawasannya tak saya pendam sendiri, tentu selalu saya bagikan lagi ke teman-teman lain karena itu adalah kewajiban saya.”

Selain Asa, ada pula Supardi dari SMAN 12 Merangin. Ia memiliki kesan yang menyenangkan selama bergabung menjadi tim PIK R. Selain memperoleh wawasan tentang segala permasalahan yang dihadapi remaja, Ia pun bisa berbagi ilmu dengan teman-temannya. Supardi lebih memilih mengakses konten internet yang baik-baik dan menyarankan hal yang sama kepada teman-temannya.

“Dari internet banyak sekali dampak negatifnya jika kita belum siap menyikapi,” kata Supardi.

Ari Surya Febriana (17) dari SMAN 5 Merangin bergabung menjadi pengurus PIK R sejak Januari 2015. Seperti Asa, Ia pun memperoleh pemahaman seksualitas yang sesungguhnya. Sebelumnya, Ia hanya mendapatkan informasi HKSR sepintas saja, dan itu membuat dirinya bingung karena tak diberi penjelasan rinci. Setelah mendapat penyuluhan dan TOT dari APM dan narasumber tentang HKSR, anak perempuan dari tiga bersaudara ini, melakukan pendalaman wawasan HKSR melalui informasi di internet. Selain itu ia juga berbincang dengan bidan, dokter, orang tua dan banyak membaca dari buku-buku.

“Karena saya bertugas sebagai konselor sebaya, maka saya punya tanggung jawab menyampaikan kembali ilmu yang saya dapat. Agar lebih terpercaya dan lebih meyakinkan, saya memperdalam lagi pengetahuan tentang HKSR dari berbagai sumber, agar bisa menjawab konsultasi teman-teman dengan memuaskan,” ujar Ari.

Menurut Ari, bahasan HKSR yang mendetail, disampaikan kepada teman-teman perempuannya. Misalnya, ketika haid harus sering mengganti pembalut agar tak diserang kuman berbahaya. Selain itu, pemakaian pakaian dalam pun harus sering diganti agar kebersihan terjaga.

Adapun Rusydi Amin dari SMPN 13 Merangin, sebagai wakil ketua OSIS di sekolahnya, setiap ada rapat OSIS Rusydi selalu menyinggung bahasan tentang HKSR untuk disampaikan kembali ke murid-murid yang lain. Rusydi sangat senang hati menjadi tim PIK R mewakili sekolahnya. Walau kadang Ia disepelekan sebagian temannya terkait tugas sebagai konselor, Rusydi tetap percaya diri dan tetap bersemangat dalam mensosialisasikan HKSR dan batasan-batasan pergaulan remaja.

Menurut Ani Trihandayani, guru dari SMAN 5 Merangin sekaligus pembimbing PIK R, Program MAMPU yang mendukung PIK R sangat membantu upaya pencegahan kehamilan tak diinginkan dan pergaulan remaja yang tak patut di Merangin.

Budi Handoko, Guru dari MTs Al Khoiriyah juga mengungkapkan bahwa Program PIK R melatih kepemimpinan para siswa yang tergabung sebagai pengurus. Karena mereka dituntut bisa mengelola teman-temannya dalam mengarahkan ke pergaulan yang baik.

Budi menyampaikan kriteria pemilihan pengurus PIK R. “Biasanya yang terpilih menjadi pengurus PIK R adalah murid yang menonjol dari segi pelajaran agar tidak ketinggalan pelajarannya. Selain itu dipilih juga murid yang menjadi idola di sekolah. Karena jika idola yang bicara lebih banyak didengar teman-temannya.” Kata Budi. Ia kemudian menambahkan, “Agar para pengurus PIK R lebih percaya diri dan bersemangat dalam mengemban tugasnya, mereka dikukuhkan sebagai Konselor Sebaya dengan cara dilantik pada suatu upacara.”

Elpi Ediyanti, Guru dari SMP 13 menyampaikan harapannya agar PIK R dapat masuk dalam kurikulum dan muatan lokal. Selain itu, ia berharap adanya ketersediaan buku, brosur dan poster sebagai alat peraga untuk penyuluhan agar diperbanyak, dan pertemuan rutin dilakukan secara lebih massif.

Utami, Dari Pemalu Jadi Pemimpin

Utami adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di desa Bukit Beringin, Jambi.

Awalnya, ia merupakan pribadi yang pemalu. Ia merasa tidak percaya diri karena pendidikannya yang tidaklah tinggi.

“Saya ini pemalu. Kalau ada rapat, baik di desa maupun di pertemuan wali murid di sekolah anak saya, saya tidak pernah bicara atau mengajukan usul. Saya takut salah. Maklum, saya hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP),” ujarnya.

Hal ini berubah sejak Utami bertemu dengan Community Center Mekar Sari, salah satu kelompok dampingan Aliansi  Perempuan Merangin (APM) dan Program MAMPU. Utami yang selama ini tidak pernah aktif dalam pertemuan apa pun, mulai membuka diri untuk datang ke pertemuan rutin Community Center Mekar Sari dan berdiskusi dengan para anggotanya.

Kini, ia tidak hanya berani bersuara, tetapi juga berani untuk memberikan usulan untuk kemajuan kelompok. Berkat usahanya ini, pada tahun 2013, ia terpilih menjadi Ketua Community Center Mekar Sari. Selama masa kepemimpinannya, Community Center Mekar Sari berkembang dengan baik.

“Sekarang, saya tidak malu lagi. Keberanian saya mulai tumbuh. Kemampuan berbicara saya juga mulai terasah semenjak bergabung dengan Community Center Mekar Sari. Bahkan saya berhasil menjadi ketua kelompok. Saya percaya, perempuan juga bisa berbicara dan menjadi pemimpin,” ujar Utami.

Utami tidak hanya berdiskusi dan memberikan usulan di kelompoknya. Ia juga aktif berdialog dengan pemerintah desa di Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

Tidak hanya sampai di situ, dengan dampingan Aliansi Perempuan Merangin, ia dan Community Center Mekar Sari juga memperkenalkan program Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Dalam program tersebut membantu anggota kelompok dan masyarakat untuk memahami HKSR. Program ini mengajarkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan pengetahuan mengenai isu – isu gender yang mempersiapkan generasi muda dengan pengetahuan dan nilai untuk membuat keputusan terkait dengan kehidupan sosial dan seksual mereka.

Utami juga mengajak warga di desanya untuk menjadi anggota Community Center Mekar Sari agar masyarakat juga mengetahui informasi seputar HKSR.

Utami berharap perempuan di daerahnya dapat aktif berorganisasi dan berjuang bersama untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Ia percaya perempuan dapat memimpin perubahan dan setiap perempuan bisa menjadi pemimpin.

 

Penyempurnaan cerita dari Most Significant Changes yang ditulis oleh Sri Lestari